Konflik Rusia Vs Ukraina
Amerika Serikat Desak Korea Utara untuk Tidak Menjual Senjata ke Rusia
John Kirby mengatakan pihaknya merasa prihatin dengan potensi kesepakatan senjata antara Rusia dan Korea Utara.
Penulis:
Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor:
Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) telah meminta Korea Utara untuk tidak menjual senjata apapun ke Rusia, yang berpotensi digunakan Moskow untuk perang di Ukraina.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan pihaknya merasa prihatin dengan potensi kesepakatan senjata antara Rusia dan Korea Utara.
“Kami mendesak Korea Utara untuk menghentikan perundingan senjata dengan Rusia dan mematuhi komitmen publik yang telah dibuat Pyongyang untuk tidak menyediakan atau menjual senjata ke Moskow,” kata Kirby.
Baca juga: Korea Utara Respons Latihan Tempur AS dan Korea Selatan Sebagai Ancaman, Mau Perang Nuklir Beneran?
Kirby yakin bahwa Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu telah mencoba melobi Pyongyang untuk menjual amunisi artileri ke Moskow ketika ia mengunjungi Korea Utara dan bertemu dengan Kim Jong Un pada Juli lalu.
Tahun lalu, AS juga menuduh Korea Utara karena secara diam-diam mengirimkan peluru artileri ke Rusia.
“Kami tetap khawatir jika Korea Utara terus mempertimbangkan untuk memberikan dukungan kepada pasukan militer Rusia di Ukraina,” ujar Kirby.
Meski begitu, baik Korea Utara maupun Rusia dengan tegas membantah tuduhan AS terkait pengiriman senjata.
Adapun Korea Utara tetap berpihak pada Rusia terkait perang di Ukraina, dan bersikeras “kebijakan hegemonik” negara-negara Barat yang dipimpin AS telah memaksa Moskow mengambil tindakan militer untuk melindungi kepentingan keamanannya.
Ketegangan AS-Korea Utara
Sementara itu, desakan AS kepada Korea Utara muncul ketika Pyongyang terus meluncurkan rudal balistik antarbenua yang bertentangan dengan Washington.
Seperti diketahui, Korea Utara kembali menembakkan dua rudal balistik hanya beberapa jam setelah AS menerbangkan pesawat pembom jarak jauh pada Rabu (30/8/2023).
Lantas, Gedung Putih mengutuk peluncuran rudal tersebut sebagai ancaman terhadap stabilitas regional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.