Pengamat: Amandemen UUD 1945 dan GBHN, Jalan Masuk Pilpres 2024
MPR tengah mengkaji wacana amandemen UUD 1945 dan menghidupkan kembali GBHN. Apa tujuan dari rencana ini? Simak wawancara DW Indonesia…
Kalau GBHN saja ya tidak apa-apa, tapi tidak ada faedahnya. Dengan sistem presidensil kalau mau dibandingkan dengan di Jerman, Amerika, tidak perlu haluan negara. Saya lihat ini sebagai batu loncatan untuk amandemen-amandemen berikutnya. Kalau itu sampai terjadi maka ini awal dari kemunduran demokrasi Indonesia. Saya kira bukan Indonesia gagal memahami konsep demokrasi tapi elit politik dan oligarki politik kita tidak mau pengaruhnya diambil oleh rakyat. Sementara demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Apa yang bisa masyarakat lakukan saat ini?
Saya kira gaungkan terus, out of the blue dari elit partai. Rakyat tidak pernah bicara soal amandemen tapi mereka, kita tidak pernah bicarakan GBHN. Tapi mereka bilang harus amandemen, tidak bisa seperti itu. Amandemen 2002 itu memang aspirasi kita, 1998 saya masih ingat sekali karena waktu itu saya aktivis, amandemen merupakan permintaan mahasiswa. Kita harus terus gaungkan, ini adalah aspirasi elit politik, bukan kita, dan partai-partai harus mencegah karena presiden sesuai hukum tata negara tidak bisa mencegah jika itu terjadi. (rap/vlz)
Bivitri Susanti adalah pakar hukum tata Negara. Tahun 1998, ia mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Selain itu Bivitri merupakan pendiri Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.
Wawancara dilakukan oleh Rizki Akbar Putra dan telah diedit sesuai konteks.