Senin, 8 September 2025

Lagi, 12 Orang Tewas Saat Polisi Tembaki Demonstran Anti-Kudeta di Myanmar

Lima orang ditembak mati dan beberapa terluka ketika polisi menembaki aksi protes di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar

Tribunnews/Jeprima
Massa menggelar aksi solidaritas untuk Myanmar di depan Gedung ASEAN, Jakarta Selatan, Jumat (12/3/2021). Dalam aksi solidaritas tersebut massa mengutuk keras terjadinya kudeta militer dan mendesak penegakan demokrasi serta perlindungan HAM di Myanmar. Tribunnews/Jeprima 

Saksi, yang berada di rumah sakit Myaing, mengatakan dokter telah menyatakan lima orang meninggal.

“Satu orang tidak sadarkan diri dan tidak jelas apakah dia masih hidup”, kata saksi.

Media domestik mengatakan enam orang tewas.

Dilaporkan pula satu demonstran tewas pada Kamis (11/3/2021) di distrik Dagon, Yangon.

Sejumlah orang menyatakan aksi protes anti-junta militer terhadap kudeta 1 Februari berlangsung di lokasi tersebut.

Foto-foto yang diposting di Facebook menunjukkan seorang pria tergeletak di jalan dengan darah mengalir keluar dari luka-luka di kepala. 

Organisasi hak asasi manusia, Amnesty International menyebut militer Myanmar menggunakan senjata perang dan kekuatan mematikan untuk melumpuhkan demonstran anti kudeta.

Hal itu disampaikan Amnesty International pada Kamis (11/3/2021).

Amnesty mengatakan telah memverifikasi lebih dari 50 video dari tindakan brutal yang dilakukan militer Myanmar terhadap demonstran.

Berdasarkan laporan PBB,  pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 60 demonstran. Dikatakan banyak pembunuhan yang didokumentasikan berupa eksekusi di luar hukum.

Reuters tidak dapat menghubungi juru bicara junta untuk berkomentar.

Baca juga: Thailand Tunda Vaksinasi, Indonesia Tetap Pakai AstraZeneca, Efektif atau Tidak? Ini Kata Pakar

Junta militer yang berkuasa pada 1 Februari, menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan memicu aksi protes harian di seluruh Myanmar yang kadang-kadang menarik ratusan ribu orang ke jalanan.

Amnesty menuduh militer menggunakan senjata yang cocok di medan perang untuk membunuh demonstran.

"Ini bukan tindakan kewalahan, perwira individu membuat keputusan yang buruk," kata Joanne Mariner, Direktur Respons Krisis di Amnesty International.

"Ini adalah komandan yang tidak bertobat yang sudah terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, mengerahkan pasukan mereka dan metode pembunuhan di tempat terbuka."

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan