Puluhan kampus swasta ditutup Kemendikbud, bagaimana nasib mahasiswa?
Pemerhati pendidikan, Supriadi Rustad, menyebut beberapa kampus yang ditutup oleh Kemendikbud-Ristek sudah "bermasalah" sejak lama…
Pasalnya perguruan tinggi itu tidak kunjung ditutup lantaran ada upaya dari pihak lain untuk "melindungi", kata Supriadi.
"Dulu kalau misalnya ditutup, akan bermetamorfosa menjadi universitas yang baru. Tapi orangnya itu-itu saja. Beberapa [pemilik kampus bermasalah] pemain lama."
Menurutnya keputusan pencabutan ini sudah tepat, sebab bagaimanapun yang dirugikan adalah masyarakat.
"Memang ada yang sengaja ingin dapat ijazah abal-abal, tapi kan ada juga yang tidak tahu," ucapnya.
Kepada masyarakat, ia mewanti-wanti agar tidak salah memilih kampus. Beberapa ciri kampus abal-abal yang umum diketahui adalah mahasiswanya tidak sampai 1.000 orang.
Ini karena biaya operasional sebuah universitas swasta sangat besar dan dengan jumlah mahasiswa yang sedikit kian sulit bagi kampus untuk bertahan.
Demi bertahan kadang kala perguruan tinggi melakukan berbagai cara agar ada dukungan finansial, termasuk melakukan pelanggaran.
Ciri berikutnya, sambungnya, tidak memiliki fasilitas laboratorium dan program studinya adalah manajemen.
Agar kasus serupa tidak terulang, Supriadi Rustad menyarankan Kemendikbud-Ristek untuk melakukan beberapa hal.
"Jumlah kampus di Indonesia teramat banyak. Menurut saya tidak perlu buka kampus lagi. Apalagi di daerah yang sudah padat dengan perguruan tinggi. Kecuali di daerah terpencil."
"Kedua, saya anjurkan agar perguruan tinggi yang kecil disatukan dengan perguruan tinggi besar yang sudah jelas kualitasnya (merger)."
Bagaimana dengan nasib mahasiswa?
Pembina Yayasan Tri Praja Karya Utama, Suroyo, mengatakan bagi mahasiswa di Unversitas Mitra Karya dan STIE Tribuana yang menerima beasiswa dari yayasan wajib mengembalikan uang beasiswa yang telah diberikan jika hendak pindah ke kampus lain.
Untuk diketahui, katanya, mahasiswa penerima beasiswa dari yayasan hampir 50% dari total keseluruhan.
Di kontrak beasiswa yayasan tersebut, sambung Suroyo, tertulis bahwa kalau mereka drop out alias berhenti harus mengganti uang beasiswa kepada yayasan.
Pengecualian berlaku kalau mereka bersedia diarahkan ke kampus baru yang direkomendasikan yayasan.
Kampus baru yang dimaksud Suroyo adalah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Syariah Mitra Karya.
"Sekarang kita ditutup, yayasan akan bertanggung jawab, apapun ceritanya mahasiswa kita arahkan supaya di kampus baru dan nilainya diakui."
Direktur Kelembagaan Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Lukman, mengatakan seharusnya para mahasiswa di sana tidak perlu membayar ganti rugi uang. Sebab pemindahan itu merupakan tanggung jawab kampus yang bermasalah.
Kemendikbud-Ristek pun berjanji akan memfasilitasi para mahasiswa untuk pindah ke perguruan tinggi lain asalkan memiliki rekam jejak akademik.
Seorang mahasiswa di Unversitas Mitra Karya yang tak mau disebutkan namanya mengaku tidak ingin meneruskan kuliah di kampus yang disarankan pihak yayasan.
Ia takut kejadian yang sama bakal terulang.
Itu sebabnya dia meminta kampus dan yayasan agar tidak mempersulit mereka apalagi kalau harus mengganti uang beasiswa.
"Saya ingin kalau mahasiswa ingin pindah jangan dipersulit. Biar mahasiswa bisa melanjutkan pendidikan," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Dia bercerita saat ini nasib kawan-kawannya menggantung lantaran pihak universitas tidak juga memberikan penjelasan resmi kepada mereka soal penutupan ini dan langkah selanjutnya.
Usai ujian akhir semester pada Maret lalu, para mahasiswa diliburkan dan semestinya mulai mengikuti kegiatan belajar beberapa minggu kemudian.
Tapi sampai awal Mei, tidak ada aktivitas belajar mengajar. Pihak universitas pun, sambungnya, tidak memberikan keterangan.
Hingga akhirnya pada 3 Mei 2023 berembus kabar bahwa kampusnya ditutup oleh Kemendikbud-Ristek.
Ia juga mengatakan selama menempuh pendikan di sana tak pernah mendengar isu atau melihat ada pelanggaran berupa pembelajaran fiktif.
"Selama ini kalau belajar mata kuliah selalu ada dosennya. Normal-normal saja."
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.