Senin, 18 Agustus 2025
DPD RI
Gedung Nusantara
Gedung Nusantara

Ketua DPD RI Sandang Gelar Ampon Chiek dari Kerajaan Beutong, Aceh

Gelar LaNyalla ditandai pemberian kopiah, rencong dan piagam yang diserahkan langsung Paduka Yang Mulia Ampon Daulat Tuanku Raja Beutong Keuamangan

Editor: Content Writer
DPD RI
Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitt saat menerima gelar kehormatan dari Kerajaan Beutong, Aceh, Kamis (24/3/2022) 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berhak menyandang gelar kehormatan Ampon Chiek saat berkunjung ke Kerajaan Beutong, Aceh, Kamis (24/3/2022).

Gelar untuk LaNyalla ditandai dengan pemberian kopiah, rencong dan piagam yang diserahkan langsung Paduka Yang Mulia Ampon Daulat Tuanku Raja Beutong Ke-IX, Teuku Raja Keumangan.

Paduka Yang Mulia Ampon Daulat Tuanku Raja Beutong Ke-IX, Teuku Raja Keumangan, menjelaskan gelar kehormatan itu diberikan atas darma bakti LaNyalla kepada bangsa dan NKRI.

Teuku Raja Keumangan berharap kehadiran LaNyalla di Kerajaan Beutong, dapat menjalin silaturahmi dan membawa berkah bagi rakyat Beutong dan Aceh.

"Kami berharap dengan kunjungan ini berpengaruh besar demi kepentingan pembangunan di Aceh dan Nagan Raya. Mohon kami terus diberi perhatian," kata Teuku Raja Keumangan.

Dalam kesempatan itu, Raja Beutong Ke-IX juga menyerahkan surat terkait perpanjangan dana Otonomi Khusus Aceh. "Kami titip kepada Pak Ketua DPD RI, mohon disampaikan ke pemerintah," ujar dia.

Ditegaskannya komitmen Aceh terhadap negara tidak perlu diragukan, sebab raja-raja Aceh sepakat melebur ke negara Republik Indonesia saat kelahiran negeri ini.

"Awalnya salah satu raja Aceh Teuku Muhammad Hasan diajak bicara oleh Presiden Soekarno untuk lahirnya bangsa. Dari situlah kemudian raja-raja di Aceh sepakat melebur ke dalam Negara Republik Indonesia," tegasnya.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berterimakasih atas gelar yang diberikan. Menurutnya, sebuah kehormatan sudah diangkat sebagai bagian dari kerajaan di Aceh.

Dalam kesempatan itu, LaNyalla menyampaikan sejak Amandemen atas UUD 1945 naskah Asli tahun 1999 hingga 2002 silam, elemen-elemen Non-Partisan, termasuk unsur golongan, seperti Raja dan Sultan Nusantara, kehilangan peran.

"Dari Amandemen tersebut, sistem Demokrasi Indonesia menjadi berubah. Kekuasaan yang besar diberikan kepada Partai Politik," papar dia.

Hanya Partai Politik yang bisa mengajukan dan menentukan calon presiden yang harus dipilih rakyat. Mereka juga bersepakat membuat aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden atau Presidential Threshold. Mereka melalui Fraksi di DPR, lanjut LaNyalla, juga yang membentuk Undang-undang bersama Pemerintah yang hasilnya mengikat seluruh warga negara.

"Sehingga apa yang kita lihat dan rasakan belakangan ini, semua seperti berjalan suka-suka. Aturan yang tidak sesuai, diganti. Undang-Undang dikebut cepat untuk disahkan, walaupun masyarakat menolak," tegasnya.

Menurut LaNyalla, semua bisa terjadi karena bangsa ini telah meninggalkan Pancasila. Padahal Pancasila lah yang mampu menjadi wadah bagi semua elemen bangsa yang majemuk dari Sabang sampai Merauke.

"Karena Pancasila memperjuangkan agar bangsa ini berketuhanan, berperi kemanusiaan, bersatu, mengutamakan musyawarah dan menjadikan keadilan sosial sebagai inti dari cita-cita bangsa," ujarnya.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan