Wabah Ebola: WHO menetapkan wabah di Kongo sebagai darurat kesehatan global
WHO menetapkan Ebola sebaga darurat kesehatan global setelah wabah tersebut menewaskan 1.600 orang di Republik Demokratik Kongo.
Vaksin ini dikembangkan ketika wabah itu terjadi di Afrika Barat dan telah tersedia selama wabah berlangsung di Kongo.
Mengapa wabah belum bisa dikendalikan?
Konflik yang terjadi di wilayah itu mempersulit penanganan penyakit ini.
Sejak Januari, terjadi 198 serangan terhadap petugas kesehatan atau fasilitas perawatan Ebola yang menyebabkan tujuh orang meninggal dan 58 cedera.
Masalah besar lain adalah ketidakpercayaan terhadap petugas layanan kesehatan yang menyebabkan sekitar sepertiga dari seluruh kematian terjadi di masyarakat umum tinggal, dan bukan di pusat perawatan Ebola.
Ini artinya orang-orang itu tidak mencari pengobatan dan berisiko menyebarkan penyakit ke tetangga dan kerabat.

Selain itu, penyebaran virus sulit dilacak.
Sejumlah kasus pun mengejutkan karena terjadi pada mereka yang tidak melakukan kontak langsung dengan kasus-kasus Ebola yang sudah terdeteksi.
"Kami baru satu tahun menangani wabah dan situasinya tidak membaik," ujar Trish Newport dari organisasi kemanusiaan medis internasional independen Médecins Sans Frontières (MSF).
"Ini adalah lingkungan yang kompleks dengan sejarah panjang kekerasan, konflik, jadi banyak ketidakpercayaan terhadap orang asing di luar daerah.
"Kami harus membangun ikatan dan koneksi dengan masyarakat sehingga mempercayai kami."
Bisakah penyakit ini menyebar lebih lanjut?
WHO mengatakan risiko penyebaran Ebola ke negara-negara tetangga "sangat tinggi".
Di Uganda terjadi beberapa kasus, termasuk dua orang yang meninggal karena penyakit tersebut - seorang anak laki-laki berusia lima tahun dan neneknya yang berusia 50 tahun.

Rwanda juga berisiko. Pekan ini seorang pendeta meninggal karena Ebola di kota Goma, yang dihuni lebih dari satu juta orang. Kota ini merupakan pusat transportasi utama dan terletak di perbatasan Kongo-Rwanda.
WHO menyebut kasus ini sebagai "game-changer". Namun, belum ada kasus yang dilaporkan menyebar di Goma.
Apakah dunia cukup membantu?