AS harapkan Libanon jaga stabilitas
Pemerintah AS mendukung Libanon untuk menyusun pemerintahan koalisi baru ditengah ketegangan di negara itu menyusul tewasnya kepala keamanan, Wissam al-Hassan.
Militer Libanon dikerahkan untuk menjaga kondisi keamanan di negara itu.
Pemerintah AS menyampaikan dukungannya kepada Libanon untuk menyusun pemerintahan koalisi baru ditengah kondisi negara itu yang tengah tegang menyusul tewasnya Kepala Intelijen negara Itu, Wissam al-Hassan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Victoria Nuland mengingatkan kondisi kekuasaan yang vakum di negara itu akan menimbulkan resiko terhadap stabilitas negara itu.
"Pengaruh kondisi Suriah yang tidak stabil bisa mengancam keamanan di Libanon saat ini dan lebih berbahaya dari sebelumnya," kata Nuland.
"Kami mendukung upaya Presiden Michel Suleiman dan pemimpin di Libanon untuk membangun pemerintahan yang efektif dan mengambil langkah yang diperlukan ditengah bangkitnya aksi serangan kelompok teroris."
"Semuanya bergantung pada keinginan rakyat Libanon untuk memilih pemerintah yang akan menghadapi setiap ancaman. Sementara ini kami tidak ingin melihat adanya kondisi yang vakum," jelasnya.
Dia juga menambahkan Dubes AS untuk Libanon, Maura Connely telah menggelar pertemuan dengan sejumlah politisi negara itu mendiskusikan kemungkinan bentuk pemerintahan koalisi yang baru.
Waspadai aksi teroris
Upaya mendorong pemimpin Libanon dalam menjaga stabilitas kemanan negara itu juga dilakukan oleh Uni Eropa.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton melakukan pertemuan dengan Presiden Suleiman dan Perdana Menteri Najib Mikati di Beirut hari Selasa (23/10).
Dia mengingatkan bahaya yang bisa terjadi jika kekuasan politik di negara itu vakum.
Ashton dalam kesempatan itu juga memuji upaya pemerintah Libanon dalam menjaga stabilitas lewat dialog nasional.
"Aksi seperti terorisme dirancang untuk mengundang reaksi dan menciptakan ketegangan," kata Ashton.
Libanon dilanda ketegangan setelah Kepala Intelijen Jenderal mereka, Wissam al-Hassan tewas dalam aksi serangan bom mobil pada hari Jumat (19/10) lalu.
Jenderal Hassan selama ini dikenal sebagai tokoh Sunni yang kerap mengkritik Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Himbauan militer
Tewasnya Hassan ini juga telah memicu ketegangan di antara kelompok pendukung dan penentang Suriah.
Militer Libanon telah mengerahkan pasukannya ke sejumlah daerah untuk meredam ketegangan dan menjaga situasi keamanan di negara itu.
Ketegangan juga terjadi pada elit politik di negara itu, Perdana Menteri Najib Mikati yang berasal dari golongan Suni telah mengajukan pengunduran diri namun ditolak oleh Presiden Suleiman.
Sementara kelompok anggota parlemen dari kelompok oposisi melakukan boikot dalam rapat parlemen kemarin.