Dulu Kasusnya Viral, Korban Bullying di Korea Kini Berprestasi di Sekolah, Rambutnya Sudah Panjang
Kasus bullying yang terjadi di Korea Selatan pada 2017 lalu menyita perhatian hingga publik internasional. Begini kabar korban sekarang.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Pada September 2017, sebuah unggahan di Facebook dan beberapa pesan serta gambar seorang gadis berlumuran darah, viral dan mengguncang publik Korea Selatan.
Dari unggahan tersebut, juga penyelidikan polisi, diketahui telah terjadi insiden penyerangan yang mengerikan di Busan, Korea Selatan.
Korban diserang secara fisik oleh lima gadis selama satu jam 40 menit.
Dikutip dari Koreaboo, pelaku mengggunakan kursi, pipa logam, botol soju, dan rokok yang menyala untuk menyerang korban.
Pelaku dan korban saat itu diketahui masih duduk di bangku sekolah menengah.

Baca juga: 10 Tahun Sembunyikan Kekasih di Rumah Orang Tua tanpa Ketahuan, Pria di India Sempat Dikira Depresi
Baca juga: Kim Jong Un Sebut K-Pop sebagai Kanker Ganas, Tingkatkan Hukuman bagi Warga yang Nekat Mendengarkan
Saat rekaman CCTV yang merekam aksi kejam kelima pelaku dirilis di berita, publik Korea benar-benar dibuat kaget.
Pasalnya, pelaku menyerang korban secara brutal dan kejam.
Kala itu, korban ditemukan pingsan dalam keadaan berlumuran darah oleh wanita yang tak sengaja lewat.
Saat saluran berita utama Korea mulai meliput kasus ini, ibu korban maju dan berbagi di Facebook soal kabar kondisi putrinya.
"Putriku dipukuli untuk kedua kalinya dan wajahnya saat ini berantakan.
Mereka (pelaku) mengatakan alasannya (memukul) karena mereka ingin membalas dendam untuk terakhir kali (karena) kami melaporkan mereka.
Dua bulan lalu, seorang anak laki-laki yang dia (korban) kenal, menghubunginya.
Laki-laki itu adalah kekasih (salah satu penyerang).
Dia (korban) dipukuli karena menerima teleponnya, dan sekarang dia dipukuli karena melaporkan serangan pertama.
Dahinya membengkak seperti ada silikon di dalamnya.

Baca juga: Bangunan 5 Lantai di Korea Selatan Runtuh Timpa Bus, 9 Orang Tewas dan 8 Lainnya Luka Parah
Baca juga: Ini Penyebab Mengapa Masyarakat Indonesia Dijangkiti Hallyu Fever alias Demam Korea
Saya akan mengabaikan kejadian sebelumnya, mengingat diriku adalah orang tua, tetapi saya rasa ini tidak benar.
Wartawan, tolong jangan menulis hal-hal konyol, saya punya banyak bukti.
Saya juga memiliki rekaman audio juga, jadi jangan katakan dia (korban) tidak terluka parah.
Putriku bahkan tidak bisa makan bubur.
Sebagai orang tua, saya tidak suka mengungkapkan segalanya, tetapi menurut Anda mengapa saya tetap melakukannya?
Saya hanya berharap kemalangan putri saya dapat membantu anak-anak lain yang mengalami nasib serupa," tulis ibu korban, Han Joo Yeon.
Hampir empat tahun berlalu, Hakim Chun Jong Ho, hakim dalam persidangan kasus penyerangan itu, baru-baru ini membagikan momen bersama korban.
Diketahui, Hakim Chung Jong Ho pernah mengunggah foto dengan korban pada 2018 silam, saat ia telah menjatuhkan untuk tiga dari lima pelaku penyerangan.
Kala itu, Hakim Chun Jong Ho mengaku merasa sedih melihat rambut korban yang harus dipotong pendek untuk perawatan luka-lukanya.
Pada Mei 2021, saat Hari Orang Tua Korea, korban mengunjungi Hakim Chun Jong Ho.
Baca juga: Buldak Sauce, Sensasi Pedas Khas Korea, Tak Sama dengan Cabai Rawit
Baca juga: Warganet Korea Selatan Soroti Antrean BTS Meal di Indonesia: Seperti Adegan Film Kiamat
Ia memberi bunga dan berfoto dengan Hakim Chun Jong Ho.
Kali ini, rambut korban terlihat lebih panjang.

"Dia bilang dia berprestasi di sekolah dan itu membuatku merasa sangat lega," kata Hakim Chun Jong Ho.
Publik Korea Kecewa dan Marah dengan Putusan Hakim
Ketika penyelidikan kasus penyerangan dimulai, publik Korea menyadari bahwa pelaku yang masih di bawah umur akan diadili sesuai Undang-undang remaja.
Masih mengutip Koreaboo, para pelaku akan diadili di pengadilan anak yang berfokus pada rehabilitasi daripada hukuman.
Sebuah petisi yang dibuat di situs Gedung Biru, telah ditandatangani lebih dari 290 ribu warga yang ingin menghentikan tindakan yang "mendorong remaja untuk mengambil keuntungan perlindungan tersebut dan menyalahgunakan hukum untuk melakukan tindakan kejahatan lebih brutal."
Faktanya, saat penyelidikan berlangsung, seorang pelaku diidentifikasi berusia 13 tahun dan tak mungkin diadili.
Hal inipun menimbulkan kemarahan di kalangan warga Korea karena pelaku tersebut lolos dari keterlibatannya dalam serangan brutal itu.
Empat dari lima pelaku yang cukup umur untuk diadili, ditahan karena kasus tersebut.
Baca juga: Pembelot Korea Utara Beberkan Acara-acara yang ditayangkan di TV, Tak Ada Berita Luar Negeri
Baca juga: Pakai Jungkook BTS untuk Promosi RUU Tato, Politisi Muda Korea: Lepaskan Perban BTS!
Jeong Yu Mi, salah satu penyerang utama yang bertanggung jawab atas serangan itu, mengaku bersalah dalam persidangan anak-anak.
Ia ditahan karena kepala jaksa penuntut percaya "ada risiko dia melarikan diri."
Karena penahanan remaja belum pernah terjadi sebelumnya, hal ini mendapat banyak perhatian publik.
Kantor kejaksaan menyatakan, "Kejahatan Jeong Yu Mi melampaui apa yang dapat diterima oleh hukum dan masyarakat."
Sementara itu, dua dari lima pelaku telah menyerahkan diri pada malam serangan terjadi.
Hal tersebut dikritik keras oleh warga Korea sebagai jalan keluar yang mudah untuk meringankan tingkat hukuman yang mungkin kedua pelaku itu terima.
Selama minggu-minggu berikutnya, saat penyelidikan berlanjut, orang tua korban dan pelaku angkat bicara serta berbagi pendapat mereka atas kasus bullying ini.
Ibu korban terus berjuang melawan Juvenile Act dan secara aktif, lewat online, menyuarakan keadilan untuk putrinya.
Ayah dari Jeong Yu Mi pun juga maju dan mengatakan dia dan putrinya bertanggung jawab.
"Ini adalah waktu yang sulit bagi saya, tetapi saya mengumpulkan keberanian untuk berbicara."
"Setelah menenangkan hati saya, saya melihat video penyerangan dan itu lebih kejam daripada kejahatan orang dewasa, jadi hati saya masih bergetar dan kaki saya lemah."
"Saya berjanji kami akan membayar harga untuk kejahatan yang tak termaafkan," kata ayah Jeong Yu Mi.
Pada 1 Februari 2018, pengadilan memutuskan untuk mengirim kasus penyerangan itu ke pengadilan anak.
"Remaja belum matang secara fisik dan mental, serta tidak memiliki kemampuan yang sama untuk memahami seperti orang dewasa."
"Pengadilan tidak akan mengadili para remaja ini di bawah standar yang sama untuk orang dewasa."
"Ketika para pelaku menunjukkan rasa bersalah dan refleksi, kita harus mengakui ada ruang untuk perubahan lewat rehabilitasi pendidikan," tutur Hakim Lim Kwang Ho.
Setelah dikirim ke pengadilan anak-anak, ketiga pelaku menghadapi Hakim Chun Jong Ho, seorang hakim anak-anak yang terkenal karena keputusannya yang ketat dan keinginannya untuk mengoreksi perilaku bagi remaja.
Dalam waktu seminggu setelah kasus dipindahkan, pengadilan anak menghukum para pelaku untuk menjalani hukuman di aula anak.
Dua pelaku utama dihukum dua tahun, sementara satu lainnya beberapa bulan.
Hakim Chun Jong Ho, bersama pengadilan dan kantor kejaksaan, menerima banyak ujaran kebencian dan kritik dari warga Korea yang menilai kasus penyeranan tersebut ditangani terlalu lunak.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)