Penanganan Covid
Sebut PPKM Mikro Tak Efektif, Pakar Epidemiologi Sarankan PSBB Wilayah Aglomerasi
Dokter Windhu Purnomo menilai Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro merupakan kebijakan yang tidak efektif.
Penulis:
Wahyu Gilang Putranto
Editor:
Whiesa Daniswara
3. Bandung Raya
4. Semarang, Kendal, Demak, Ungaran, dan Purwodadi
5. Yogyakarta Raya
6. Solo Raya (Solo, Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, dan Sragen)
7. Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, dan Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertosusila)
8. Makassar, Sungguminasa, Takalar, dan Maros
Baca juga: Pemprov DKI Terus Tambah Fasilitas Kesehatan Hadapi Lonjakan Kasus Corona
"Seperti Surabaya, orang kerja di Surabaya berasal dari Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan sekitarnya."
"Seharusnya pembatasannya PSBB satu wilayah aglomerasi, di luar itu tidak bisa berpindah wilayah," ungkap Windhu.
Rendahnya Testing dan Tracing
Alasan Windhu tak setuju dengan pemberian zonasi wilayah secara mikro ialah testing dan tracing yang sangat rendah.
Sehingga, Windhu berpendapat jika kasus yang dilaporkan saat ini jauh di bawah kasus yang sebenarnya ada alias under recorder.
"Kasus di Indonesia itu sangat under recorded, hari ini rekor baru, dan tembus 2 juta (kasus), tapi apa cuma segitu sebetulnya?"
Baca juga: Update Corona Jakarta: 5.014 Kasus Baru dan Pembatasan 10 Titik
"Kalau diestimasi, Kemenkes punya data zero surveillance, didanai WHO (Badan Kesehatan Dunia) dan dibantu temen-temen UI (Universitas Indonesia)."
"Saya juga ngitung dengan teknis estimasi, kasus yang dilaporkan paling tinggi 1/8 dari kasus yang sebetulnya," urai Windhu.
Windhu menyebut kasus yang dilaporkan bagaikan puncak gunung es.