Selasa, 2 September 2025

Virus Corona

Curhat Sejumlah Ibu Hamil di Eropa: Antara Sikap Optimistis dan Dirundung Kecemasan

Pengacara asal Ceko ini memutuskan kontak dengan keluarga dan teman-temannya, untuk menghindari tertular Covid-19 atau sekadar flu ringan

Timesofisrael
Ilustrasi ibu hamil 

TRIBUNNEWS.COM - Sebagian besar negara-negara di Dunia kini tengah menghadapi persoalan yang sama, yakni pandemi virus corona.

Virus yang dinamakan Covid-19 ini telah menginfeksi sebanyak 615.519 orang di Dunia.

Baca: Kucing Peliharaan di Belgia Positif Virus Corona, Diduga Tertular dari Pemiliknya

Jumlah pasien yang meninggal akibat Covid-19 sebanyak 28.717 jiwa.

Meski demikian, pasien yang sembuh lebih banyak dari angka kematian, yakni 135.725 orang.

Di tengah kabar wabah ini, beberapa ibu hamil menempuh langkah antisipasi, agar dapat melahirkan bayi yang sehat.

Melansir Kompas.com, Veronika Legat (35) contohnya.

Pengacara asal Ceko ini memutuskan kontak dengan keluarga dan teman-temannya, untuk menghindari tertular Covid-19 atau sekadar flu ringan.

Pihak rumah sakit juga memberi tahu jika Legat memiliki gejala pilek atau demam, bayinya yang lahir pada April mungkin akan diisolasi selama 2 minggu.

Ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan terhadap penyakit dari virus SARS-Cov-2 tersebut.

Legat juga mungkin tidak diizinkan untuk menyusuinya.

"Saya tidak takut dengan virus, tapi saya kesal," kata Legat dari rumahnya di Praha, dikutip dari Reuters.

"Sampai (waktu) kelahiran kami tinggal di rumah, dan tidak akan bertemu siapa pun," lanjutnya.

Ketika pandemi virus corona menyebar ke seluruh Eropa, ibu hamil seperti Legat diliputi campuran rasa kecemasan, kekesalan, dan harapan.

Beberapa khawatir dipisahkan dari bayinya, yang lain kecewa tidak bisa ditemani pasangan saat melahirkan.

Banyak juga yang harus merasakan pengurangan pertemuan medis sebelum melahirkan.

Otoritas kesehatan telah mengumumkan berbagai aturan di banyak negara, memutuskan apakah ibu hamil dapat ditemani saat melahirkan, dan apakah harus dipisahkan dari bayinya jika sang ibu sakit.

Dalam beberapa kasus, aturan ini lebih ketat daripada rekomendasi yang dikeluarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

WHO mengatakan tidak ada bukti bahwa ibu hamil berisiko tinggi mengalami gejala lebih parah ketimbang populasi pada umumnya, jika mereka tertular virus corona.

WHO juga menganjurkan agar ibu hamil yang positif Covid-19 harus didorong untuk merawat dan menyusui bayinya seperti biasa, asalkan mereka menjaga kebersihan yang ketat.

Marika Antolec-Walczak (34) seorang hakim di Tychy, Polandia Selatan, mengatakan ketakutan terbesarnya adalah kesendirian.

"Dua kali melahirkan sebelumnya, suami saya sangat diperlukan membantu untuk mengatasi rasa sakit," katanya.

Sebagian besar rumah sakit di Polandia tidak mengizinkan pasien ditemani selama persalinan.

Padahal, WHO merekomendasikan adanya pendamping saat proses persalinan dilakukan.

"Ini bukan hanya ancama bagi pasien dan anak, tetapi juga bagi tenaga medis."

"Aku tidak akan mengizinkannya," kata Michal Bulsa, dokter kandungan di Szczecin, sebuah kota di barat laut Polandia.

Sementara itu bagi wanita-wanita lain di Eropa, masih ada pilihan ditemani pasangan saat melahirkan.

Di Italia contohnya, beberapa rumah sakit mengizinkan wanita ditemani selama kelahiran, tetapi tidak setelahnya.

Namun, tantangan melahirkan selama pandemi Covid-19 berlangsung tak hanya itu.

Beberapa wanita telah diberitahu untuk tidak datang ke rumah sakit terlalu dini, agar meminimalkan kemungkinan menulari orang lain atau terinfeksi.

Akan tetapi imbauan ini sulit dilakukan, terutama bagi para wanita yang pertama kali melahirkan.

Berbelanja untuk bayi yang baru lahir juga sulit, karena banyak toko tutup di Eropa.

Meminjam dari teman di kota lain juga sulit, akibat pembatasan perjalanan yang diterapkan di sebagian besar wilayah Benua Biru.

Valentina Draghi (41) yang berprofesi sebagai terapis di Milan, memulai cuti hamilnya pada Februari, beberapa minggu sebelum kelahiran anaknya pada 7 April.

Dia awalnya berharap bisa berbelanja pakaian anak dengan ibunya, dan menghadiri kelas prenatal.

"Tiba-tiba tidak ada satu pun yang tersisa dari rencanaku," ungkapnya.

Dia juga diberitahu untuk menjalani persalinan dengan memakai masker pelindung.

"Suamiku mungkin hadir, tetapi dalam dua minggu ke depan aku tidak tahu apa yang akan terjadi."

"Ketakutan terbesarku adalah mereka tidak akan mengizinkan masuk. Aku tahu itu dilarang di tempat lain."

"Ini adalah kehamilan pertamaku. Aku berusia 41 tahun, dan ingin ini menjadi momen istimewa," lanjut Draghi.

Sementara itu bagi Louise Koldsgaard, memercayai sistem kesehatan di Denmar memberinya perasaan tenang.

"Bidanku memberi tahu, ruang bersalin sangat bersih."

"Aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Aku masih berjalan dengan anjingku setiap hari dan minum kopi di toko lokal," tutur Koldsgaard.

Tetapi Brandon Allen (48) dari Detroit, Amerika Serikat (AS), merasakan kecemasan dari kelahiran anak keempatnya yang lahir minggu depan.

"Ini nyata. Aku belum pernah melihat yang seperti ini dalam hidupku."

Baca: Tasikmalaya Local Lockdown Selasa Depan: Pendatang Diseleksi, Angkot Dilarang Turunkan Penumpang

"Orang-orang di sekitarku yang aku kenal sedang sekarat."

"Aku takut akan hal itu. Kami membawa bayi ke pandemi ini," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Kisah Para Ibu Hamil di Wabah Covid-19 Eropa, Antara Optimistis dan Cemas

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan