Polemik wasiat Dorce Gamalama: Pemakaman sesuai jenis kelamin awal atau berdasarkan putusan pengadilan?
Perdebatan terkait pemakaman transgender mengemuka di media sosial, setelah Dorce Gamalama menyampaikan wasiat agar diperlakukan sebagai perempuan
"Ikuti jenis kelamin awal, toh nanti yang mati enggak protes. Kalau diikuti wasiatnya, nanti jadi dosa. Wasiat itu boleh dilakukan kalau tidak melanggar syariat," kata Cholil melalui rekaman video yang dia bagikan kepada BBC News Indonesia.
Cholil juga menuturkan bahwa ulama berkewajiban mengingatkan dalam hal ini agar "tidak melanggar hukum Allah".
"Kalau konteks transgender itu dibenarkan atas nama fitrah, enggak bisa. Fitrah itu Allah yang berikan kepada kita," tutur Cholil.
Mengacu pada identitas gender yang ditetapkan pengadilan
Rektor Institut Studi Islam Fahmina, Marzuki Wahid, mengatakan keputusan pengadilan terkait identitas gender seseorang bisa menjadi acuan untuk menentukan hukum Islam yang berlaku pada mereka.
Hal ini tidak hanya menyangkut pengurusan jenazah, tetapi juga pada hal lain seperti pelaksanaan ibadah haji.
Hukum Fiqih Islam sejauh ini memang melihat identitas gender berdasar dua jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan. Tetapi perlu ada pertimbangan kasuistis dalam melihat hal ini, sebab realitasnya ada orang-orang yang mengalami gender dysphoria yang tidak mereka hendaki.
Gender dysphoria adalah kondisi di mana seseorang merasa identitas gendernya tidak sesuai dengan jenis kelamin yang mereka miliki.
Dalam kasus seperti itu, maka ketetapan pengadilan dapat menjadi acuan yang sahih atas identitas gender mereka.
"Kita kan nggak bisa menghukumi diri kita sendiri, jadi pengadilan yang menentukan, karena pengadilan menetapkan kan tidak asal. Ada pertimbangan medis, psikologis, sosial juga," kata Marzuki.
"Apabila sudah ditetapkan oleh pengadilan, maka itu tidak hanya berlaku saat dia meninggal saja, tetapi juga pada berbagai aspek hidupnya saat dia melaksanakan haji misalnya," lanjut dia.
Baca juga:
Namun sejauh ini belum pernah ada perbincangan yang serius pada tataran Fiqih terkait hal ini, sehingga wajar apabila terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama sendiri.
"Memang ada dua pandangan. Menurut saya silakan saja, sesuai keyakinan masing-masing. Bahwa nanti diterima atau tidak kan, Allah Maha Tahu," ujar Marzuki.
Tetapi, Marzuki menekankan bahwa hal itu tidak berlaku pada identitas gender yang hanya bersandar pada "pengakuan".