Menikahi Orang Biasa, Putri Mako Tinggalkan Kekaisaran Jepang dan Akan Mulai Hidup Baru di New York
Resmi menikahi orang biasa, Putri Mako dari Kekaisaran Jepang tinggalkan gelar bangsawan dan akan memulai hidup baru di New York, Amerika Serikat.
Penulis:
Rica Agustina
Editor:
Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Putri Mako dari Kekaisaran Jepang resmi menikah dengan orang biasa, Kei Komura yang merupakan teman sekelasnya di Universitas Kristen Internasional Tokyo.
Mako dan Kei Komuro melangsungkan pernikahan secara diam-diam, tanpa adanya perayaan tradisional pada Selasa (26/10/2021) pagi.
Setelah melangsungkan prosesi tersebut, pasangan itu menggelar konferensi pers tanpa menjawab pertanyaan media secara langsung karena Mako telah menyatakan ketakutan dan kegelisahannya untuk menanggapi pertanyaan media secara langsung.
Sebagai gantinya, mereka memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan yang diajukan oleh media sebelumnya.
Dalam konferensi tersebut, Mako mengungkapkan perasaannya dan membeberkan alasannya menikah dengan Kei Komura.
Baca juga: PROFIL Kei Komuro, Suami Putri Mako dari Jepang, Rakyat Biasa yang Mengejar Karier Hukum di AS
Baca juga: Bertahun-tahun Ditentang, Putri Mako Akhirnya Menikah dengan Kei Komuro
"Bagi saya, Kei-san adalah orang yang tak ternilai harganya. Bagi kami, pernikahan kami adalah pilihan yang diperlukan untuk hidup sambil menghargai hati kami," kata Mako dikutip dari AP News.
Kemudian Kei Komuro juga mengungkapkan alasannya menikahi Mako.
Bersama Mako, Kei Komuro berharap dapat berbagi perasaan dan mendukung satu sama lain di saat-saat bahagia dan sulit.
Pria berusia 30 tahun ini juga berharap dapat memiliki keluarga yang hangat dengan Mako.
"Saya suka Mako. Saya hidup hanya sekali dan saya ingin menghabiskannya dengan seseorang yang saya cintai," kata Kei Komuro.
"Saya berharap memiliki keluarga yang hangat dengan Mako-san, dan saya akan terus melakukan segalanya untuk mendukungnya," lanjutnya.
Menimpali ucapan sang suami, Mako mengatakan dia dan Kei Komura akan terus berjalan bersama melewati berbagai kesulitan seperti yang telah mereka lakukan di masa lalu.
"Akan ada berbagai jenis kesulitan saat kita memulai hidup baru kita, tapi kita akan berjalan bersama seperti yang telah kita lakukan di masa lalu,” kata Mako, berterima kasih kepada semua orang yang mendukungnya dan Kei Komura.
Mako menambahkan banyak orang mengalami kesulitan dan perasaan terluka ketika mencoba melindungi hati mereka.
Ucapan Mako tampaknya mengacu pada masalah kesehatan mental yang sempat dialaminya karena rencana pernikahannya yang sempat tertunda selama tiga tahun karena mendapat banyak tentangan dari warga Jepang.

"Saya dengan tulus berharap bahwa masyarakat kita akan menjadi tempat di mana lebih banyak orang dapat hidup dan melindungi hati mereka dengan bantuan bantuan dan dukungan yang hangat dari orang lain," tambah Mako.
Mako pulih dari apa yang disebut oleh para dokter istana awal bulan ini sebagai bentuk gangguan stres traumatis yang dia alami setelah melihat liputan media yang negatif tentang pernikahan mereka, terutama serangan terhadap Kei Komuro.
Liputan negatif itu di antaranya melibatkan apakah uang yang diterima ibunya dari mantan tunangannya adalah pinjaman atau hadiah.
Ayah Mako meminta Kei Komuro untuk mengklarifikasi, dan dia menulis pernyataan membela diri, tetapi masih belum jelas apakah perselisihan telah diselesaikan sepenuhnya.
Mako, yang berusia 30 tahun tiga hari sebelum pernikahan adalah keponakan Kaisar Naruhito.
Dia dan Kei Komuro, yang merupakan teman sekelas di Universitas Kristen Internasional Tokyo, mengumumkan pada September 2017 bahwa mereka bermaksud untuk menikah pada tahun berikutnya.
Akan tetapi perselisihan keuangan yang melibatkan ibunya muncul dua bulan kemudian dan pernikahan itu ditunda.
Pada Selasa pagi, Mako meninggalkan istana dengan mengenakan gaun biru pucat dan memegang karangan bunga.
Dia membungkuk kepada orang tuanya, Putra Mahkota Akishino dan Putri Mahkota Kiko, dan saudara perempuannya Kako, dan kemudian saudara perempuan itu saling berpelukan.
Mako sebelumnya menolak mahar 140 juta yen atau Rp 17,3 miliar, yang menjadi haknya karena meninggalkan keluarga kekaisaran, kata pejabat istana.
Baca juga: Jumpa Pers 10 Menit Tanpa Tanya Jawab, Hanya Pengumuman Pernikahan Putri Mako dan Komuro di Jepang
Baca juga: Ketiga Kali Unjuk Rasa Menentang Perkawinan Putri Mako Keponakan Kaisar Jepang
Dia adalah anggota keluarga kekaisaran pertama sejak Perang Dunia II yang tidak menerima pembayaran dan memilih untuk melakukannya karena kritik atas dia menikahi seorang pria yang dianggap tidak layak untuk sang putri.
Komuro (30), berangkat ke New York pada 2018 untuk belajar hukum dan baru kembali ke Jepang bulan lalu.
Rambutnya diikat kuncir kuda pada saat itu dan penampilannya menarik perhatian sebagai pernyataan berani untuk seseorang yang menikahi seorang putri dalam keluarga kekaisaran yang terikat tradisi dan hanya menuai kritik.
Lebih lanjut, dokumen pernikahan pasangan itu diserahkan oleh pejabat istana Selasa pagi dan diresmikan, kata Badan Rumah Tangga Kekaisaran.
Tidak ada pesta pernikahan atau ritual pernikahan lainnya untuk pasangan itu. Pernikahan mereka tidak dirayakan oleh banyak orang, tambah Badan Rumah Tangga Kekaisaran.
Setelah menikah pasangan itu dikabarkan akan pindah bersama ke New York untuk memulai hidup baru.
Adapun pernikahan dengan Kei Komuro membuat Mako kehilangan status kerajaannya.
Namun untuk pertama kalinya dia akan memiliki nama keluarga, yaitu nama keluarga suaminya.
Untuk diketahui, sebagian besar wanita Jepang harus meninggalkan nama keluarga mereka sendiri saat menikah karena undang-undang yang mewajibkan hanya satu nama keluarga per pasangan yang sudah menikah.
Hilangnya status kerajaan Mako berasal dari Hukum Rumah Kekaisaran, yang hanya mengizinkan suksesi laki-laki.

Hanya bangsawan laki-laki yang memiliki nama rumah tangga, sedangkan anggota keluarga kekaisaran perempuan hanya memiliki gelar dan harus pergi jika mereka menikah dengan rakyat biasa.
Contoh paternalisme era sebelum perang juga tercermin dalam kebijakan gender Jepang yang banyak dikritik sebagai hal yang usang, termasuk undang-undang yang mengharuskan pasangan menikah untuk menggunakan hanya satu nama keluarga, hampir selalu nama suami.
Praktik suksesi khusus laki-laki hanya menyisakan Akishino dan putranya, Pangeran Hisahito, di belakang Kaisar Naruhito.
Sebuah panel ahli yang ditunjuk pemerintah sedang mendiskusikan suksesi monarki Jepang yang stabil, tetapi kaum konservatif masih menolak suksesi perempuan atau mengizinkan anggota perempuan untuk memimpin keluarga kekaisaran.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)