Tragedi Kanjuruhan: Koalisi masyarakat sipil temukan ‘kejanggalan’ dalam proses hukum yang ‘diduga dirancang untuk gagal’
Koalisi masyarakat sipil mendesak kepolisian untuk membuka kembali penyelidikan dan penyidikan tragedi Kanjuruhan, setelah proses…
“Temuan ini tidak ditindaklanjuti secara serius oleh kepolisian dengan melakukan penyelidikan maupun penyidikan,” kata Daniel.
Masih terkait CCTV, dalam proses persidangan jaksa disebut tidak menampilkan hasil CCTV secara lengkap dan utuh dari berbagai sisi ketika peristiwa terjadi, terutama pada momen kematian massal terjadi. Padahal, terdapat 32 titik CCTV di area Stadion Kanjuruhan.
Sebelum proses pengadilan pun, muncul narasi yang dianggap “menyesatkan” terkait tragedi Kanjuruhan seperti Kapolda Jawa Timur bahwa tindakan pengamanan di stadion telah sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Ditambah lagi adanya narasi menyudutkan suporter yang disampaikan oleh Polri soal temuan 46 minuman keras.
Keluarga korban pun sempat mengalami “kekerasan dan intimidasi”. Salah satunya dialami oleh keluarga korban Devi Atok sebelum dan stelah pelaksanaan ekshumasi.
Tidak mengurai peristiwa penembakan gas air mata
Hasil persidangan dinilai tidak dapat mengurai peristiwa penembakan gas air mata secara utuh, kata Daniel.
Koalisi mempertanyakan mengapa penyidik melakukan rekonstruksi perkara pada 19 Oktober 2022 di lapangan Markas Polda Jawa Timur, bukan di Stadion Kanjuruhan.
Dari 25 adegan yang direkonstruksi, Daniel menyebut tidak ada adegan penembakan gas air mata ke tribun penonton.
“Implikasinya pada tidak utuhnya fakta peristiwa yang terjadi dalam proses penegakan hukum,” ujar dia.
Koalisi menemukan fakta bahwa suporter juga mengalami penderitaan akibat penembakan gas air mata di luar stadion juga tidak diurai di dalam proses persidangan.
Dugaan aparat ‘melindungi aktor lain’
Koalisi menduga ada upaya dari aparat penegak hukum untuk melindungi aktor lain atas tragedi yang terjadi.
Fakta persidangan menunjukkan adanya perintah penembakan gas air mata dari Kasat Samapta Polres Malang kepada dua anggotanya, Danki Brimob Polda Jawa Timur kepada sembilan anggotanya, dan Danki Brimob Madiun kepada dua anggotanya.
“Tetapi proses hukum yang berjalan tidak menyeret anggota yang menembak gas air mata, yang diminta menembak gas air mata sehingga kami menduga ada upaya aparat untuk melindungi aktor lain,” tutur Daniel.
Keputusan majelis hakim yang menerima anggota Polri sebagai tim penasehat hukum terdakwa juga dinilai “tidak dapat dibenarkan” karena “berpotensi menimbulkan konflik kepentingan”.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.