Perlu Perlindungan Data dan Keamanan Teknologi dalam Industri Pembayaran Digital
Semuel Abrijani Pangerapan mengingatkan pentingnya untuk mengelola dan memanfaatkan data pribadi sesuai peruntukannya
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlindungan data dan keamanan teknologi dalam industri pembayaran digital menjadi sangat penting saat ini.
Masyarakat khususnya para pedagang dan konsumen perlu untuk memperhatikan aspek ini agar semua transaksi aman dan terlindungi, serta memberikan kepercayaan publik untuk bertransaksi secara digital.
Topik ini menjadi pembahasan dalam Webinar "Tantangan Perlindungan Data dan Keamanan Teknologi Dalam Industri Pembayaran Digital" yang digelar Xendit di Jakarta belum lama ini.
Hadir sebagai pembicara Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, pakar Cybersecurity & Co-Founder Indonesia Cyber Security Forum (ISCF) Ardi Studeja, dan Engineering Manager Infrastructure and Security Xendit Theo Mitsutama.
Semuel Abrijani Pangerapan mengingatkan pentingnya untuk mengelola dan memanfaatkan data pribadi sesuai peruntukannya.
Baca: Bank Syariah Harus Go Digital Agar Bisnisnya Tetap Berkembang di Pandemi Covid-19
“Dalam RUU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini dibahas di DPR, data saya di tempat Anda bukan berarti dapat digunakan seenaknya tapi sesuai peruntukannya, contohnya di market place itu, data saya bisa ada di tangan empat pihak hanya dalam satu transaksi mulai dari aplikasi, merchant, pengiriman, sampai sistem pembayaran," katanya.
Sehingga, kata dia apabila Anda dari pihak logistik, penggunaannya hanya terbatas untuk mengantar barang hingga tujuan dan tidak boleh dipakai untuk kepentingan yang lain, karena saya kasih izin data saya hanya untuk pengantaran barang.
Dikatakan, Indonesia saat ini sangat serius mendorong perkembangan ekonomi digital.
Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mempercepat transformasi digital, apalagi mengingat dampak dari pandemi Covid19 yang terjadi saat ini dengan kebutuhan digital makin cepat, disamping terus membangun infrastruktur baik itu Palapa Ring, pembangunan BTS hingga satelit.
Baca: Rossi Akui Sempat Ada Masalah Soal Durasi Kontrak Dengan Tim Satelit Yamaha
“Ini kita siapkan agar masyarakat bisa beraktivitas. Karena ke depan ruang fisik dan ruang digital itu tidak ada beda,” katanya.
Semuel mengingatkan, data yang dikumpulkan oleh pihak platform, aplikasi atau pelaku industri bukanlah milik mereka, karena itu dibutuhkan rambu rambu dan pengendalian.
“Pengendalian kita kerja sama dengan berbagai pihak kalau untuk fintech dengan OJK, payment dengan BI. Kita tidak kerja sendiri mengendalikan ruang digital,” sambungnya meminta semua pihak untuk terus melakukan inovasi.
Ardi Studeja menyebut pentingnya membangun budaya perlindungan data pribadi dengan melibatkan semua pihak secara bersama sama. Bagi penyelenggara aplikasi dan platform penting menyadari perlindungan data pribadi akan berimbas pada kepercayaan publik dan juga berdampak keuangan juga. Sementara masyarakat juga jangan begitu mudah untuk memberikan data.
“Data memiliki nilai. Kenapa peretasan marak sekali karena yang diretas itu punya nilai ekonomi bisa diperjual belikan. Hampir semua platform digital menghimpun data pribadi, dan dari pengalaman semua kebocoran data justru 90 persen ada pada orang, dan 10 persen dari teknologi,” katanya.
Nanti, dengan UU Perlindungan Data Pribadi, mereka tidak bisa lagi bersembunyi dengan aturan privasi.
Baca: Berpisah dengan Anak Istri, Pria Maggarai Timur Stres Lalu Bunuh Diri
Masyarakat juga diminta tidak mudah membongkar data pribadinya.
Ini harus kita bangun kesadaran masyarakat karena terkadang tanpa sadar kitapun memberikan data pribadi secara sukarela, bahkan KTP banyak bertebaran di Google, termasuk data kesehatan, lokasi.
Yang memanfaatkannya justru pihak lain. Hampir semua aplikasi ada yang menghimpun data di HP kita ada semua diaktifkan.
Ardi kemudian menyebut enam tantangan yang harus dihadapi saat ini.
Pertama, menyadari perubahan yang disebabkan teknologi dan perlu perubahan perilaku dan kebiasaan.
Kedua, fokus pada manusia karena keamanan siber itu 90 persen tergantung pada manusia.
Ketiga, pembangunan budaya digital.
Keempat, manajemen krisis jika terjadi kebocoran data.
Kelima, handphone adalah bank data karena itu harus dilindungi. Keenam, SDM Indonesia perlu didorong bukan hanya pengguna teknologi tapi pencipta teknologi.
Theo Mitsutama yang membawa topik "Peran Penyedia Layanan Payment Gateway Di Dalam Menjaga Keamanan Pembayaran Digital Bagi Pelaku Bisnis Dari Resiko Ancaman Cyber", mengakui para pedagang saat ini memiliki concern paling tinggi pada keamanan payment gateway.
Baca: Pilihan Mudah Bersama HP: Identitas Produk UMKM di Era Transformasi Digital
Namun, mereka selalu bingung untuk memilih mana payment gateway yang benar benar aman.
“Hal pertama, silakan dicek apakah payment gateway tersebut sesuai dengan peraturan internasional dan lokal, seperti terdaftar di Kemenkominfo sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE), memiliki izin, terdaftar dan diotorisasi oleh Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Payment Gateway, lalu mencapai PCI DSS Level 1 atau level tertinggi,” kata Theo.
Menurutnya, standar keamanan dari regulator ini harus dipatuhi, bahkan di Xendit mereka melampaui standar keamanan dasar regulator.
Sistem, proses, dan lokasi payment gatewayseperti Xendit diaudit secara berkala oleh auditor eksternal untuk memastikan Xendit terus mematuhi bidang-bidang seperti bangun koneksi jaringan yang aman.
“Xendit mengamankan koneksi jaringan untuk semua layanan menggunakan TLS (SSL), termasuk situs web publik kami dan Dasbor. Kemudian melindungi data rahasia, melakukan enkripsi terhadap data sensitif. Semua data sensitif seperti nomor kartu dienkripsi dengan AES-256. Kunci dekripsi disimpan di mesin terpisah,” ucapnya.
Pada bagian lain, Xendit menjaga kebijakan keamanan informasi. Kebijakan keamanan yang kuat menetapkan standar untuk keamanan yang mempengaruhi seluruh organisasi perusahaan, dan menginformasikan karyawan tentang tugas yang diharapkan terkait dengan keamanan.
“Semua karyawan kami diwajibkan untuk menyadari pentingnya keamanan dan patuh terhadap aturan perusahaan mengenai keamanan informasi.”
Xendit memiliki sistem deteksi penipuan yang dapat digunakan untuk mencegah kasus penipuan transaksi kartu. Hal ini mencakup alamat IP daftar hitam, alamat email daftar hitam, kartu daftar hitam. “Kami juga dapat melakukan: Daftar Hitam IP dari negara berisiko tinggi, pemeriksaan sesi berdasarkan kriteria tertentu, dan penyalahgunaan promosi.
Theo Mitsutama pun mengajak semua orang untuk menjadikan masalah keamanan menjadi sederhana dan menyenangkan untuk Anda dan karyawan Anda, melalui beberapa cara seperti menggunakan gamifikasi untuk menarik lebih banyak partisipasi dalam pelatihan keamanan, membangun otomatisasi seputar pengujian keamanan, mengatakantidak pada daftar periksa manual, serta menggunakan SSO dan pengelola kata sandi (password manager) untuk mengelola banyak kata sandi.*