AS dan Inggris Tuduh Rusia Luncurkan Senjata Luar Angkasa Baru, hingga Sebut Ada Bukti
Militer Inggris dan AS menuduh Rusia melakukan uji coba senjata anti-satelit awal bulan ini, Kamis (23/7/2020).
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Militer Inggris dan AS menuduh Rusia melakukan uji coba senjata anti-satelit awal bulan ini, Kamis (23/7/2020).
Ini merupakan kali pertama AS menuduh Moskow menguji senjata semacam itu.
"Komando Luar Angkasa AS memiliki bukti bahwa Rusia melakukan uji non-destruktif terhadap senjata anti-satelit berbasis ruang angkasa," kata militer AS dalam sebuah pernyataan.
Lebih lanjut pihaknya mengatakan bahwa pada 15 Juli lalu Rusia meluncurkan objek baru ke orbit dari Cosmos 2543, satelit Rusia yang berada di orbit sejak 2019.
Pernyataan itu juga mengatakan objek baru dilepaskan di dekat satelit Rusia lainnya, dikutip dari CNN.
Baca: Cari Tanda-tanda Kehidupan, China Berhasil Luncurkan Misi Satelit Tanpa Awak ke Planet Mars
Baca: Antisipasi Korut dengan Senjata Nuklirnya, Korsel Luncurkan Satelit Militer Pertama ke Luar Angkasa

Menurut militer AS dan Inggris, hal itu tidak konsisten dengan misi satelit pengawas.
"Tindakan semacam ini mengancam penggunaan ruang secara damai dan berisiko menyebabkan puing-puing yang dapat menimbulkan ancaman bagi satelit dan sistem ruang angkasa."
"Kami menyerukan Rusia untuk menghindari pengujian lebih lanjut seperti itu," kata kepala Direktorat Antariksa Inggris, Harvey Smyth dalam sebuah pernyataan.
Tuduhan ini mencuat di tengah memanasnya hubungan Washington dan Moskow terkait sejumlah masalah.
Dalam beberapa hari terakhir, AS menuduh Rusia melakukan sejumlah kegiatan yang mengancam, sebagaimana tuduhan peretasan organisasi pengembang vaksin Covid-19.
Selain itu AS menuduh Rusia atas pelanggaran HAM dan menggunakan tentara bayaran untuk mengguncang Libya.
Sebelumnya muncul laporan bahwa Rusia menawarkan insentif kepada militan terkait Taliban untuk menyerang pasukan AS di Afghanistan.
Meski AS pernah menuduh Moskow menguji senjata anti-satelit, tapi ini merupakan kali pertama AS menuding Rusia secara terbuka menyoal uji coba senjata di orbit.
Di mana senjata semacam itu ditempatkan di luar angkasa.
Baca: AS Mendakwa 2 Warga China Setelah Meretas Data Perusahaan Militer dan Penelitian Covid-19 Dunia
Baca: Dongrak Ekspor ke AS, Pemerintah Targetkan GSP Segera Tuntas

"Sistem satelit Rusia yang digunakan untuk melakukan uji senjata on-orbit ini adalah sistem satelit yang sama yang kami kemukakan tentang awal tahun ini, ketika Rusia bermanuver di dekat satelit pemerintah AS," kata Komandan Komando Antariksa AS dan Kepala Operasi Antariksa Angkatan Udara AS, Jenderal John W. 'Jay' Raymond dalam pernyataannya.
Menurutnya Rusia berupaya mengembangkan dan menguji sistem berbasis ruang angkasa.
AS juga menuduh Rusia melakukan uji coba rudal anti-satelit pada April.
Senjata anti-satelit Rusia dan China disebut-sebut sebagai salah satu alasan AS ingin membangun cabang militer yang fokus pada ruang angkasa.
Satelit AS memainkan peran penting dalam segala hal mulai dari navigasi, penargetan senjata, dan pengumpulan intelijen.
Satelit ini juga mampu mengawasi program senjata nuklir Korea Utara dan memantau aktivitas militer Rusia dan China.
Munculnya benda luar angkasa dari Rusia dan China menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan Beijing dan Moskow menargetkan satelit.
Beberapa hari sebelum tes senjata berbasis ruang angkasa Rusia yang baru, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa mereka berencana mengadakan pertemuan 'Space Security Exchange' dengan perwakilan Rusia pada akhir bulan ini.
Asisten Menteri Luar Negeri AS, Christopher Ford yang melakukan pertemuan dengan Rusia mengecam uji senjata luar angkasa itu, Kamis (23/7/2020).
Rusia Dituduh Meretas Informasi Vaksin Covid-19
Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada menuduh Rusia meretas data vaksin Covid-19, Kamis (16/7/2020).
National Cybersecurity Centre Inggris menyakini bahwa peretas itu merupakan bagian dari intelijen Rusia.
Badan-badan intelijen di Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada mengatakan kelompok peretas itu bernama APT29 atau biasa dikenal Cozy Bear, dikutip dari Associated Press.
Kelompok ini menyerang lembaga penelitian akademik dan farmasi yang terlibat dengan pengembangan vaksin Covid-19.
Baca: Ketegangan AS-China di Laut China Selatan Kian Meningkat, Bagaimana Indonesia Harus Bersikap?
Baca: Terimbas Lonjakan Kasus Covid-19 di AS, American Airlines Siap-siap PHK 25 Ribu Karyawan

Namun ketiga negara itu tidak menyebutkan secara spesifik perusahaan apa yang ditargetkan para peretas tersebut.
Kelompok ini juga diketahui pernah meretas akun email Demokrat selama Pemilu AS 2016.
Belum jelas informasi apa saja yang telah dicuri itu.
"Ini benar-benar tidak dapat diterima bahwa Dinas Intelijen Rusia menargetkan orang-orang yang bekerja untuk memerangi pandemi Covid-19," kata Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)