'Genosida' Muslim Rohingya di Myanmar: Aun San Suu Kyi menyanggah tuduhan di Mahkamah Internasional
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan tidak ada bukti bahwa militer Myanmar memiliki 'niat melakukan genosida' terhadap kelompok minoritas
Suu Kyi telah menjadi pemimpin de facto Myanmar sejak bulan April 2016, sebelum genosida yang dituduhkan terjadi. Ia dituduh oleh penyelidik PBB "terlibat" dengan memberi persetujuan kepada militer.
"Saya mohon anda untuk membuka mata, dan mohon gunakan kewenangan moral anda, sebelum terlambat," kata penyelidik, Yanghee Lee, bulan September.
Suu Kyi memastikan bulan November bahwa ia akan secara pribadi memimpin pembelaan diri negaranya di pengadilan di Den Haag - dalam perannya sebagai menteri luar negeri - bersama "pengacara internasional terkemuka".
Apa kemungkinan hasil persidangan ini?
Hingga kini, Gambia meminta kepada pengadilan untuk menerapkan "langkah-langkah sementara" guna melindungi minoritas Rohingya di Myanmar, dan di mana saja, dari ancaman atau kekerasan lebih lanjut.
Langkah ini akan mengikat secara hukum.
Untuk memutuskan apakan Myanmar melakukan genosida, pengadilan harus memastikan bahwa negara Myanmar bertindak "dengan niatan menghancurkan seluruh atau sebagian" minoritas Rohingya.

Bahkan jika ICJ memutuskan Myanmar bersalah, mereka tidak memiliki alat paksa untuk menjalankan putusan itu terhadap Aung San Suu Kyi ataupun para jenderal Myanmar.
Para pemimpin Myanmar itu tidak akan secara otomatis ditahan serta diadili karenanya.
Namun putusan bahwa mereka bersalah bisa mengarah pada sanksi, dan bisa menyebabkan kerusakan ekonomi dan reputasi Myanmar.
Bagaimana situasi terakhir yang dihadapi oleh minoritas Rohingya?
Ratusan ribu minoritas Rohingya meninggalkan Myanmar sejak operasi militer dimulai.
Pada tanggal 30 September, terdapat 915.000 pengungsi Rohingya di kamp-kamp di Bangladesh.
Hampir 80% dari mereka tiba antara Agustus dan Desember 2017, serta bulan Maret tahun ini. Bangladesh menyatakan tak akan menerima lagi pengungsi baru.