Prancis: Kematian Remaja Picu Perdebatan Isu Kekerasan Polisi
Kerusuhan meluap, setelah seorang remaja ditembak mati saat berhenti di lampu merah. Insiden yang menurut Presiden Macron “tidak…
Penembakan fatal terhadap seorang remaja oleh polisi di Paris telah meletuskan kemarahan warga Prancis. Video yang disaksikan oleh para saksi mata itu menunjukkan Nahel, 17 tahun, ditembak oleh seorang petugas polisi dari jarak dekat, saat sedang berhenti di lampu merah.
Menurut Presiden Prancis Emmanuel Macron, insiden ini "tidak dapat dimaafkan" dan seorang perwira polisi telah didakwa melakukan pembunuhan secara sukarela.
Nanterre tengah berduka
Jalanan-jalanan di kampung halaman Nahel di pinggiran kota Paris pun dipenuhi para pengunjuk rasa pada hari Kamis (29/06), di mana banyak dari mereka mengenakan pakaian serba putih.
Ketika semua orang datang ke Nanterre untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Nahel, suara sirene terus berbunyi membuat suasana menjadi lebih tegang, dengan penjagaan ketat oleh para polisi.
Bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi pun tak terhindarkan. Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan bahwa setidaknya 170 polisi terluka, namun memuji respon tanggap para aparat dengan mengatakan bahwa, "mereka sangat profesional bahkan dalam kondisi sulit sekali pun dan saya ingin menegaskan kembali dukungan dan kepercayaan saya kepada mereka, dengan menyatakan bahwa saya, tentu saja, ada di sisi mereka," tegasnya kepada para wartawan pada hari Kamis (29/06).
"Kami tinggal di negara yang tidak aman. Ketika kami pergi ke luar, kami bisa mati kapan saja," kata seorang pengunjuk rasa kepada tim DW. "Kami tinggal di Prancis yang seharusnya berarti 'kebebasan, kesetaraan, persaudaraan,' tapi itu tidak ada lagi. Kini polisi membuat aturan dengan hanya melakukan apa yang mereka inginkan. Jika mereka memutuskan untuk membunuh seseorang, mereka akan melakukannya," tambahnya.
"Saya turut berduka cita untuk keluarganya," kata seorang warga setempat. "Dia masih sangat muda, baru berusia tujuh belas tahun, di mana seharusnya masa depan ada di depan matanya."
Apakah aksi kekerasan polisi tengah meningkat di Prancis?
Kelompok Jaringan Eropa Melawan Rasisme mengatakan bahwa kematian Nahel, yang diketahui memiliki keturunan asal Afrika Utara, menimbulkan "pertanyaan mendesak tentang penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh lembaga penegak hukum, terutama terhadap kelompok-kelompok rasial”.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke tim DW, kelompok kampanye tersebut meminta pemerintah Prancis untuk "mengambil tindakan secepat mungkin dalam mengatasi kekhawatiran yang disampaikan oleh organisasi masyarakat sipil dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengenai impunitas dan kepolisian rasial di Prancis."
Jacques de Maillard adalah seorang profesor ilmu politik di Universitas Versailles-Saint-Quentin dan penulis buku "Comparative Policing" atau "Perbandingan Kepolisian” yang terbit pada tahun 2022. De Maillard mengatakan kepada tim DW bahwa kematian Nahel bukan kasus biasa. Menurutnya, "degradasi hubungan antara polisi dan pemuda kelas pekerja dari latar belakang etnis minoritas merupakan elemen kunci dari situasi di Prancis.”
"Dalam hal menjaga ketertiban umum, tidak dapat disangkal bahwa telah terjadi aksi kekerasan oleh polisi dalam beberapa tahun terakhir," kata de Maillard. Ilmuwan politik itu juga merujuk pada undang-undang tahun 2017 yang melonggarkan kondisi di mana aparat polisi dapat melepaskan tembakan ke arah kendaraan yang mencoba melarikan diri dari tempat perkara kejadian.
Kasus insiden penembakan polisi justru menurun
Juru bicara kepolisian Prancis, Sonia Fibleuil, justru menepis tuduhan tentang meningkatnya aksi kekerasan oleh polisi di negara tersebut.
"Ada 157 insiden yang melibatkan tembakan ke arah kendaraan yang tengah melaju pada tahun 2021, dan ada 138 inside pada tahun 2022. Jadi, kasus insiden itu sendiri sedikit menurun," terangnya kepada lembaga penyiaran Public Sénat pada hari Rabu (28/06).
Fibleuil menambahkan bahwa penggunaan senjata api oleh aparat polisi itu juga terus menurun, dari sebelumnya pada 2019 ada lebih dari 300 insiden per tahun, turun menjadi 285 pada tahun 2022.
"Ketika sebuah tembakan operasional dilepaskan, itu karena kami berkewajiban untuk melakukannya. Kita tidak boleh lupa bahwa kerangka hukum ... menguraikan proporsionalitas yang ketat dan keharusan mutlak," jelas Fibleuil. Dia bahkan mengakui bahwa rekor jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2022, justru lebih "dramatis."
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.