Virus Corona
Pengadaan Vaksin Corona Dipercepat, Vaksin Sinovac Kemungkinan Tak akan Bertahan Hingga Seumur Hidup
Apabila vaksin dapat diproduksi dan tersedia di dalam negeri, maka pemerintah mengutamakan vaksin Covid-19 dari dalam negeri.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Dewi Agustina
"Memang akan lebih baik kalau vaksinasi segera dimulai. Sehingga mulai menciptakan yg namanya herd imunity. Karena herd imunity harus ada vaksinnya. Nah herd imunity ini pelan-pelan terbentuk dengan mulainya vaksinasi. Itu jangka pendek. Ketika vaksin ini sudah siap," tutur Bambang.
Baca: WHO Sebut Vaksin Virus Corona Mungkin Akan Tersedia pada Akhir Tahun: Ada Harapan
Bambang mengungkapkan vaksin Sinovac ini kemungkinan tidak akan bertahan hingga seumur hidup. Kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin ini, menurut Bambang dapat hilang dalam setahun atau dua tahun.
Sehingga dibutuhkan proses vaksinasi kembali untuk mencegah penularan virus corona.
"Kemungkinan besar vaksin yang akan kita dapatkan tidak seumur hidup. Maksudnya daya tahan yang ditimbulkan tidak seumur hidup. Ada setahun kemudian, dua tahun kemudian anda harus dibooster, divaksin lagi. Supaya tetap punya kemampuan bertahan terhadap Covid-19," jelas Bambang.
Hal ini yang membuat dibutuhkannya vaksin untuk jangka panjang.
Bambang mengatakan vaksin buatan dalam negeri atau merah putih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan vaksin di dalam negeri.
"Maka jangka menengah panjang kita akan menggunakan atau fokus pada vaksin merah putih," pungkas Bambang.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito memastikan vaksin yang akan disuntikkan masyarakat sudah melalui beberapa tahap uji klinis hingga dinyatakan aman.
Baik itu yang dikembangkan kerja sama dengan negara lain maupun vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan pemerintah.
"Vaksin yang nantinya masuk ke Indonesia harus dipastikan secara data dan penelitian aman bagi masyarakat. Pengembangan vaksin umumnya butuh waktu dan proses yang cukup panjang," ujar Wiku.
Tahapan pembuatan vaksin menurut wiku dimulai dari penelitian dasar dimana ilmuwan menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu sains biomedis.
Kemudian vaksin akan dibuat dalam jumlah terbatas untuk bisa memasuki uji praklinis dan uji klinis tahap 1, 2 dan 3.
Secara rincinya dalam tahap uji praklinis dilakukan studi sel di laboratorium yaitu studi in Vitro dan in Vivo untuk mengetahui keamanan bila diujikan pada manusia.
Setelah itu baru memasuki uji fase 1 dimana vaksin diberi pada sekelompok kecil orang untuk melihat respon imunitas dan kekebalan yang dipicu.
"Pada fase 2, vaksin diberikan pada ratusan orang sehingga para ilmuwan dapat mempelajari lebih lanjut tentang dosis yang tepat. Pada fase 3, vaksin diberikan pada ribuan orang untuk memastikan keamanannya termasuk efek samping yang jarang terjadi dan keefektifan ya. Uji coba ini melibatkan kelompok kontrol yang diberi placebo, artinya kelompok kontrol adalah masyarakat yang disuntik tapi tidak dengan vaksin," kata Wiku.