Konflik Rusia Vs Ukraina
Perjanjian Minsk 2014-2015 dan Fakta di Balik Kegagalan Upaya Damai di Donbas
Perjanjian Minsk 2014-2015 dimaksudkan sebagai upaya damai konflik Ukraina melawan penduduk di Donbas. Perjanjian itu gagal dilaksanakan.
Penulis:
Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Dua kolumnis dan pakar geopolitik, Oleg Burunov dan Andrei Dergalin, mengulas Perjanjian Minsk 2014-2015, hal-hal penting dan lika-liku di balik upaya damai di Ukraina ini.
Ulasannya dipublikasikan di situs media Sputniknews Jumat (9/12/2022), dan dialihbahasakan dengan sejumlah penyesuaian tanpa mengubah konteks di artikel berikut.
Ditandatangani pada 2014 dan 2015 oleh perwakilan dari Ukraina, Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR), Rusia, Prancis dan Jerman, Perjanjian Minsk gagal memberikan resolusi damai konflik di Donbass.
Berbicara pada pertemuan Dewan Pengembangan Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia pada hari Rabu, Presiden Rusia Vladimir Putin, menyebutkan masalah Perjanjian Perdamaian Minsk 2014.
Presiden Rusia mengatakan politisi barat lebih memilih untuk tetap bungkam ketika dia mengingatkan mereka tentang esensi perjanjian.
Baca juga: Angela Merkel Ungkap Skenario di Balik Perjanjian Minsk 2014-2015
Baca juga: Angela Merkel Ulangi Sikapnya Tak Ingin Ukraina Masuk NATO
Perjanjian Minsk seharusnya membuka jalan bagi penyelesaian konflik di Ukraina secara damai tetapi akhirnya gagal melakukannya.
Jadi, apa sebenarnya perjanjian ini dan apa yang mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk menandatanganinya?
Apa Itu Perjanjian Minsk?
Pada Februari 2014, pemerintah Ukraina yang terpilih secara demokratis digulingkan oleh apa yang disebut kudeta Euromaidan yang didukung oleh kekuatan barat.
Kudeta tersebut memicu konflik berdarah di wilayah timur negara itu di mana orang-orang yang menolak tunduk pada kepemimpinan baru Kiev, membentuk Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (masing-masing DPR dan LPR) dan memproklamasikan kemerdekaan mereka.
Upaya Kiev untuk dengan cepat menundukkan kedua republik yang baru dibentuk melalui penggunaan kekuatan militer gagal.
Milisi DPR dan LPR yang dibentuk tergesa-gesa, dipersenjatai dengan persenjataan apa pun yang dapat mereka peroleh dari gudang senjata lokal, berhasil bertahan melawan serangan gencar pasukan Kiev.
Setelah gagal mengamankan kemenangan yang menentukan di medan perang dan dengan Rusia dan kekuatan Eropa menyerukan solusi damai untuk konflik tersebut.
Kiev terpaksa melakukan negosiasi, yang terhambat oleh fakta pemerintah Ukraina enggan untuk berbicara langsung dengan para pemimpin Donetsk dan Lugansk.
Di tengah situasi yang sulit dan genting ini, Kelompok Kontak Trilateral di Ukraina dibentuk terdiri dari Ukraina, Rusia, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE).