Pemilihan Presiden Amerika Serikat
Cerita Tsamara Amany tentang Kondisi di AS Jelang Pilpres: Terjadi Polarisasi Sangat Tajam
Saat ini tengah berlangsung pemilihan presiden di AS. Dua calonnya, yakni capres Donald Trump dan cawapres Mike Pence dari Partai Republik.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia Tsamara Amany Alatas menggambarkan situasi politik di Amerika Serikat (AS). Tsamara yang tengah menempuh pendidikan di AS, mengatakan, polarisasi antara Partai Republik dan Partai Demokrat sangat tajam.
Hingga berita ini diturunkan, masih berlangsung pemilihan presiden di AS. Dua calonnya, yakni capres Donald Trump dan cawapres Mike Pence dari Partai Republik. Satu lainnya, yakni capres Joe Biden dan Kamala Harris.
Dua partai mendominasi politik di AS. Beda dengan politik Indonesia yang multi-partai, politik di AS didominasi Partai Republik dan Partai Demokrat. "Sehingga ketika ada perbedaan, perbedaannya tajam atau polarisasi tajam efeknya terhadap kebijakan memang panjang," ujar Tsamara kepada Tribun Network, Minggu (1/11).
Baca juga: Situasi Amerika Jelang Pilpres Semakin Panas: Covid-19 Jadi Alat Politik
Tsamara memberi contoh polarisasi di AS bisa dilihat dalam kebijakan ekonomi jilid II untuk membantu warga yang terdampak secara ekonomi karena Covid-19. Pada saat ini, terjadi deadlock antara Partai Republik dan Partai Demokrat.
"Terjadi deadlock, mereka sama-sama belum menyetujui plan masing-masing terkait kebijakan yang dimasukkan ke dalam kebijakan ekonomi jilid II," kata Tsamara.
Baca juga: Donald Trump Beri Isyarat Tak Mau Terima Hasil Pemilu Jika Kalah, Pendukungnya Setuju
Perdebatan, menurut Tsamara, juga sempat memanas, ketika Partai Demokrat menawarkan agar menjaga protokol kesehatan, maka pemilihan atau voting dilakukan dengan mengirim lewat pos. Namun, calon presiden dari Partai Republik Donald Trump tidak setuju perihal itu.
"Di AS publik bisa vote lebih dulu, baik itu ke polling station, artinya ke TPS atau via pos, mungkin karena covid saat ini banyak sekali partisipasi pemilih yang ikutan early voting via mail atau bahkan datang ke TPS sebelum waktu pemilihan," ucap Tsamara.
Baca juga: Tsamara Amany Kritik Keras Cuitan Dugaan Pelecehan, Keponakan Prabowo Geram: Pengecut!
Dengan pandemi virus corona yang masih mengganas di AS, tahun ini banyak warga yang mengambil opsi untuk melakukan early voting, dibandingkan datang ke TPS pada hari pemilihan. Menurut pemberitaan sejumlah media di AS, angka pemilih yang masuk sudah lebih dari 90 juta. Bahkan partisipasi anak muda naik secara signifikan.
"Sebuah survei dari Harvard Institute of Politic terhadap anak muda 18-29 tahun, pernah dilakukan dan mereka menemukan 63 persen dari mereka sudah yakin pasti memilih pada Pemilu, mereka sudah memutuskan dan akan memilih pada Pemilu," tutur Tsamara.
Angka ini lebih besar dibandingkan tahun 2016 ketika Harvard waktu itu, menyebutkan 47 persen anak muda yang pasti memutuskan akan memilih pada hari H. "Data hari ini menunjukkan sekitar 6 juta anak muda di bawah usia 30 tahun sudah menentukan pilihannya," kata Tsamara.
Untuk sementara hasil survei dari Vox News Pol menyebutkan, Biden memimpin berkiar 52 hingga 44 persen. "Survei-survei pada umumnya, Trump tertinggal 8 poin. Nah ini defisit lebih besar dibanding kali pertama Trump maju melawan Hilary pada 2016 tapi di AS meskipun Trump tertinggal," ucap Tsamara.
Tsamara mengatakan pemilihan di AS berbeda dengan pemilihan di Indonesia, karena menggunakan sistem electoral college. Sementara Indonesia menggunakan sistem one man, one vote.
Baca juga: Donald Trump Unggah Video Para Suporternya Kepung Bus Kampanye Joe Biden, Demokrat Sebut Intimidasi
"Kalau di AS sistemnya adalah state mana yang memiliki perwakilan elektoral paling banyak, jadi setiap state punya suara yang lebih besar dibandingkan state lain, di AS kuncinya itu menjadi utama," ucapnya.
Jika di Indonesia populasi yang menjadi kunci, maka di AS state mana yang paling banyak electoral college. Hal ini yang membuat Donald Trump pada 2016 berhasil memenangkan Pemilu AS. "Karena itu kuncinya memenangkan state-state atau daerah kunci," ujar Tsamara.
Pada tahun ini terdapat belasan state yang ditengarai menjadi swing state, yakni Arizona, Georgia, Florida, Iowa, Michigan, Minnesota, Nevada, New Hampshire, North Carolina, Ohio, Pennsylvania, Texas, dan Wisconsin.
Baca juga: Obama: Joe Biden Saudara Saya, Dia Akan Menjadi Presiden yang Hebat
"State-state di mana itu bukan state basis Demokrat atau Republik. State yang masih dinamis. Bisa dimenangkan oleh siapa saja," kata Tsamara.
Sejauh ini, kata Tsamara, situasi politik di AS memanas. Karena masih terjadi demonstrasi #BlackLivesMatter terkait kematian George Floyd. Dan belum dapat diprediksi siapa yang akan memenangi pemilihan.
"Tidak bisa diprediksi siapa yang akan menang. Terakhir kali 2016 Trump tetap menang. Kita lihat siapa yang menang politik itu misteri, kita tidak tahu siapa yang akan menang, kadang-kadang survei bisa salah," tuturnya.