Jam malam di Sri Lanka diperpanjang setelah lebih dari 50 rumah pejabat dibakar massa, WNI merasakan kesulitan ekonomi
Pemerintah Sri Lanka memperpanjang jam malam hingga Kamis (12/05) setelah semakin banyak rumah pejabat yang dibakar massa, termasuk hotel mewah
WNI lain, Dita Kleyn yang tinggal di Kandy, mengatakan sering mendengar kesulitan rekan-rekan lain yang bekerja di spa.
"Yang mendapat gaji rupee, banyak teman-teman Indonesia yang kerja sebagai terapis spa sangat terdampak sekali untuk pengiriman duit ke Indonesia karena mata uangnya jatuh."
Dita tinggal selama 12 tahun di Sri Lanka dan suaminya, seorang warga setempat, bekerja di luar negeri.
Namun ia mengatakan juga "sangat terdampak krisis" yang terjadi sejak Maret lalu.
"Kita susah sekali cari sembako, BBM, gas elpiji (untuk masak). Untuk BBM, kita tunggu berjam-jam, dan itupun dijatah. Ada yang antre semalaman," cerita Dita kepada BBC News Indonesia.
"Sembako ada yang harganya naik empat kali lipat. Belum tarif dasar listrik, akan mengalami kenaikan 100%, yang saya dengar," tambahnya lagi.
Baik Yuli di Colombo dan Dita di Kandy, yang berjarak sekitar tiga jam berkendara dari ibu kota, sama-sama merasakan pemadaman listrik.
"Bisa sampai empat sampai lima jam sehari. Kita juga pernah mengalami mati listrik sampai 13 jam sehari. Sangat mengganggu sekali untuk kegiatan sehari-hari. Saya sebagai WNI, kami saja sudah sangat kelimpungan, terbebani, apalagi masyarakat lokal," cerita Dita. Ia biasa menyediakan katering masakan Indonesia bagi yang memesan.
Menurut KBRI di Kolombo, pekerja migran Indonesia di Sri Lanka berjumlah kurang dari 200 orang dan sebagian besar bekerja sebagai spa terapis di ibu kota Kolombo.
Krisis di Sri Lanka bermula setelah negara itu mengumumkan tidak memiliki cadangan devisa untuk membayar utang negara. Sejak bulan lalu, ribuan orang turun ke jalan-jalan untuk menuntut turunnya Presiden Gotabaya Rajapaksa yang terus menekankan ia tidak akan mundur.
Jumat lalu (06/05), polisi menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa di depan gedung parlemen di ibu kota Kolombo. Para demonstran marah karena naiknya harga kebutuhan pokok.
Transportasi, fasilitas kesehatan, pendidikan dan sistem perbankan sangat terganggu akibat protes dan pemogokan yang sudah berlangsung lebih dari satu bulan.