Senin, 8 September 2025

Krisis Myanmar

Protes Kudeta Militer Myanmar, Pengunjuk Rasa Pukul-pukul Panci dan Bunyikan Klakson

Gelombang protes terhadap kudeta militer Myanmar mulai bergulir. Pengunjuk rasa memukul-mukul panci dan membunyikan klakson saat lakukan aksi.

Lillian SUWANRUMPHA / AFP
Seorang migran Myanmar memegang poster dengan gambar Kepala Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima angkatan bersenjata Myanmar, saat mereka mengambil bagian dalam demonstrasi di luar kedutaan Myanmar di Bangkok pada 1 Februari 2021, setelah itu. Militer Myanmar menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam kudeta. 

Aplikasi perpesanan offline Bridgefy menyatakan sudah diunduh lebih dari 1 juta kali di Myanmar.

Aktivis di negara Asia Tenggara mendorong pengunduhan Bridgefy sebagai solusi untuk gangguan telepon dan koneksi internet.

Jenderal Min Aung Hlaing pada pertemuan pertama pemerintahan barunya menyerukan tentara harus mengambil alih kekuasaan setelah klaim kecurangan pemilu ditolak oleh komisi pemilihan.

Dia telah menjanjikan pemilihan yang bebas dan adil serta penyerahan kekuasaan kepada pemenang, tanpa memberikan kerangka waktu.

Junta telah menggantikan menteri utama dan menunjuk kepala bank sentral baru.

Baca juga: Dampak Kudeta Milter di Myanmar Terhadap Indonesia

Baca juga: Ambil Alih Kekuasaan, Militer Myanmar Copot 24 Menteri dan Tunjuk 11 Pengganti

Than Nyein, yang memimpin dalam rezim militer sebelumnya, kembali diangkat.

Kudeta tersebut menandai kedua kalinya militer menolak mengakui kemenangan pemilihan telak bagi NLD.

Sebelumnya pada 1990, junta juga menolak hasil jajak pendapat, yang dimaksudkan untuk membuka jalan bagi pemerintahan multi-partai.

Suu Kyi, 75 tahun, mengalami sekitar 15 tahun tahanan rumah antara 1989 dan 2010, saat dia memimpin gerakan demokrasi negara itu.

Partainya berkuasa pada 2015 setelah menggantikan kekuasaan militer yang memerintah dari 1962.

Hal itu dilakukan di bawah konstitusi yang menjamin peran para jenderal dalam pemerintahan.

Posisi internasionalnya sebagai ikon hak asasi manusia rusak parah karena pengusiran ratusan ribu Muslim Rohingya pada 2017.

Dia membela pihak militer yang dituduh melakukan genosida.

Para diplomat PBB mengatakan mereka prihatin dengan masa depan minoritas Rohingya, yang masih di Myanmar.

Termasuk ratusan ribu lainnya pengungsi di negara tetangga Bangladesh.

"Jika kami kembali sekarang, tidak ada keamanan untuk hidup dan harta benda kami. Kami membutuhkan bantuan dari PBB. Kami tidak bisa kembali sendirian," kata pengungsi Rohingya Absarul Zaman di sebuah kamp di Bangladesh.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gelombang Protes Anti-kudeta Mulai Bergema di Kota Terbesar Myanmar"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan