Jadi Korban Perseteruan AS dan China, Aplikasi TikTok Dicurigai Jadi Alat Mata-mata
Presiden Donald Trump, mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan pelarangan aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan Cina ByteDance.
Penulis:
Febby Mahendra
Editor:
Dewi Agustina
JUTAAN penggemar dan pengguna aplikasi video pendek TikTok di Amerika Serikat (AS) mulai waswas. Aplikasi yang juga digemari di Indonesia itu secara cepat menjadi bagian penting dari budaya populer di AS, berfungsi sebagai platform untuk joget kreatif, meme, serta sindiran politik.
Facebook, kekuatan dominan di media sosial, telah mencoba untuk mencontoh aplikasi Tiktok yang berasal dari China, tetapi sejauh ini tidak memperlambat penetrasi Tiktok.
Saat ini TikTok menghadapi ancaman menakutkan, bukan dari pesaing, tetapi dari pemerintah AS.
Presiden Donald Trump, Selasa (7/7/2020) lalu mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan pelarangan aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan Cina ByteDance.
Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo juga melontarkan senada.
Tuduhannya tidak main-main, AS menuding TikTok dimanfaatkan China untuk kegiatan mata-mata.
Di AS, aplikasi Tiktok telah diunduh 165 juta kali.
Tahun lalu, pemimpin minoritas Senat Chuck Schumer dan Senator Republik dari Arkansas Tom Cotton meminta komunitas intelijen untuk menilai risiko yang mungkin ditimbulkan TikTok terhadap keamanan nasional.
TikTok tentu saja membantah tegas dan menyebut tuduhan itu tidak berdasar.
Untuk membuktikan independensi TikTok dari campur tangan pemerintah China, perusahaan menunjuk CEO warga negara AS.
Baca: Viral Video TikTok Wanita Pamer Pacar Posesif dan Mengaku Nyaman, Begini Tanggapan Psikolog
Baca: Fakta Viral TikTok Gunung Prau Dibanjiri Pendaki, Perekam Beri Pengakuan dan Pengelola Angkat Bicara
"Kami tidak pernah memberikan data pengguna kepada pemerintah China, dan kami juga tidak akan melakukannya jika diminta," ujar TikTok.
AS rupanya tidak sendirian. India juga melontarkan pernyataan akan melarang TikTok dan aplikasi China lainnya setelah bentrokan perbatasan berdarah antara tentara India dan China.
Meskipun para pemimpin seperti Menlu Mike Pompeo menggambarkan TikTok sebagai bahaya saat ini, banya komunitas keamanan dunia maya mengatakan adanya fakta yang lebih kompleks.
TikTok bisa menjadi ancaman bagi keamanan AS dilihat dari skenario tertentu.
Beberapa analis juga mengatakan masalah ini dipersulit oleh sikap agresif Trump terhadap China.
"Pemerintahan Trump memilih pendekatan keamanan untuk menangani masalah ini. Tampaknya, begitu perusahaan China menjadi sorotan pemberitaan, tiba-tiba menjadi target baru," kata Justin Sherman, seorang praktisi keamanan dunia maya, Prakarsa Statecraft Cyber.
Untuk memahami mengapa pembuat kebijakan memandang TikTok sebagai risiko, ada baiknya mengetahui cara kerja perusahaan.
TikTok dimiliki oleh startup paling bernilai di dunia, sebuah perusahaan China bernama ByteDance. Tetapi TikTok tidak beroperasi di China dan berfungsi sebagai anak perusahaan independen.
Kekhawatiran utama, ByteDance dapat dipaksa untuk menyerahkan data pengguna TikTok di AS kepada pemerintah China, di bawah undang-undang keamanan nasional negara itu.
TikTok mengatakan pihaknya menyimpan data pengguna Amerika di server berbasis di AS yang tidak tunduk pada hukum China.
Baca: Fakta-fakta Video TikTok Viral Karyawan KFC, Baik Hati dan Cekatan Bantu Para Pelanggan
Baca: China Terbitkan UU Keamanan Nasional Baru, TikTok Pilih Hengkang dari Hong Kong: Hanya Pasar Kecil
Bukan Alat Intelijen
Beberapa pakar keamanan mengatakan kepada CNN, meskipun tautan TikTok ke perusahaan swasta China layak dikhawatirkan, aplikasi itu tidak akan berguna untuk spionase.
"Adalah benar untuk curiga terhadap orang China. Tapi aku tidak yakin TikTok adalah alat intelijen yang bagus untuk mereka," kata James Lewis, Wakil Presiden Senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional, sebuah think tank keamanan.
Sebagaimana beberapa aplikasi media sosial dan perusahaan teknologi lainnya, TikTok secara otomatis mengumpulkan informasi geolokasi pengguna, alamat IP, pengidentifikasi perangkat unik, dan konten pesan dalam aplikasi, sesuai kebijakan privasinya.
Samm Sacks, seorang senior di Yale Law School yang telah mempelajari hukum China mengatakan kukum keamanan nasional China mengandung lebih banyak wilayah abu-abu daripada yang disadari banyak orang.

Menurut Sacks, perusahaan-perusahaan China berhasil menolak atau membuat hambatan terhadap tuntutan Beijing untuk data di masa lalu.
"Pemerintah China tidak harus memiliki akses real-time tanpa batas ke semua data perusahaan. Korporasi di Tiongkok tidak identik dengan pemerintah Tiongkok atau Partai Komunis Tiongkok. Mereka memiliki kepentingan komersial sendiri yang dilindungi," katanya.
Pada Januari, tim peneliti keamanan mengumumkan mereka telah menemukan beberapa kerentanan di TikTok.
Kelemahannya, jika dibiarkan tidak ditonton, dapat memberi peluang kepada penyerang (hacker) menguasai akun TikTok, mengubah pengaturan privasi pada video TikTok, mengunggah video tanpa izin, dan mendapatkan data pengguna.
Temuan itu menimbulkan pertanyaan penting tentang kemampuan TikTok untuk menjaga privasi pengguna.
Tetapi insinyur perusahaan tampaknya mempunyai itikad baik, menurut Oded Vanunu, seorang spesialis keamanan di Check Point Research, yang memimpin kelompok peneliti.
Baca: Download MP3 Love Story-Taylor Swift yang Ngetren di TikTok: Romeo Save Me Somewhere We Can be Alone
Baca: Viral Driver Ojol Usia 55 Tahun Buat Video TikTok, Berawal dari Kisah Coba Fitur Verifikasi Muka
TikTok, katanya, tampaknya termotivasi untuk memperbaiki kekurangannya.
"Dari sudut pandang kami, mereka sangat senang mendapatkan informasi semacam ini dan senang bekerja sama."
Ketika ditanya apakah temukan itu membuat TikTok dapat disebut sebagai aplikasi yang tidak dapat dipercaya, Vanunu mengatakan kelemahan itu dihadapi semua perusahaan perangkat lunak, bahkan yang besar.
Perbedaannya, TikTok adalah perusahaan yang relatif muda dan tidak berpengalaman.
"TikTok berkomitmen untuk melindungi data pengguna. Seperti banyak perusahaan lainnya, kami mendorong para peneliti keamanan mengungkapkan kerentanan kepada kami," kata Tiktok dalam pernyataannya. (cnn/feb)