CDC Peringatkan Dokter Tentang Penyakit Radang Misterius pada Anak-anak Terkait dengan Covid-19
CDC mengeluarkan pernyataan tentang "sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak" (MIS-C) yang terkait dengan Covid-19.
Penulis:
Bunga Pradipta Pertiwi
Editor:
Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat kembali memperingatkan para dokter terkait virus corona.
Kali ini tentang kondisi peradangan langka yang cukup mematikan.
Kondisi langka ini telah ditemukan pada anak-anak.
Dikutip dari Insider, pada Kamis (14/5/2020) CDC mengeluarkan pernyataan tentang "sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak" (MIS-C) yang terkait dengan Covid-19.
Ini mendesak pekerja medis untuk melaporkan siapa saja yang memiliki gejala ke departemen kesehatan.
Baca: Adakah Risiko Penularan Virus Corona dari Paket atau Surat yang Dikirim dari China? Ini Kata CDC
Baca: Presiden AS Donald Trump Menolak Saran CDC Pakai Masker: Kurasa Aku Tidak Akan Melakukannya

Dengan begitu akan lebih banyak yang dapat dipelajari tentang kondisi langka tersebut.
Mengingat saat ini mencatat bahwa saat ini informasi masih sangat terbatas.
Salah satu pasien gejala ini berusia sekitar 20 tahun yang telah terinfeksi virus corona.
Pasien mengalami demam setidaknya 38 derajat Celsius selama kurang lebih 24 jam.
Selain itu hasil laboratorium menunjukkan pasien juga memiliki peradangan yang cukup parah.
Secara klinis pasien membutuhkan rawat inap, dengan keterlibatan multi-sistem organ tanpa diagnosis lain yang masuk akal untuk masalah ini.
Penyakit yang telah membunuh beberapa anak, mirip dengan penyakit Kawasaki.
Penyakit ini menggelembungkan dinding arteri dan biasanya menyerang hanya satu dari 10 ribu anak.
Dokter mulai mempelajari MIS-C ketika kasus ini melonjak lebih tinggi dari tingkat penyakit Kawasaki biasanya, bersamaan dengan kasus corona yang meningkat secara global.
Baca: Tak Terima Positif Corona & Dijemput Petugas, Pasien Ini Ngamuk & Peluk Orang Lain Agar Tertular!
Baca: Dokter Bantah Pernyataan Kontroversial Indira Kalistha Soal Corona: Ini Bukanlah Virus yang Biasa
CDC mengatakan bahwa beberapa kasus mungkin terlihat seperti penyakit Kawasaki, tetapi kasus mereka masih harus dilaporkan jika mereka memiliki gejala untuk kondisi baru ini.
Dokter di beberapa daerah yang paling parah terkena virus corona telah melaporkan kasus sindrom inflamasi misterius ini pada anak-anak.
Dokter di Inggris mengungkap kasus ini pertama kali dilaporkan pada bulan April.
Mereka melihat kondisi serius pada anak-anak yang membutuhkan perawatan intensif.
“Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa sindrom peradangan terkait (Covid-19) muncul pada anak-anak di Inggris."
"Mungkin ada patogen infeksius lain yang belum teridentifikasi terkait dengan kasus-kasus ini," ungkap dokter tersebut.

Baca: Di Jepang Belum Ada Kasus Terkonfirmasi Hubungan Antara Penyakit Kawasaki dengan Covid-19
Baca: Karyawan Kantor Pos di Kawasaki Jepang Terinfeksi Corona, 230.000 Kiriman Pos Terbengkalai
Setidaknya ada seorang bocah lelaki berusia 14 tahun di Inggris meninggal karena penyakit ini.
Sementara itu tiga anak di New York juga meninggal karena penyakit yang sama.
Dari kasus tersebut, pada awal Mei para peneliti mengumumkan bahwa mereka sedang menguji antibodi anak-anak.
"Pakar medis di Inggris juga meneliti penyakit itu," kata pemerintah Inggris dikutip dari laman yang sama.
Beberapa negara, termasuk Prancis dan Spanyol, telah melaporkan kasus-kasus serupa.
Dokter di Italia mengumumkan bahwa mereka menemukan bukti yang menghubungkan penyakit langka itu dengan Covid-19 setelah menemukan antibodi virus corona pada sebagian besar anak yang terinfeksi.
Para dokter memberi nama penyakit ini Sindrom Multisistem Inflamasi Anak-anak.
Untuk sementara para dokter mengaitkannya dengan SARS-CoV-2, atau PIMS-TS.
CDC juga mengatakan bahwa belum jelas apakah penyakit ini juga dapat menyerang orang dewasa pada Kamis (14/5/2020).
Penyakit itu menimbulkan risiko baru bagi anak-anak.
Tampaknya penyakit tidak berasal dari infeksi virus corona, tetapi diyakini Covid-19 membantu penyebarannya.
(Tribunnews.com/Bunga)