Kamis, 28 Agustus 2025

Hari Guru Nasional

Selain Hari Guru Nasional, 25 November Juga Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Ini Sejarahnya

Secara internasional, 25 November ternyata juga diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Tiara Shelavie
via Kompas.com
Ilustrasi perempuan korban kekerasan - Secara internasional, 25 November juga diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. 

Hingga saat ini, hanya dua dari tiga negara yang melarang kekerasan dalam rumah tangga.

Sementara itu, 37 negara di seluruh dunia masih membebaskan pelaku pemerkosaan dari penuntutan, jika korban dan pelaku menikah.

49 negara saat ini tidak memiliki undang-undang yang melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga.

Mengapa kita harus menghapus kekerasan terhadap perempuan?

Kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu pelanggaran hak asas manusia (HAM) yang paling meluas, dilakukan terus-menerus, dan merusak di dunia saat ini.

Sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan tidak dilaporkan karena impunitas, keadaan yang tidak dapat dipidana di negara tertentu.

Korban yang lebih memilih diam akibat stigma dan rasa malu yang mengelilingi juga turut menjadi faktornya.

Ilustrasi dalam rangka Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Ilustrasi dalam rangka Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. (unwomen.org)

Secara umum, kekerasan terhadap perempuan dimanifestasikan dalam bentuk fisik, seksual, dan psikologis, meliputi:

  • kekerasan terhadap pasangan (penganiayaan, pelecehan psikologis, perkosaan dalam pernikahan, femisida);
  • kekerasan dan pelecehan seksual (pemerkosaan, tindakan seksual paksa, rayuan seksual yang tidak diinginkan, pelecehan seksual terhadap anak-anak, kawin paksa, pelecehan di jalanan, penguntitan, pelecehan di dunia maya);
  • perdagangan manusia (perbudakan, eksploitasi seksual);
  • mutilasi alat kelamin perempuan; dan
  • pernikahan anak.

Konsekuensi dari kekerasan terhadap perempuan memengaruhi mereka di semua aspek kehidupan dan mengancam kesehatan psikologis, fisik, maupun reproduksi.

Misalnya, minimnya ketersediaan pendidikan dasar tidak hanya menghambat perempuan untuk mendapatkan hak atas pendidikan.

Pada akhirnya, mereka memiliki akses yang sangat terbatas ke pendidikan tinggi.

Bahkan, kesempatan bagi perempuan di dunia kerja pun terbatas.

Kekerasan terhadap perempuan terus menjadi kendala untuk mencapai kesetaraan, pembangunan, perdamaian, serta pemenuhan hak asasi perempuan.

Komitmen dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) oleh PBB tidak akan dapat terpenuhi tanpa mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

Tahukah Kamu?

  • 1 dari 3 wanita dan anak perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual dalam hidup mereka, paling sering terjadi pada pasangan.
  • Data yang muncul menunjukkan adanya peningkatan panggilan ke layanan bantuan atas kekerasan dalam rumah tangga di banyak negara sejak wabah COVID-19.
  • Hanya 52% perempuan yang menikah atau bebas membuat keputusan sendiri tentang hubungan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan perawatan kesehatan.
  • 71% dari semua korban perdagangan manusia di seluruh dunia adalah wanita dan anak perempuan, dan 3 dari 4 wanita dan anak perempuan ini dieksploitasi secara seksual.

(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan