Selasa, 2 September 2025

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Trump Kini di Ambang Kekalahan, Apa Saja yang Sudah Dilakukan Selama 4 Tahun Jadi Presiden AS?

Trump mengklaim bahwa tidak ada pemerintahan yang mencapai lebih tinggi daripada yang dicapainya dalam periode pertama sebagai Presiden AS.

Tangkap layar CNN
Donald Trump memprotes jalannya Pemilu 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Donald Trump telah menjadi presiden Amerika Serikat selama 4 tahun.

Ia mengklaim bahwa tidak ada pemerintahan yang mencapai lebih tinggi daripada yang dicapainya dalam periode pertama sebagai Presiden Amerika Serikat ( AS).

Terlepas dari penanganan pandemi virus corona yang dicap gagal dan banjir kritik, sebenarnya seberapa baik pencapaian Trump di periode pertama setelah menang pilpres AS 2016?

Berikut adalah rangkumannya yang dilansir dari pemberitaan AFP, Kamis (29/10/2020).

1. Tembok

Tembok sepanjang 595 kilometer dibangun di sepanjang perbatasan AS-Meksiko untuk mencegah masuknya imigran ilegal.

Badan Bea Cukai dan Perbatasan AS mengatakan, tembok itu adalah perbaikan dan penambahan dari struktur yang sudah ada sebelumnya, tidak benar-benar baru.

Trump berjanji mendeportasi 3 juta imigran tak berdokumen, tapi belum sampai setengahnya yang didepak dari "Negeri Paman Sam".

Meksiko juga tidak ikut patungan untuk membangun tembok itu, berbeda dengan yang diklaim Trump.

2. Kebijakan 'America First'

'America First' adalah slogan nasionalis Trump yang menggambarkan kebijakan diplomasi unilateral, proteksionisme, perang dagang, dan memaksa dunia untuk menghormati AS.

Salah satu efek dari kebijakan ini adalah perang dagang dengan China.

Di saat China berpegang pada perjanjian untuk membeli lebih banyak produk pertanian AS, tarif impor yang dibebankan ke China enam kali lebih tinggi daripada sebelum perang dagang dimulai pada 2018, ujar Peterson Institute for International Economics, dikutip dari AFP.

Para mitra dagang juga kecewa dengan kebijakan ini, membalas proteksionisme AS dengan balik menjatuhkan biaya atas barang-barang seperti bourbon dan hasil pertanian, lalu mewajibkan pemerintah AS memberikan bantuan ke jutaan petani.

Defisit perdagangan AS hampir mencapai 577 miliar dollar tahun lalu, meningkat lebih dari 100 miliar dollar dari pemerintahan Barack Obama.

3. Mengakhiri "perang bodoh"

Saat berkampanye di pemilu Amerika 2016, Trump berjanji akan mengakhiri petualangan militer AS atau yang disebutnya "perang bodoh" (stupid wars).

Kebijakan ini bisa dibilang berhasil tapi juga tidak. Kritikus mengkhawatirkan Trump yang minim pengalaman dan temperamental akan melakukan kesalahan dalam konflik, tapi akhirnya tidak.

Meski awalnya saling menghina dengan Kim Jong Un, Trump berhasil melakukan langkah rekonsiliasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu masuk Korea Utara untuk bertemu Kim.

Pembicaraan damai antara Taliban dengan pemerintah Afghanistan yang didukung AS juga sedang berlangsung, memperlebar peluang untuk penarikan semua pasukan AS setelah invasi hampir 20 tahun.

Ada juga serentetan perjanjian oleh negara-negara mayoritas Muslim seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Sudan yang menormalisasi hubungan dengan Israel, yang semakin mengisolasi Iran serta Palestina.

Sisi negatifnya, Korea Utara belum mundur dari program nuklirnya. Kekerasan masih terjadi di Afghanistan dan penarikan pasukan dari Irak belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Sementara itu penarikan sebagian kecil pasukan AS di lokasi strategis Suriah justru bisa membuat Rusia semakin memperkuat pengaruhnya di sana.

4. Perekonomian terbesar dalam sejarah

Trump berjanji memakai insting bisnisnya di Gedung Putih dan berulang kali mengklaim bahwa dia telah membangun perekonomian terbesar sepanjang sejarah.

Kenyataannya, tergantung dari mana keberhasilan itu diukur.

Pasar saham berkali-kali mengalami kenaikan, bahkan sebagian besar bangkit dari penurunan tajam setelah merebaknya pandemi virus corona.

Namun pertumbuhan tertinggi yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 3 persen, setara dengan kinerja Obama dan tidak mendekati pemecahan rekor AS.

Di bawah pimpinan Trump, angka pengangguran mencapai level terendah dalam 50 tahun yakni 3,5 persen pada Desember 2019.

Akan tetapi sebulan kemudian muncul data bahwa pertumbuhan pekerjaan sebenarnya melambat dalam 3 tahun pertama Trump, kemudian lockdown virus corona menciptakan jutaan pengangguran.

Adapun janji Trump untuk membangkitkan sektor manufaktur, kemajuannya sama dengan yang dicapai Obama, setidaknya sampai pandemi melanda.

5. Hakim

Trump kerap berujar bahwa fungsi terpenting seorang presiden mungkin untuk menunjuk hakim federal. Posisi yang diemban seumur hidup itu akan membentuk politik dan masyarakat di setiap aspek.

Setiap presiden punya kesempatan untuk mengisi posisi hakim yang lowong, dan Partai Republik-nya Trump bekerja cepat. Menurut Pew Research, Trump telah menunjuk 24 persen dari semua hakim AS yang aktif saat ini.

Lebih rincinya, presiden ke-45 AS itu menunjuk 53 hakim di pengadilan banding (satu level di bawah Mahkamah Agung), dibandingkan 30 hakim yang ditunjuk Obama dalam periode sama.

Lalu yang terbaru adalah penunjukan Amy Coney Barret sebagai Hakim Agung AS, menggantikan Ruth Bader yang meninggal dunia.

Pendukung Trump protes

Massa pendukung calon presiden (capres) petahana Donald Trump, menggelar aksi protes di luar gedung penghitungan suara (KPU) di Phoenix, Arizona, AS, pada Rabu (4/11/2020) malam waktu setempat.

Mereka berkumpul setelah mendengar isu dan desas-desus yang tidak berdasar bahwa surat suara untuk Trump sengaja tidak dihitung.

Dilansir dari Reuters, beberapa orang di antara massa tersebut tampak ada yang menenteng senapan dan pistol.

Sebagian di antara mereka meneriakkan "Hentikan pencurian!", dan "Hitung suara saya".

Sebagian besar pengunjuk rasa tidak bermasker dan berdiri di depan Departemen Pemilihan Maricopa County di Phoenix, Arizona.

Baca juga: Perhitungan Suara Belum Tuntas, Pendukung Capres AS Ngamuk Lempari Toko-toko

Di sisi lain, sejumlah media di AS melaporkan Arizona telah dimenangkan oleh capres Joe Biden.

Kemenangan untuk Biden di Arizona akan memberi Partai Demokrat 11 electoral voice (suara elektoral), jumlah suara yang cukup besar untuk dapat mengambil alih Gedung Putih.

Pada pilpres AS 2016, Arizona merupakan negara bagian yang dimenangkan Trump saat melawan Hillary Clinton.

Pada malam pemilihan, Fox News dan Associated Press menyebut Arizona dimenangkan oleh Biden, meskipun baru sekitar 70 persen surat suara yang telah dihitung.

Laporan itu lantas membuat marah Trump dan para pembantunya.

Beberapa dari sekitar 200 pengunjuk rasa, yang berhadapan oleh barisan sheriff daerah bersenjata.

Beberapa di antara massa tersebut mengatakan mereka keluar setelah membaca twit dari Mike Cernovich, seorang aktivis sayap kanan.

Chris Michael (40) dari Gilbert, Arizona, mengatakan dia datang untuk memastikan bahwa semua surat suara dihitung.

Dia menginginkan jaminan bahwa penghitungan dilakukan "secara etis dan legal."

Sebuah rumor menyebar di Facebook pada Selasa (3/11/2020) malam bahwa beberapa suara Maricopa tidak dihitung karena pemilih menggunakan pena Sharpie untuk menandai surat suara mereka.

Pejabat pemilihan lokal berkeras bahwa rumor tersebut tidak benar.

Dengan penghitungan yang masih berlangsung di beberapa negara, Trump menuduh Partai Demokrat mencoba mencuri pemilu dan mengajukan tuntutan hukum di beberapa negara bagian.

Adegan serupa terjadi pada Rabu sore di pusat kota Detroit, di mana pejabat pemilihan kota mencegah sekitar 30 orang yang merupakan simpatisan Partai Republik.

Mereka memasuki ruang penghitungan suara di tengah klaim yang tidak berdasar bahwa penghitungan suara itu telah dicurangi.

Rusuh di Portland

Sementara itu diberitakan, ratusan polisi negara bagian Oregon dan massa anti-Trump terlibat bentrok di Portland pada Rabu (4/11/2020), saat berlangsungnya pilpres AS (pemilihan presiden Amerika Serikat).

Massa melempari kaca jendela toko-toko dan memecahkannya, lalu Gubernur Oregon memanggil Garda Nasional untuk meredam kerusuhan.

Baca juga: 8 Fakta Pilpres AS Mirip Pilpres Indonesia, Pendukung yang Kalah Ngamuk hingga Tudingan Curang

Kantor Sheriff Multnomah mengumumkan adanya kerusuhan dan menangkap setidaknya sembilan orang.

Ia menyebut kekerasan meluas di pusat kota, dan memperingatkan pihaknya bisa saja mengerahkan pasukan bersenjata dan menembakkan gas air mata.

Sementara itu reporter AFP di lokasi melaporkan, polisi bersenjata mendekati para demonstran tapi tidak ada bentrok.

Massa sebelumnya berunjuk rasa secara damai di taman pusat kota, dihadiri oleh koalisi kelompok sayap kiri anti-kapitalis yang berorasi disertai musik.

"Pertemuan massal di pusat kota Portland masih rusuh. Tinggalkan daerah itu sekarang," tulis kantor sheriff di Twitter sebelum pukul 20.30.

Sebelumnya dikatakan bahwa aparat keamanan menjadi sasaran pelemparan benda-benda seperti botol kaca.

"Demi keselamatan publik, Gubernur Kate Brown melalui nasihat United Command, telah mengaktifkan Garda Nasional Oregon untuk membantu penegakan hukum setempat," lanjutnya.

Portland menjadi tempat bentrokan beberapa bulan terakhir, antara polisi dengan massa yang marah atas pembunuhan orang-orang Afro-Amerika oleh aparat keamanan.

Massa yang berkumpul di tepi sungai Portland bersumpah untuk "mengawal hasil" pilpres AS, dengan membentangkan spanduk bertuliskan "Hitung Setiap Suara" dan "Pemilihan Selesai. Pertarungan Berlanjut".

"Kami ingin Trump lengser, itu fokus utamanya," kata seorang pimpinan demo dengan suara lantang.

Di sisi lain, sejumlah demonstran membawa senjata api termasuk senapan, dan spanduk anti-rasialisme dan anti-imperialisme yang bergambar senapan dan bertuliskan "Kami Tidak Mau Biden. Kami Ingin Balas Dendam".

Sebagian artikel tayang di Kompas.com dengan judul: Janji Pilpres AS 2016 Apa Saja yang Sudah Ditepati Trump? 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan