Sabtu, 11 Oktober 2025

Kisah umat Kristiani di Gaza yang berlindung dari serangan Israel di dua gereja

Hampir sebagian umat Kristiani di Gaza berlindung di dua gereja untuk menghindari serangan udara Israel. Namun tempat peribadatan…

BBC Indonesia
Kisah umat Kristiani di Gaza yang berlindung dari serangan Israel di dua gereja 

“Jumlah kami hanya sedikit. Kami ingin anak-anak kami terbuka terhadap komunitas Kristen dan mengenal keluarga mereka serta menjalani kehidupan normal,” katanya.

“Batasan kehidupan di sini sangat ketat,” kata Elias. Dia lantas merujuk serangan militer 26 Oktober lalu, yang menurutnya menghilangkan hampir 2% komunitas Kristiani di Gaza, termasuk satu keluarga.

"Ini mengerikan,” ucapnya.

'Tidak ada pilihan untuk hidup di Gaza, hanya takdir menuju kematian'

Menurut Pastor Joseph Assad, Wakil Presiden Patriarkat Latin pada komunitas Katolik di Gaza, ada sekitar 550 pengungsi di gerejanya. Dari jumlah itu, terdapat 60 orang berkebutuhan khusus dan anak-anak berusia di bawah lima tahun.

“Kami berada di gedung sekolah Patriarkat Latin, yang tidak memiliki kamar tidur, kamar mandi, atau penutup,” kata Pastor Joseph.

Ketika gereja Santo Porphyrius dibom, situasinya semakin rumit karena sekitar 100 orang kehilangan tempat berlindung, menurut seorang anggota Gereja Ortodoks Yunani.

Israel membuat klaim bahwa serangan militer mereka merupakan respons terhadap serangan Hamas yang dimulai pada tanggal 7 Oktober. Israel menyebut serangan Hamas menewaskan lebih dari 1.400 warganya. Hamas, dalam tuduhan Israel, juga menyandera 239 orang.

Namun di sisi lain, serangan Israel hingga 30 Oktober lalu, menurut Kementerian Kesehatan Palestina, menewaskan 8.306 orang. Dari jumlah itu 3.457 antaranya adalah anak-anak.

Elias Jildeh, umat yang tinggal di paroki Latin, merangkum luapan emosi warga Gaza. "Kami merasakan kemarahan dan ketidakadilan, dan tidak ada perlindungan, seolah-olah kami berada di hutan," ujarnya.

"Mereka (Israel) tidak memberikan pilihan pada masyarakat untuk hidup, hanya pilihan yang mengarah pada kematian," kata Elias.

Adapun, Reem bertanya-tanya, "Apa yang akan terjadi di Gaza? Apakah kami akan mengungsi?"

“Saya memikirkan anak-anak saya. Saya berharap mereka bisa meninggalkan Gaza dan bekerja di luar negeri. Kami sudah terbiasa dengan kehidupan ini, tapi mengapa mereka harus menderita bersama kami?

Disunting oleh Andrew Webb, BBC World Service

Sumber: BBC Indonesia
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved