Sabtu, 23 Agustus 2025

Virus Corona

Semua Pasien yang Dirawat di RS Kota Wuhan China Sembuh, WHO: Tak Ada Jaminan Kebal Virus

Banyak warga khawatir tentang munculnya wabah gelombang kedua dan bisnis berjuang untuk bangkit kembali.

Penulis: Febby Mahendra
Editor: Dewi Agustina
Sky News
Kota Wuhan merayakan dibukanya kembali kota itu setelah penguncian akibat wabah corona selama dua bulan dengan pesta spektakuler. 

TRIBUNNEWS.COM, WUHAN - Semua pasien coronavirus yang dirawat di rumah sakit di Kota Wuhan, episentrum pandemic Covid-19, telah dinyatakan sembuh dan meninggalkan rumah sakit.

Di lain pihak Amerika Serikat (AS) mengumumkan pada Sabtu (25/4/2020) waktu setempat atau Minggu WIB, ada 895.766 positif Covid-19 (naik 30.181 orang) dan jumlah kematian bertambah 1.623 menjadi 50.439 jiwa.

"Ini hasil upaya bersama para profesional medis dari Wuhan dan dari seluruh negeri, pada 26 April, semua pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit telah diizinkan pulang," kata Mi Feng, Juru Bicara Komisi Kesehatan Nasional China (NHC), Minggu (26/4/2020).

Ia menambahkan total orang yang terjangkit Covid-19 di Wuhan sebanyak 46.452 orang.

Wuhan adalah kota pertama di dunia yang di-lock down karena virus corona.

Kini perlahan-lahan kembali ke sesuatu yang mungkin digambarkan sebagai normal, setelah berbulan-bulan ketakutan dan kecemasan.

Namun banyak warga khawatir tentang munculnya wabah gelombang kedua dan bisnis berjuang untuk bangkit kembali.

Kasus pertama Covid-19 terdeteksi di Wuhan pada pertengahan Desember. Dalam minggu-minggu berikutnya, jumlah kasus melonjak.

Baca: Peraih Nobel Kedokteran Jepang Sarankan Para Pelari Juga Menggunakan Masker

Mulai 23 Januari hingga 8 April, penduduk tidak dapat meninggalkan kota karena pemerintah China berusaha menahan wabah tersebut.

Namun terlepas dari upaya untuk menghentikan penyebarannya, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 2,6 juta orang di seluruh dunia.

Sedang Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada Sabtu melaporkan 895.766 kasus Covid-19, ada kenaikan sebanyak 30.181 kasus dari hitungan sebelumnya.

Angka CDC tidak mesti mencerminkan kasus-kasus yang dilaporkan oleh masing-masing negara bagian.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan orang pernah terjangkit Covid-19 belum tentu kebal dan terbebas dari serangan berikutnya.

"Belum ada bukti orang yang terinfeksi Covid-19 tidak akan mendapatkan infeksi kedua," kata WHO dalam laporan ilmiah yang dipublikasikan Jumat.

Baca: Inul Daratista Koleksi Berlian Asli karena Ingat Pesan Titiek Puspa

Antibodi

Ini merupakan peringatan terhadap pemerintah yang sedang mempertimbangkan mengeluarkan apa yang disebut "paspor imunitas" kepada orang-orang yang pernah terinfeksi Covid-19.

Muncul asumsi mereka aman untuk melanjutkan kehidupan normal.

"Pada titik pandemi ini, tidak ada cukup bukti tentang efektivitas kekebalan yang dimediasi antibodi untuk menjamin akurasi 'paspor imunitas' atau 'sertifikat bebas risiko,'" kata WHO.

Maria Van Kerkhove dari WHO sebelumnya mengatakan tidak diketahui apakah orang yang telah terpapar virus menjadi benar-benar kebal.

Orang-orang yang mengenakan pakaian pelindung dan masker tiba di Stasiun Kereta Api Hankou di Wuhan, untuk naik salah satu kereta api pertama yang meninggalkan kota di provinsi Hubei tengah China awal 8 April 2020. Pihak berwenang Cina mencabut larangan lebih dari dua bulan pada perjalanan keluar dari kota di mana pandemi global pertama kali muncul.
Orang-orang yang mengenakan pakaian pelindung dan masker tiba di Stasiun Kereta Api Hankou di Wuhan, untuk naik salah satu kereta api pertama yang meninggalkan kota di provinsi Hubei tengah China awal 8 April 2020. Pihak berwenang Cina mencabut larangan lebih dari dua bulan pada perjalanan keluar dari kota di mana pandemi global pertama kali muncul. (Hector RETAMAL / AFP)

Laporan singkat WHO yang baru menggarisbawahi sikap itu, dan cocok dengan pernyataan ilmiah lainnya tentang gagasan mengembangkan kekebalan.

Selama briefing Jumat, Masyarakat Penyakit Menular Amerika memperingatkan tidak cukup diketahui tentang tes antibodi untuk mendapatkan kekebalan.

Mary Hayden, juru bicara IDSA dan Kepala Divisi Penyakit Menular di Rush University Medical Center, mengatakan, "Kami tidak tahu apakah pasien yang memiliki antibodi ini masih berisiko terinfeksi ulang Covid-19. Saat ini, saya pikir kita harus berasumsi mereka bisa berisiko terinfeksi ulang."

Baca: 9 Negara Bantu Indonesia 77,49 Juta Dolar AS, Dukungan Terbesar dari Uni Eropa, Jepang dan Amerika

Ia merekomendasikan orang-orang yang mempunyai antibodi untuk tidak mengubah konsep jaga jarak fisik.

"Kami pikir ini adalah hal yang sangat penting untuk ditekankan karena kami khawatir antibodi akan menimbulkan salah tafsir. Orang-orang tidak perlu terkena risiko yang tidak perlu," kata Hayden. (cnn/feb)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan