Jumat, 12 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Buka Opsi Damai dengan Israel, Ismail Haniyeh: Negara Palestina Harus Dibentuk

Hamas menyebutkan syarat diskusi dengan Israel yaitu diskusi harus diakhiri dengan terbentuknya negara Palestina, yang libatkan faksi perlawanan.

ANWAR AMRO / AFP
Petinggi Hamas Ismail Haniyeh mengadakan konferensi pers selama kunjungannya ke Dar al-Fatwa, otoritas agama Sunni tertinggi Lebanon, di Beirut pada 22 Juni 2022. -- Ismail Haniyeh mengatakan negara Palestina yang merdeka adalah syarat untuk berdamai dengan Israel. 

TRIBUNNEWS.COM - Kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, mengatakan Hamas terbuka terhadap perundingan untuk mengakhiri perang dengan Israel.

Namun, Ismail Haniyeh menekankan kesepakatan akhir itu harus mengarah pada negara Palestina yang merdeka.

"Hamas siap untuk berdialog dengan Israel, berharap bahwa pembicaraan di masa depan dapat menertibkan rumah Palestina baik di Tepi Barat maupun Jalur Gaza,” kata Ismail Haniyeh dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Rabu (13/12/2023).

“Kami terbuka untuk mendiskusikan pengaturan atau inisiatif apa pun yang dapat mengakhiri agresi dan mengarah pada jalur politik yang menjamin hak rakyat Palestina atas negara merdeka mereka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” lanjutnya, dikutip dari Sky News.

Namun, Ismail Haniyeh kemudian memperingatkan segala upaya untuk mengecualikan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya dari penyelesaian pascaperang akan menjadi sebuah “khayalan".

Hamas mengatakan faksi perlawanan Palestina apa pun harus dilibatkan dalam proses tersebut.

Baca juga: Israel Umumkan Kekalahan Terburuknya, Hamas: Semakin Lama Anda di Gaza, Semakin Rugi dan Kecewa

Benjamin Netanyahu: Israel Tak akan Ulangi Perjanjian Oslo

Komentar Ismail Haniyeh muncul hanya satu hari setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan negara Palestina tidak mungkin terwujud.

Dalam pernyataannya, Benjamin Netanyahu bersumpah untuk tidak pernah mengulangi kesalahan Oslo, perjanjian perdamaian tahun 1993 yang menciptakan peta jalan bagi negara Palestina yang berdaulat.

Netanyahu menyebut Perjanjian Oslo adalah kesalahan besar Israel.

Perjanjian Oslo I ditandatangani oleh Presiden Otoritas Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat, dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin di Gedung Putih, Amerika Serikat.

Rencananya, Perjanjian Oslo dapat menjadi cikal bakal terbentuknya negara Palestina yang berdampingan dengan Israel.

Namun pada 4 November 1995, oposisi Israel membunuh Yitzhak Rabin setelah ia menandatangani Perjanjian Oslo II pada 28 September 1995 dan negara Palestina yang merdeka tidak pernah terwujud.

Presiden AS Bill Clinton (tengah) berdiri di antara pemimpin PLO Yasser Arafat (kanan) dan Perdana Menteri Israel Yitzahk Rabin (kiri) saat mereka berjabat tangan untuk pertama kalinya, pada 13 September 1993 di Gedung Putih di Washington DC, setelah menandatangani Perjanjian Perjanjian Oslo Israel-PLO yang bersejarah tentang otonomi Palestina di wilayah pendudukan.
Presiden AS Bill Clinton (tengah) berdiri di antara pemimpin PLO Yasser Arafat (kanan) dan Perdana Menteri Israel Yitzahk Rabin (kiri) saat mereka berjabat tangan untuk pertama kalinya, pada 13 September 1993 di Gedung Putih di Washington DC, setelah menandatangani Perjanjian Perjanjian Oslo Israel-PLO yang bersejarah tentang otonomi Palestina di wilayah pendudukan. (FOTO AFP J.DAVID AKE)

Baca juga: Ke Ukraina untuk Lawan Rusia, Tentara Israel Kena Mental dan Berujung Mengemis di Medsos

Perjanjian Oslo II membagi wilayah Tepi Barat menjadi tiga bagian; area A, area B dan area C.

Area A dengan 18 persen wilayah di bawah kendali Palestina, area B dengan 22 persen wilayah di bawah kendali Israel-Palestina, dan area C dengan 60 persen wilayah di bawah kendali Israel, dikutip dari Al Jazeera.

Lebih dari 30 tahun kemudian, pasukan Israel terus menduduki Tepi Barat, tempat pos-pos pemukiman Yahudi berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, sementara pemerintah mempertahankan blokade ketat di Jalur Gaza.

Pada Rabu (13/12/2023), Netanyahu menyatakan Israel akan melanjutkan operasi militernya di Gaza sampai Hamas dimusnahkan dan tidak akan berhenti meski mendapat tekanan internasional.

Warga Palestina memeriksa kehancuran setelah pemboman Israel di Rafah, di Jalur Gaza selatan pada 12 Desember 2023,
Warga Palestina memeriksa kehancuran setelah pemboman Israel di Rafah, di Jalur Gaza selatan pada 12 Desember 2023, (MOHAMMED ABED / AFP)

Baca juga: Video Aksi Tak Pantas Tentara Israel di Gaza Bermunculan, dari Bakar Makanan hingga Obrak-abrik Toko

Hamas Palestina vs Israel

Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.

Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.

Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan perang melawan Hamas dan meluncurkan pasukan ke Jalur Gaza pada keesokan harinya.

Pemboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 18.600 warga Palestina dan melukai lebih dari 46.480 lainnya sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Kamis (14/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Anadolu.

Selain itu, kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina juga terjadi di Tepi Barat, wilayah yang dipimpin Otoritas Pembebasan Palestina (PLO).

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan