Virus Corona
China Dilanda Gelombang Protes Massal, Tolak Lockdown yang Diperluas
China dilanda kemarahan publik yang memprotes kebijakan penguncian wilayah (lockdown) Covid-19 di seluruh negeri yang diberlakukan Pemerintah China.
Penulis:
Nur Febriana Trinugraheni
Editor:
Choirul Arifin
Seorang ilmuwan politik di University of Chicago, Dali Yang, mengatakan komentar dari pihak berwenang bahwa penghuni gedung Urumqi dapat turun dan melarikan diri, kemungkinan besar dianggap sebagai pernyataan yang menyalahkan korban dan dapat memicu kemarahan publik.
"Selama dua tahun pertama Covid, orang mempercayai pemerintah untuk membuat keputusan terbaik agar mereka aman dari virus. Sekarang orang semakin mengajukan pertanyaan sulit dan waspada untuk mengikuti perintah," kata Yang.
Xinjiang adalah rumah bagi 10 juta suku Uyghur. Pemerintah Barat telah lama menuduh Beijing melakukan pelanggaran terhadap etnis minoritas tersebut yang sebagian besar beragama Islam, termasuk adanya tuduhan kerja paksa di kamp-kamp interniran. China dengan keras menolak tuduhan tersebut.
China memberi pembelaan terhadap kebijakan nol-COVID-nya, dengan menyebut langkah itu sebagai penyelamat jiwa dan diperlukan untuk mencegah sistem perawatan kesehatan mengalami kewalahan karna adanya lonjakan kasus. Para pejabat telah berjanji untuk melanjutkan kebijakan itu, meskipun penolakan publik meningkat dan jumlah korban Covid-19 naik.
Pada Jumat, China mencatat 34.909 kasus Covid-19 lokal harian, dengan infeksi menyebar ke banyak kota, mendorong penguncian yang meluas dan pembatasan lain pada pergerakan dan bisnis.
Shanghai, kota terpadat di China dan pusat keuangan yang mengalami lockdown selama dua bulan pada awal tahun ini, memperketat persyaratan tes Covid-19 pada Sabtu bagi penduduk yang akan memasuki tempat budaya seperti museum dan perpustakaan, mengharuskan orang untuk menunjukkan hasl tes negatif yang diambil dalam waktu 48 jam.