Putri Mako Hanya akan Beri Sambutan di Konferensi Pers Pernikahan, Pertanyaan Media Dijawab Tertulis
Putri Mako dari Jepang, serta pasangannya Kei Komuro, hanya akan memberikan sambutan di konferensi pers setelah mendaftarkan pernikahan mereka
Pasangan itu telah merencanakan pernikahan pada tahun 2018.
Tetapi pernikahan mereka diundur.
Rumah tangga Kekaisaran mengatakan penundaan itu karena "kurangnya persiapan."
Tetapi muncul kabar lain bahwa ibu Komuro tidak membayar kembali uang $36.000 yang dia pinjam dari mantan tunangannya.
Komuro membantah klaim tersebut, bahkan merilis pernyataan setebal 28 halaman awal tahun ini.
Ia menyatakan bahwa ibunya percaya uang itu adalah hadiah dan Komuro akan membayar untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
Tapi gosip di tabloid semakin membedah setiap aspek keluarga dan hidup mereka.
Beberapa laporan bahkan menyebut Komuro sebagai pria materaialistis yang tidak dapat dipercaya.
Pertemuan yang Tak Biasa
Pertemuan kebetulan di universitas bukanlah jalan "normal" menuju pernikahan bagi seorang bangsawan Jepang.
Kaori Hayashi, seorang ahli studi media dan wakil presiden eksekutif dari Universitas Tokyo, mengatakan pasangan kerajaan biasanya dipilih dengan hati-hati dari kalangan tradisional yang bersosialisasi dengan keluarga Kekaisaran.
Selain itu, di Jepang, persepsi bahwa ibu tunggal tidak mampu membesarkan anak dengan benar, masih ada, ungkap Hitomi Tonomura, pakar studi gender dari University of Michigan.
"Di Jepang, ada juga misogini, di mana seorang ibu tunggal biasanya dibenci atau direndahkan secara moral dan ekonomi," tambah Tonomura.
"Ada semacam peran tradisional yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin untuk pria dan wanita yang dimainkan tidak hanya di keluarga kerajaan, tetapi di banyak institusi di sini," kata Nancy Snow, seorang profesor diplomasi publik di Kyoto University of Foreign Studies.
Dugaan masalah keuangan ibu Komuro telah mencemari citra royalis yang bersemangat tentang rumah kerajaan, yang idealnya harus tampak murni secara simbolis dan ada untuk kesejahteraan spiritual orang Jepang, kata Tonomura.