Senin, 15 September 2025

China Bantah Perluas Persenjataan Nuklir tapi Akui Sedang Modernisasi Senjata

Pejabat senior China membantah klaim bahwa pemerintahnya sedang memperluas persenjataan nuklir dengan cepat.

EDF Energy
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Taishan, Unit 1 & 2, Guangdong, China. Pejabat senior China membantah klaim bahwa pemerintahnya sedang memperluas persenjataan nuklir dengan cepat. 

TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Seorang pejabat senior China pada Selasa (4/1/2022) membantah klaim bahwa pemerintahnya sedang memperluas persenjataan nuklir dengan cepat.

Meski begitu, ia mengakui sedang mengambil langkah-langkah untuk memodernisasi kekuatan nuklirnya, Independent melaporkan.

Departemen Pertahanan AS mengatakan dalam sebuah laporan pada bulan November, China memperluas kekuatan nuklirnya lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Laporan itu juga memperkirakan China dapat memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak pada tahun 2030.

Sebagai perbandingan, AS memiliki 3.750 senjata nuklir.

Fu Cong, direktur jenderal departemen pengendalian senjata Kementerian Luar Negeri China, mengatakan bahwa China sedang bekerja untuk memastikan penangkal nuklirnya memenuhi tingkat minimum yang diperlukan untuk pertahanan nasional.

"Tentang pernyataan yang dibuat oleh pejabat AS bahwa China memperluas kemampuan nuklirnya secara dramatis, pertama, izinkan saya mengatakan bahwa ini tidak benar," katanya dalam konferensi pers di Beijing.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Taishan, Unit 1 & 2, Guangdong, China
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Taishan, Unit 1 & 2, Guangdong, China (EDF Energy)

China membela kebijakan senjata nuklirnya dan mengatakan, Rusia dan Amerika Serikat, yang sejauh ini kekuatan nuklir terbesar di dunia, harus membuat langkah pertama dalam pelucutan senjata.

"AS dan Rusia masih memiliki 90 persen kepala perang nuklir di Bumi," ujar Fu Cong kepada wartawan seperti dikutip France24.

"Mereka harus mengurangi persenjataan nuklir mereka dengan cara yang tidak dapat diubah dan mengikat secara hukum."

"China selalu mengadopsi kebijakan 'tidak ada penggunaan pertama' dan kami mempertahankan kemampuan nuklir kami pada tingkat minimal yang diperlukan untuk keamanan nasional kami."

"China akan terus memodernisasi persenjataan nuklirnya untuk masalah keandalan dan keamanan," tambahnya.

Baca juga: 5 Negara Berjanji Hindari Perang Nuklir, Iran dan Korea Utara Tidak Termasuk

Pernyataan tersebut diutarakan sehari setelah Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Prancis mengeluarkan pernyataan bersama tentang pencegahan perang nuklir atau perlombaan senjata.

Dilansir The Guardian, lima negara tersebut merupakan negara berkekuatan nuklir yang diakui oleh Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) 1968 yang juga merupakan 5 anggota tetap dewan keamanan PBB.

Kelima negara itu dikenal sebagai P5 atau N5.

Seorang pejabat senior departemen luar negeri AS mengatakan, kata-kata dari pernyataan janji itu telah disepakati pada pertemuan P5 selama beberapa bulan.

Baca juga: Kemenangan Setelah 35 Tahun: Perjuangan Panjang Aktivis Anti Nuklir Jerman

Baca juga: Awal 2022, AS dan Rusia Siap Berdialog Bahas Kontrol Senjata Nuklir hingga Ukraina

Pernyataan yang dirilis Senin (3/1/2022) itu telah diatur waktunya agar bertepatan dengan konferensi tinjauan lima tahunan NPT, meski konferensi itu sempat ditunda di tengah penyebaran varian Omicron Covid-19.

"Kami menegaskan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh diperangi," tulis pernyataan itu, menggemakan deklarasi bersama oleh Ronald Reagan dan Mikhail Gorbachev pada KTT 1985 di Jenewa.

NPT adalah tawar-menawar antara negara-negara tanpa senjata nuklir, yang berjanji untuk tidak mendapatkannya, dan lima negara bersenjata nuklir, yang berjanji untuk melucuti senjata.

Konferensi peninjauan NPT, yang semula direncanakan untuk tahun 2020, diperkirakan akan menimbulkan perdebatan sebagai akibat dari terhentinya momentum menuju perlucutan senjata dan langkah-langkah yang dilakukan oleh lima negara pemilik senjata untuk memodernisasi persenjataan mereka.

Empat negara lain dengan senjata nuklir yang tidak diakui di bawah NPT – yaitu Israel, India, Pakistan dan Korea Utara – juga tidak menunjukkan tanda-tanda pengurangan stok mereka.

Sementara itu, gagalnya perjanjian nuklir 2015 dengan Iran dan kebuntuan dalam upaya untuk memperbaikinya, telah meningkatkan risiko proliferasi nuklir, khususnya di Timur Tengah.

Pernyataan bersama ini bertujuan untuk memperbaiki suasana pada konferensi peninjauan NPT.

Wakil menteri luar negeri China, Ma Zhaoxu, menyebut pernyataan tersebut "positif dan berbobot".

Ia juga menambahkan bahwa kesepakatan itu akan "membantu meningkatkan rasa saling percaya dan menggantikan persaingan di antara kekuatan besar dengan koordinasi dan kerja sama".

Butuh beberapa bulan bagi kelima negara untuk bernegosiasi mengenai kata-kata deklarasi tersebut sebelum mereka menyetujuinya.

Prancis khususnya memiliki kekhawatiran bahwa pernyataan seperti itu akan mengurangi efek jera dari gudang senjatanya.

"Prancis memiliki doktrin nuklir yang memberikan hak untuk menggunakan senjata nuklir sebagai 'peringatan terakhir' untuk memperingatkan agresor atau bahkan sponsor terorisme negara," kata Oliver Meier, peneliti senior di Institute for Peace Research and Security Policy.

Meier mengatakan keberatan Inggris tidak diungkapkan dengan jelas tetapi dia percaya mereka serupa.

Sebuah baris dalam pernyataan bersama yang mengatakan bahwa "senjata nuklir - selama mereka terus ada - harus melayani tujuan defensif, mencegah agresi, dan mencegah perang," ditambahkan untuk mengatasi kekhawatiran Prancis.

Lima negara senjata nuklir itu juga menyatakan bahwa pengurangan risiko strategis, demi memastikan ketegangan global tidak pernah mengarah pada konflik nuklir, adalah salah satu tanggung jawab utama mereka.

"Kami menggarisbawahi keinginan kami untuk bekerja dengan semua negara untuk menciptakan lingkungan keamanan yang lebih kondusif untuk kemajuan pelucutan senjata," kata pernyataan itu.

Pendapat Ahli

Seorang pejabat senior AS mengatakan deklarasi itu adalah hasil dari percakapan yang baik, substantif dan konstruktif tentang bagaimana mengurangi ancaman nuklir dan pada akhirnya menghilangkannya.

"Mengingat lingkungan keamanan, saya cukup terkejut bahwa P5 dapat menyetujui sebanyak ini," ungkap Heather Williams, seorang dosen senior dalam studi pertahanan di King's College London.

Williams dan pakar nuklir lainnya telah mendesak negara bersenjata nuklir untuk meningkatkan jalur komunikasi krisis mereka sebagai salah satu cara untuk mengurangi risiko bentrokan yang tidak direncanakan yang berujung menjadi konflik nuklir.

Pendukung pengendalian senjata menyambut baik deklarasi tersebut tetapi menyerukan agar hal itu didukung dengan kembalinya perlucutan senjata.

"Dengan sembilan persenjataan nuklir yang saat ini ditingkatkan, dan masalah Covid melanda kapal selam dan fasilitas bersenjata nuklir, pernyataan dari lima pemimpin bersenjata nuklir ini disambut baik, tetapi tidak cukup jauh," kata Rebecca Johnson, wakil presiden dari Kampanye Perlucutan Senjata Nuklir, dan presiden pertama Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir.

"Selama senjata nuklir terus dipromosikan dan digunakan oleh beberapa orang, kita semua berada dalam risiko perang nuklir."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan