Virus Corona
Update Corona, Pertamakalinya Pasien Sembuh Lebih Banyak dari Pasien Baru Virus Corona di China
Jumlah orang yang pulih dari COVID-19 di China pada Selasa (18/2/2020), melampaui jumlah pasien virus corona.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Jumlah orang yang pulih dari Covid-19 di China pada Selasa (18/2/2020), melampaui jumlah pasien virus corona.
Ini pertamakalinya terjadi, sejak wabah virus corona merebak.
Sebanyak 1.749 kasus baru virus corona tercatat pada Selasa (18/2/2020).
Dilansir dari Newsweek, Komisi Kesehatan China menyatakan pada Rabu (19/2/2020), sejumlah 1.824 pasien, dibebaskan dari rumah sakit setelah dinyatakan sembuh.
Baca: Virus Corona Covid-19 Sebabkan Harga Durian Musang King di Penang Turun hingga Setengah
Baca: Tragis Suami Istri Meninggal karena Terinfeksi Virus Corona, Putra dan Putrinya Bernasib Sama
Ada 25.014 orang yang telah melakukan kontak dekat dengan orang-orang yang terinfeksi Covid-19, kini sedang diamati untuk dibebaskan.
Sementara 135.881 orang, saat ini sedang dipantau kondisinya.
Sebanyak 14.376 orang telah pulih dan dipulangkan sejak virus ini muncul pada akhir tahun lalu.
Kendati demikian, masih ada 11.977 orang yang sedang dalam kondisi serius.
Ketua Virologi Universitas Edinburgh, Inggris Profesor Paul Digard mengatakan bahwa kondisi ini merupakan perkembangan yang baik.
Baca: 7 Barista Pertaruhkan Nyawa Buat Kopi untuk Para Pahlawan Wuhan yang Berjuang Melawan Virus Corona
Baca: Peneliti Sebut Corona dapat Menyerang Jaringan Testis dan Membuat Pria Tidak Subur
"Ini adalah berita yang sangat baik."
"Ini ada konfirmasi lebih lanjut, bahwa langkah-langkah pengendalian di China berhasil dan epidemi sedang dikendalikan," jelasnya.

Keberhasilan ini meliputi upaya karantina, isolasi diri, dan pembatasan gerakan.
"Mengurai tidakan mana yang efektif dan mana yang tidak, memerlukan waktu analisis yang sangat lama," tambahnya.
Namun, Digard juga mengingatkan agar tidak terlena dengan peningkatan angka pasien sembuh ini.
"Namun, tidak berarti bahwa kita harus santai, karena potensi penyebaran di dunia masih sangat nyata."
Menurut data penelusuran kasus virus corona oleh Universitas Johns Hopkins, sejauh ini ada 2.021 dari 75.200 korban jiwa karena patogen ini.
Sebanyak 1.921 kematian terjadi di Provinsi Hubei, dimana virus itu berasal.
Sejak saat itu, virus ini telah menyebar ke lebih dari 25 negara di dunia.
Salah satunya, termasuk Amerika Serikat yang digambarkan dalam infografis oleh Statista.
Baca: 7 Barista Pertaruhkan Nyawa Buat Kopi untuk Para Pahlawan Wuhan yang Berjuang Melawan Virus Corona
Baca: Akibat Masker Langka, Wanita di China Pakai Kostum Jerapah demi Tangkal Virus Corona
Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah ataupun obat khusus untuk mengobatinya.
Sebaliknya, orang yang terjangkit harus merawat diri mereka sendiri dan harus didukung oleh orang terdekat agar bisa pulih.
Tetapi, ada banyak kasus dimana pasien harus dirawat inap.
Pada Selasa lalu, Jepang bergabung dengan China dan Thailand untuk mengumumkan percobaan menggunakan obat HIV pada pasien Covid-19.
Dilansir dari Newsweek, para ahli meragukan pendekatan ini akan berhasil.
Disinggung tentang potensi penyebaran Covid-19 jangka panjang, Digard positif di China sudah ada penurunan kasus.
"Sangat membahagiakan, bahwa jumlah kasus baru tampaknya menurun di China, tapi masih terlalu dini untuk memastikan apa yang terjadi di tempat lain."
"Jika saya harus menebak, saya pikir itu (corona) akan menjadi virus seperti Influenza."
"Itu akan menjadi masalah untuk beberapa tahun ke depan, tapi masih ada harapan kita bisa menghentikannya," terang Digard.
Provinsi Hubei China Diisolasi
Sebelumnya sebanyak 58 jiwa di Provinsi Hubei, kini harus puas menjalani kehidupan yang diisolasi dari dunia luar.
Ini merupakan, kebijakan baru yang dicanangkan pemerintah China.
Dilansir dari The Sun, pengumuman isolasi ini, dilakukan pada hari Minggu (16/2/2020) lalu.
Pemerintah menetapkan, hanya ada satu anggota keluarga yang boleh keluar meninggalkan rumah.
Baca: Virus Corona Mengancam, Singapura Keluarkan Himbauan Warga Tinggal di Rumah
Baca: Tewas, Direktur Rumah Sakit Wuhan Jadi Tumbal Ganasnya Virus Corona
Itu hanya untuk membeli keperluan pokok, di supermarket.
Para perwakilan masing-masing rumah ini, hanya boleh keluar tiga hari sekali.
Ada 200.000 pedesaan di Provinsi Hubei, China.
Diperkirakan, ada sekitar 24 juta jiwa di pedesaan ini.
Kini, lokasi pedesaan juga akan ditutup rapat.
Baca: Sibuk Tangani Pasien Virus Corona, Dokter Ini Rela Jalani Prosesi Pernikahan 10 Menit Saja
Baca: Update KBRI: Ada 77 Orang Positif Virus Corona di Singapura
Kawasan ini, nantinya bisa diakses penduduk setempat hanya melalui satu pintu masuk yang dijaga.
Pembatasan serupa, juga dilakukan di kawasan pemukiman tengah kota.

Dilansir The Sun dari South China Morning Post (SCMP), pemerintah mengatakan penduduk harus berdiam diri di rumah.
Apabila ingin keluar, mereka harus mengenakan masker dan menjaga jarak minimal 1,5 meter dari orang lain.
"Semua tempat rekeasi dan hiburan harus ditutup."
"Semua kegiatan masyarakat juga diberhentikan."
"Pernikahan harus ditunda dan proses pemakaman dikurangi."
Baca: Virus Corona Mengancam, Singapura Keluarkan Himbauan Warga Tinggal di Rumah
Baca: 2 Warga Malaysia di Kapal Pesiar Diamond Princess Terinfeksi Virus Corona
Bahkan, sekedar mengunjungi tetangga itu sangat dilarang otoritas China.
Pemeintah daerah Hubei, telah melarang kendaraan dan angkutan umum.
Pengecualian untuk, mobil van polisi, ambulans dan kendaraan berlisensi khusus lainnya.
Warga yang diisolasi ini, kehidupannya akan dibantu oleh pemerintah.
Semua bisnis dan semua tempat umum juga dikosongkan.
Penutupan ini, akan dilakukan sampai ada pemberitahuan lebih lanjut dari pemerintah.
Tapi untuk toko kimia, hotel, toko makanan dan layanan medis diperbolehkan untuk tetap beroperasi.
Bagi mereka yang melanggar peraturan baru ini, petugas berwajib akan menberikan sanksi.
"Mereka yang tidak melapor atau tidak mematuhi peraturan ini akan ditangani dengan tegas dan serius. Kepala unit harus bertanggungjawab," bunyi penjelasan pemerintah dilansir The Sun dari Strait Times.
Kebijakan baru ini dimulai sejak mantan Wali Kota Shanghai, Ying Yong menjabat di Provinsi Hubei.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)