China Berpotensi Melakukan Invasi Penuh ke Taiwan pada Tahun 2025
Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, mengatakan bahwa China akan mampu melakukan invasi skala penuh ke Taiwan pada tahun 2025.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, mengatakan bahwa China akan mampu melakukan invasi skala penuh ke Taiwan pada tahun 2025.
Dilansir The Guardian, Chiu juga menggambarkan ketegangan China-Taiwan yang terjadi belakangan ini adalah yang terburuk dalam 40 tahun terakhir.
Kepada China Times, Chiu menilai China mampu jika melakukan invasi saat ini.
Namun, negara itu akan sepenuhnya siap melakukan invasi penuh dalam tiga tahun ke depan.
Baca juga: Presiden Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping Setuju Mematuhi Perjanjian Taiwan
Baca juga: China Mengirim 56 Pesawat Tempur ke Zona Pertahanan Taiwan, Analis: Pertempuran Tak Mungkin Terjadi

"Pada tahun 2025, China akan membawa biaya dan pengurangan ke titik terendah."
"(China) memiliki kapasitas sekarang, tetapi tidak akan memulai perang dengan mudah, harus mempertimbangkan banyak hal lain," katanya pada Rabu (6/10/2021).
Beijing telah mengirim sekitar 150 pesawat tempur ke zona pertahanan udara Taiwan selama 4 hari mulai dari Jumat lalu.
Ini menjadi rekor baru eskalasi aktivitas militer China kepada Taiwan.
Beijing mengklaim Taiwan sebagai bagian dari China dan berjanji akan merebut pulau itu meski harus dengan pemaksaan.
Bahkan, pihak Negeri Tirai Bambu menuduh pemerintahan Taiwan yang terpilih secara demokratis merupakan separatis.
Di sisi lain, Taiwan mengklaim sebagai negara berdaulat tanpa perlu mendeklarasikan kemerdekaan.
Pada hari Selasa, Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, menulis bahwa Taiwan tidak akan menjadi "petualang" tetapi akan melakukan "apa pun yang diperlukan" untuk membela diri.
Komentar Chiu muncul saat badan legislatif Taiwan meninjau tagihan anggaran pertahanan khusus senilai T$240 miliar ($8,6 miliar).
Sekitar dua pertiga dari anggaran dialokasikan untuk senjata anti-kapal seperti sistem rudal berbasis darat, termasuk rencana T$148,9 miliar untuk memproduksi massal rudal buatan dalam negeri dan kapal "berperforma tinggi".
Dia mengatakan kepada komite parlemen, bahwa situasi ketegangan saat ini adalah yang paling serius.
"Bagi saya sebagai orang militer, urgensi ada di depan saya," katanya.
Dalam pembukaan proposal tersebut, Kementerian Pertahanan juga mencatat peningkatan pengeluaran militer China.
Utamanya untuk pengadaan pesawat tempur canggih dan kapal perang amfibi, meningkatkan aktivitas angkatan udara, dan angkatan laut China di dekat Taiwan.
"Ancaman dan provokasi militer bahkan lebih dari sebelumnya," katanya, seraya menambahkan bahwa setiap krisis kemungkinan akan meningkat dengan cepat.
Militer Taiwan kalah jauh dari militer China, sehingga memilih fokus pada pengembangan sistem pertahanan asimetris atau "landak" untuk mencegah atau mengusir invasi darat.

Baca juga: Joe Biden Dorong Kongres AS Naikkan Batas Utang dan Minta Partai Republik untuk Menyingkir
Baca juga: Pembebasan Eksekutif Huawei di Kanada Atas Instruksi Langsung Presiden Xi Jinping
Taiwan juga melobi bantuan intelijen dan dukungan logistik dari negara lain termasuk Australia, Jepang, dan AS.
Sebelumnya pada Rabu (6/10/2021), presiden AS, Joe Biden, mengatakan dia telah berbicara dengan presiden China, Xi Jinping, dan setuju untuk mematuhi perjanjian Taiwan.
"Saya sudah berbicara dengan Xi tentang Taiwan. Kami setuju, kami akan mematuhi perjanjian Taiwan," katanya.
"Kami menjelaskan bahwa saya tidak berpikir dia harus melakukan apa pun selain mematuhi perjanjian," lanjutnya.
Belum jelas kesepakatan apa yang dimaksud Biden.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)