Jumat, 12 September 2025

Korut Meradang dan Merasa Cuma Diberi Janji-janji Manis oleh Amerika

Korea Utara melihat sedikit alasan dalam mempertahankan hubungan pribadi antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dengan Trump

Sputnik News
Pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut), Kim Jong Un. 

TRIBUNNEWS.COM, PYONGYANG - Korea Utara melihat sedikit alasan dalam mempertahankan hubungan pribadi antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dengan Presiden AS Donald Trump jika Washington tetap berpegang pada kebijakan yang bermusuhan.

Hal itu diungkapkan oleh media pemerintah pada Jumat (12/6/2020) pada peringatan dua tahun para pemimpin bertemu untuk kali pertama.

Melansir Reuters, Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Son Gwon dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh kantor berita negara KCNA menyebutkan, kebijakan AS membuktikan Washington tetap menjadi ancaman jangka panjang bagi negara Korea Utara dan rakyatnya.

KTT Singapura pada Juni 2018 merupakan pertama kalinya seorang presiden Amerika Serikat bertemu dengan seorang pemimpin Korea Utara.

Akan tetapi, pernyataan yang keluar dari pertemuan itu tidak jelas secara spesifik, dan memilih empat komitmen umum.

KTT kedua pada Februari 2019 di ibukota Vietnam, Hanoi, gagal mencapai kesepakatan karena konflik atas seruan AS agar Korea Utara sepenuhnya menyerahkan senjata nuklirnya, dan tuntutan Korea Utara untuk pelonggaran sanksi.

Ri mengatakan, pemerintahan Trump tampaknya hanya fokus dalam hal mencetak poin-poin politik sambil berusaha mengisolasi dan mencekik Korea Utara, dan mengancamnya dengan serangan nuklir preemptive dan perubahan rezim.

Baca: Korut Gertak AS Tak Usah Campuri Urusan Hubungan Dengan Korsel Kalau Ingin Pilpres 2024 Lancar

"Kami tidak akan pernah lagi memberikan paket lain kepada eksekutif AS untuk digunakan demi pencapaian tanpa menerima pengembalian," katanya. "Tidak ada yang lebih munafik daripada janji kosong."

Pada hari Kamis, Korea Utara mengkritik Amerika Serikat karena mengomentari masalah antar-Korea, dan mengatakan Washington harus tetap diam jika ingin pemilihan presiden mendatang berjalan lancar.

Departemen Luar Negeri AS dan Gedung Putih tidak menanggapi pertanyaan konfirmasi dari Reuters.

Baca: Ini Pemicu Korut Meradang dan Ancam Korea Selatan

Pada hari Kamis, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan kepada kantor berita Korea Selatan Yonhap bahwa Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk berdialog dengan Korea Utara, dan terbuka untuk pendekatan yang fleksibel untuk mencapai kesepakatan yang seimbang.

Ri mengatakan, keinginan Korea Utara untuk membuka era kerja sama baru berjalan sedalam sebelumnya, tetapi situasi di semenanjung Korea setiap hari semakin memburuk.

"AS mengaku sebagai advokat untuk meningkatkan hubungan dengan DPRK, tetapi pada kenyataannya, mereka hanya memperburuk situasi," kata Ri.

Nama resmi Korea Utara adalah Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK).

Korea Utara akan terus membangun pasukan militernya untuk mengatasi ancaman dari Amerika Serikat, kata Ri.

Hentikan komunikasi dengan Korsel

Korea Utara akan memutus semua jalur komunikasi antar-Korea dengan Korea Selatan, termasuk hotline antara pemimpin kedua negara.

Pemerintah Korea Utara mengatakan, ini adalah tindakan pertama dari serangkaian aksi yang menandakan Korea Selatan sebagai 'musuh'.

Hotline kantor penghubung yang terletak di kota perbatasan Korea Utara, Kaesong, telah dihentikan mulai Selasa (9/6/2020).

Diketahui, kedua negara ini memiliki kantor penghubung untuk mengurangi ketegangan sejak 2018 melalui telepon.

Namun, karena adanya pembatasan akibat Covid-19, kantor penghubung ditutup sementara pada Januari 2020.

Baca: Media Korea Utara Sebut Kim Jong Un Bekerja Tanpa Istirahat dan Tanpa Tidur, Tak Ada Libur Baginya

Baca: Korea Utara Beri Dukungan kepada China soal Hong Kong, Kecam Campur Tangan AS

"Korea Utara akan sepenuhnya memutus dan menutup jalur penghubung antara pihak berwenang Korea Utara dan Korea Selatan, yang selama ini melalui kantor penghubung bersama Utara-Selatan, mulai pukul 12.00 pada 9 Juni 2020," Korean Central News Agency (KCNA) melaporkan, dilansir BBC.

Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un.
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un. (AFP)

Komunikasi via telepon antara dua negara terjalin dua kali sehari melalui kantor, yakni pada pukul 09.00 dan 17.00.

Namun, Senin (8/6/2020) lalu, Korea Selatan mengatakan, untuk pertama kalinya dalam 21 bulan, panggilan pagi belum dijawab, meskipun komunikasi sore hari dilakukan.

"Kami telah mencapai kesimpulan bahwa tidak perlu duduk berhadapan dengan pihak berwenang Korea Selatan dan tidak ada masalah untuk berdiskusi dengan mereka, karena mereka hanya membangkitkan kekecewaan kami," kata KNCA.

Tak hanya jalur komunikasi antar kedua pemimpin, saluran komunikasi militer juga akan diputus.

Baca: Belajar dari Korea Selatan, Indonesia Diminta Tak Terburu-buru Menerapkan New Normal

Sebelumnya, pada pekan lalu, Kim Yo Jong, saudara perempuan Kim Jong Un, mengancam untuk menutup kantor, apabila Korea Selatan tidak menghentikan para kelompok pembelot untuk mengirimkan selebaran ke Korea Utara.

Dia mengatakan, kampanye selebaran itu merupakan tindakan permusuhan.

Tindakan itu dianggap melanggar perjanjian damai yang dibuat pada KTT Panmunjom 2018 antara pemimpin Korea Selatan dan Korea Utara, Moon Jae In dan Kim Jong Un.

Dalam kampanye selebaran tersebut, para pembelot Korut terkadang mengirim balon-balon yang membawa selebaran kritis ke Korea Utara.

Terkadang pula, pasukan pembelot membujuk orang Korea Utara untuk mengambilnya.

Padahal, hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan tampak membaik pada 2018.

Kala itu, para pemimpin kedua negara bertemu tiga kali.

Pertemuan tingkat tinggi semacam itu tidak pernah terjadi dalam lebih dari satu dekade sebelumnya.

Donald Trump dan Kim Jong Un saat bertemu di Hanoi, Vietnam pada Februari 2019.
Donald Trump dan Kim Jong Un saat bertemu di Hanoi, Vietnam pada Februari 2019. (US Network Pool via TIME)

Namun, Pyongyang memutuskan kontak dengan Seoulsetelah pertemuan Kim Jong Un dan Presiden AS, Donald Trump di Hanoi tahun lalu.

Itu membuat pembicaraan tentang nuklir terhenti.

Secara teknis, Korea Utara dan Korea Selatan masih berperang karena tidak ada kesepakatan damai yang tercapai ketika Perang Korea berakhir pada 1953.

Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata daripada perjanjian damai.

Korea Utara Berjanji akan Buat Korea Selatan Menderita

Meski sudah mengancam akan menutup kantor penghubung antara Korea Utara- Korea Selatan di perbatasan, juga membatalkan perjanjian militer serta proyek lainnya, Korut rupanya sedang berencana membuat Korsel menderita.

Sebelumnya, Korut melalui pernyataan Kim Yo Jong, adik dari pemimpin tertinggi negara itu, Kim Jong Un, mengirim ancaman kepada Korsel.

Dia mengatakan mereka akan mengancam membatalkan perjanjian militer dan menutup kantor penghubung di perbatasan jika Korsel gagal membatasi aktivitas para pembelot Korut yang menyebar pesan propaganda anti-Pyongyang di perbatasan.

Petugas penjaga perbatasan Korea Utara dan Selatan
Petugas penjaga perbatasan Korea Utara dan Selatan (BUSINESS INSIDER)

Pihak Korsel pasca-ancaman itu langsung merespons mereka akan membuat undang-undang yang akan membatasi pergerakan aktivis serta pembelot Korut di perbatasan.

Namun, UU itu tampaknya memicu perdebatan tentang potensi pelanggaran kebebasan berekspresi di Korsel.

Baca: Pemimpin Kelompok Warga Jepang yang Diculik Korea Utara Meninggal Dunia

Baca: Suami Istri Tewas Dieksekusi Regu Tembak Lantaran Coba Kabur dari Korea Utara, Awalnya Disiksa

Dilansir media Prancis, AFP, Juru bicara Departemen Unifikasi Korea Utara pada Jumat (5/6/2020) mengatakan, "Pertama-tama, kami tentu akan menarik kantor penghubung Utara-Selatan."

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan