Kamis, 9 Oktober 2025

Warteg: Komunitas yang membantu para pengusaha Warung Tegal bertahan di tengah inflasi besar-besaran

Para pemilik warteg se-Jabodetabek berkumpul bersama dan membentuk komunitas yang dinamakan Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara)…

BBC Indonesia
Warteg: Komunitas yang membantu para pengusaha Warung Tegal bertahan di tengah inflasi besar-besaran 

“Itu per Kanwil biasanya. Misalnya di Bogor, terus nanti kan jaraknya lumayan, makanya kita datangi. Ayo di Bogor adakan Kopdar [Kopi Darat], nanti kita bisa sambil arisan.

“Makanannya juga enggak jauh-jauh dari warteg atau dari biasanya kupat, kupat khas Tegal atau tauco/ Ya paling nggak opor ayam, warteg ini kan makanan rumah. Jadi kan enggak susah,” ujar Mukroni sambil tertawa.

Selain itu, Tarsih, yang juga menjabat sebagai sekretaris Kowantara, mengatakan bahwa komunitas itu seringkali menjadi wadah penyaluran aspirasi para pengusaha warteg.

“Kalau ada peraturan-peraturan pemerintah yang kayaknya merugikan. Kemarin waktu Warteg mau dikenakan pajak, berat banget karena yang makan [di warteg] bukan orang-orang yang banyak duit,” kata Tarsih.

Evolusi warteg: usaha orang Tegal yang kemudian menjadi milik bersama

Pemilik warteg Otista, Tarsih Irdayanti mengatakan bahwa saat ia kecil, para warga Tegal yang bermigrasi ke Jakarta untuk membuka usaha warteg terbatas menjadi dua kampung, yakni Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna.

Ia sendiri berasal dari daerah Cabawan, yang letaknya tak jauh dari kedua kampung tersebut.

“Karena Tegal itu kota bisnis, bahkan saat zaman dulu, Gusdur bilang [Tegal itu] Jepangnya Indonesia. Kenapa? Karena di sana banyak [manufaktur] besi, terus industri lah. Dan banyak juga yang mulai pergi ke Jakarta buat buka usaha,“ ujar Tarsih

Ayah Tarsih pertama kali membuka toko minuman kopi dan rokok di era 70-an di bawah Jembatan Besi, Jakarta Barat. Usaha tersebut kemudian berkembang menjadi warung yang dikelola oleh istrinya.

“Ibu saya dibantu oleh kakak saya, jadi ITC Roksimas itu saya dari masih bedeng sampai jadi tuh saya dagang di sana. Berapa puluh tahun itu kakak saya punya warung disitu, 30 tahunan,“ ujar Tarsih.

Namun kini, sambungnya, bukan hanya orang Tegal yang menjalani bisnis warteg. Ia mengatakan siapapun yang memiliki modal bisa membuka warteg sendiri atau mengelola cabang warteg atau yang disebut dengan warteg franchise

Sejarawan Makanan Universitas Padjajaran, Fadly Rahman, mengatakan bahwa awal mula warteg tidak bisa dipisahkan dari migrasi orang-orang Tegal ke Jakarta. Hal itu ia sebut dengan fenomena urbanisasi yang mulai terjadi pada dekade tahun 60-an.

“Saat itu Jakarta memang tengah gencar melakukan pembangunan dan banyak sekali membutuhkan tenaga-tenaga kerja dan yang banyak datang untuk bekerja di Jakarta ini diantaranya adalah orang-orang Tegal.

Jadi mereka datang dan kemudian dari perjalanan awal sejarah Tegal, awal sejarah warung nasi Tegal ini, istri-istrinya juga ikut.

Ia mengatakan pada awalnya, para warga Tegal hanya membuka warung-warung kecil agar bisa memenuhi kebutuhan makan para kuli bangunan dan menu yang disajikannya pun sangat sederhana.

Sumber: BBC Indonesia
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved