Sabtu, 23 Agustus 2025

Satinah Divonis Hukuman Mati

Uang Diat Rp 12 M Ditolak, Satinah Menunggu Eksekusi di Arab Saudi

Tenaga kerja asal Indonesia di Arab Saudi, Satinah binti Jumadi Ahmad, kini tinggal menunggu nasib untuk dihukum mati

Editor: Gusti Sawabi
BBC Indonesia
Nur Afriana menunjukkan foto ibunya, Satinah 

Tribunnews.com, JAkarta — Tenaga kerja asal Indonesia di Arab Saudi, Satinah binti Jumadi Ahmad, kini tinggal menunggu nasib untuk dihukum mati, setelah uang ganti rugi kematian yang ditawarkan Pemerintah Indonesia sekitar Rp 12 miliar ditolak keluarga bekas majikannya.

Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan, keluarga ahli waris korban sejauh ini menuntut uang diat, atau ganti rugi kematian, sebesar Rp 21 miliar.

"Kita bertahan empat juta riyal (Rp 12 miliar) karena ini sudah maksimal," kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Indonesia Tatang Razak, kepada wartawan, Selasa (11/2/2014) siang di Kantor Kemenlu, Jakarta.

Menurut Tatang, otoritas Arab Saudi masih memberikan waktu sekitar dua bulan bagi keluarga korban yang tinggal di Provinsi Al Ghasseem untuk merundingkan nilai tawaran uang diat itu.

"Kalau dua bulan tidak tercapai, keluarganya menolak, maka kemungkinan besar eksekusi akan dilakukan (terhadap TKI Satinah)," kata Tatang.

Kemenlu mencatat, jika tawaran itu ditolak, Satinah akan dihukum mati pada tanggal 3 April 2014.

Satinah, yang berasal Ungaran, Jawa Tengah, divonis hukuman mati pada 2010 karena dianggap terbukti membunuh majikan perempuannya.

Indonesia melalui perwakilannya telah mengupayakan untuk meringankan hukuman Satinah, yang akhirnya berujung pada kesediaan keluarga korban untuk memaafkannya.

Namun, sejauh ini belum ada kata sepakat tentang uang ganti rugi kematian, sebagai syarat untuk menghindarkannya dari hukuman pancung.

Surat pribadi

Dalam jumpa pers, Kemenlu menghadirkan pula anak kandung Satinah, Nur Afriana (20), dan kakaknya, yaitu Paeri Al-feri.

Menurut Kemenlu, mereka baru saja kembali ke Indonesia setelah menjenguk Satinah di penjara Arab Saudi, serta melakukan ikhtiar guna membebaskan Satinah, seperti menulis surat pribadi kepada keluarga ahli waris korban.

"Keinginan saya sangat besar untuk berkumpul lagi dan merasakan lagi kasih sayang ibu saya," kata Nur Afriana, membacakan ulang suratnya, di hadapan wartawan.

Belum diketahui bagaimana tanggapan keluarga korban atas isi surat Nur Afriana, tetapi menurut Anis Hidayah dari LSM Migrant Care, upaya Pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan kepada Satinah termasuk terlambat.

Halaman
12
Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan