Kemarahan Muncul setelah AS Tetapkan MBS Kebal Atas Kematian Jamal Khashoggi
Amerika Serikat menyebut Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman kebal atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Penulis:
Whiesa Daniswara
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS) ditetapkan pemerintah AS kebal atas gugatan kematian jurnalis Jamal Khashoggi.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dituduh telah "menyerah" setelah pemerintahannya menyebut Mohammed bin Salman tidak boleh menghadapi tindakan hukum atas pembunuhan Jamal Khashoggi.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, keputusan untuk mencoba melindungi Mohammed bin Salman dari pengadilan AS dalam pembunuhan Khashoggi adalah "murni keputusan hukum".
Dikutip dari Sky News, terlepas dari rekomendasinya, Departemen Luar Negeri mengatakan "tidak memandang manfaat gugatan ini dan mengulangi kecamannya atas pembunuhan keji Jamal Khashoggi."
Langkah ini dipastikan akan membuat marah aktivis hak asasi manusia dan banyak politisi AS.
"Sejak hari-hari awal pemerintahan ini, pemerintah Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinannya yang mendalam mengenai tanggung jawab agen Saudi atas pembunuhan Jamal Khashoggi," sebut Departemen Luar Negeri AS.
Baca juga: AS Lindungi Pangeran MBS dari Gugatan atas Pembunuhan Jurnalis Jamal Khashoggi
Dari pernyataan tersebut jelas Departemen Luar Negeri AS tidak pernah menyebutkan dugaan peran Putra Mahkota Arab Saudi.
Pada tahun 2019 lalu, Joe Biden saat kampanye pernah berkata: "Saya pikir itu adalah pembunuhan telak. Dan saya pikir kita harus melakukannya seperti itu."
"Saya secara terbuka mengatakan pada saat itu kita harus memperlakukannya seperti itu dan harus ada konsekuensi yang berkaitan dengan bagaimana kita menangani mereka - kekuatan itu," ungkap Biden pada saat itu.
Tetapi sebagai Presiden, dia telah berusaha untuk meredakan ketegangan dengan kerajaan, termasuk berselisih dengan Pangeran Mohammed.
Sementara itu, kepala kelompok hak asasi manusia DAWN, Sarah Leah Whitson mengatakan, sebuah ironi ketika Joe Biden sendiri yang meyakinkan MBS dapat lolos dari gugatan kematian Jamal Khashoggi.
Baca juga: Istri Jurnalis Jamal Khashoggi akan Tuntut NSO Group atas Spyware Pegasus
"Presiden Biden-lah yang berjanji kepada rakyat Amerika bahwa dia akan melakukan segalanya untuk meminta pertanggungjawabannya," kata Whitson.
Sementara itu, mantan tunangan Jamal Khashoggi, Hatice Cengiz, menulis di Twitter bahwa "Jamal meninggal lagi hari ini" dengan keputusan tersebut.
Dia bersama DAWN - yang didirikan oleh Khashoggi - telah mencari ganti rugi yang tidak ditentukan di AS dari putra mahkota atas pembunuhan tunangannya.
Pengaduan tersebut menuduh pemimpin Saudi dan para pejabatnya telah "menculik, mengikat, membius dan menyiksa, serta membunuh jurnalis penduduk AS dan advokat demokrasi Jamal Khashoggi".
Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, berkata: "Hari ini adalah kekebalan. Semuanya menambah impunitas."
Baca juga: Pejabat AS: Washington akan Amati Sikap Arab Saudi setelah Sanksi atas Pembunuhan Jamal Khashoggi
Perbaiki Hubungan dengan Arab Saudi

Pemberian kekebalan untuk MBS ini setelah sang Putra Mahkota secara resmi menjabat sebagai Perdana Menteri Arab Saudi pada bulan September.
Di Arab Saudi, kekuasaan berada di tangan Raja, putra mahkota, dan bangsawan yang memiliki hubungan darah langsung.
MBS sangat berkuasa sejak ia menjadi putra mahkota pada tahun 2017.
Dikutip dari Al Jazeera, sangat tidak mungkin bahwa AS, sebagai mitra strategis dan pemasok senjata Arab Saudi, akan memfasilitasi penangkapan MBS.
Tetapi memberinya kekebalan dengan cara ini akan menyebabkan kelegaan di pengadilan kerajaan Saudi.
Baca juga: Joe Biden Pertanyakan Pernyataan Zelensky soal Rudal di Polandia
Meski begitu, kejadian ini telah memicu badai protes dari kelompok hak asasi manusia serta tunangan Khashoggi.
Mendasari semua ini adalah keinginan Washington untuk memperbaiki hubungannya yang buruk dengan kepemimpinan Saudi.
Bukan rahasia lagi bahwa MBS dan Presiden Biden tidak menyukai satu sama lain.
Baru-baru ini, Arab Saudi dengan gamblang menolak permintaan AS untuk memompa lebih banyak minyak untuk menurunkan harga bahan bakar.
Hal tersebut dianggap Washington sebagai bentuk penghinaan.
Selain itu, Saudi memiliki hubungan yang semakin hangat dengan Rusia dan China.
Akan ada banyak orang di istana kerajaan yang diam-diam mengharapkan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, yang memilih Riyadh untuk kunjungan luar negeri pertamanya sebagai Presiden.
(Tribunnews.com/Whiesa)