Selasa, 2 September 2025

Kaleidoskop 2023

Kaleidoskop 2023, From The River to The Red Sea, Bara Hamas ke Israel Bakar Hegemoni AS di Kawasan

petualangan luar negeri Washington penuh dengan konsekuensi yang tidak diinginkan yang memperkuat musuh-musuhnya. Hegomoni AS terancam.

AFP/HENRY NICHOLLS
Seorang pengunjuk rasa mengibarkan bendera Palestina saat unjuk rasa mendukung warga Palestina, di luar Gedung Parlemen di pusat kota London pada 15 November 2023, untuk menuntut Anggota Parlemen memilih gencatan senjata di Gaza. Para anggota parlemen berkumpul di House of Commons untuk memberikan suara pada amandemen Pidato Raja yang menyerukan gencatan senjata di Gaza. (Photo by HENRY NICHOLLS / AFP) 

Daripada mengindahkan peringatan berulang kali dari pemimpin Ansarallah Abdulmalik al-Houthi kepada Washington untuk menghentikan dukungan bagi perang Israel di Gaza setelah operasi Banjir Al-Aqsa, pemerintahan Biden tampaknya menutup mata.

Alih-alih menekan Tel Aviv untuk mencegah eskalasi regional, Washington justru membuka jembatan senjata udara ke Israel yang jauh melebihi pasokan senjatanya ke Ukraina pada periode yang sama.

Baca juga: WRSA-I, Gudang Senjata AS di Israel yang Bisa Dipakai Sesuka Hati dan Bayar Belakangan

AS bahkan telah memperluas penempatan militernya di wilayah tersebut, dan secara langsung mencegat rudal dan drone Yaman yang menargetkan kota Umm al-Rashrash (Kota Eilat) di Israel selatan.

"Meskipun terjadi pembantaian yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap warga sipil Gaza selama dua bulan yang telah membalikkan opini global terhadap Tel Aviv, AS tampaknya tidak mau menghadapi keputusan Israel untuk melancarkan perang yang berlarut-larut. Fokus Gedung Putih justru tertuju pada perlindungan kepentingan komersial Israel di Laut Merah, dan AS jadi aktor utama dalam pembentukan satuan tugas angkatan laut yang sangat kontroversial di Asia Barat," tulis Khalil Harb.

Awal bulan ini, setelah aksi militer Yaman untuk menghentikan pelayaran terkait Israel mendapatkan momentum, Ketua Dewan Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi menyatakan kalau “Jika dunia tidak mengambil tindakan, kami akan mengambil tindakan.”

Hal ini menyusul diskusi Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dengan Menteri Pertahanan Saudi Khalid bin Salman mengenai “ancaman Houthi terhadap kebebasan navigasi di Laut Merah,”.

Sullivan memperjelas keadaan ketika dia mengumumkan pembicaraan yang sedang berlangsung untuk membentuk “semacam gugus tugas” maritim untuk memastikan lalu lintas yang aman bagi kapal-kapal di jalur air tersebut.

Ungkapan “semacam” kekuatan menunjukkan kalau Washington tidak bermaksud membatasi diri pada apa yang disebut “Satuan Tugas Gabungan 153 (CTF 153)” yang dibentuk dua tahun lalu untuk “memerangi aktivitas teroris dan penyelundupan” di Laut Merah dan Teluk Aden.

Satgas Gabungan 153 saat itu mencakup 15 negara, termasuk Amerika Serikat, Arab Saudi, Mesir, dan Yordania, namun tidak termasuk Israel.

"Faktanya, ‘gugus tugas’ baru ini semakin terlihat seperti langkah Amerika untuk menghadapi Yaman secara lebih langsung, setelah perang delapan tahun yang gagal dimenangkan oleh sekutu Saudi dan Uni Emirat Arab. Hal ini juga merupakan kesempatan untuk memaksakan integrasi regional Israel di negara-negara Asia Barat, dengan melibatkan Tel Aviv dalam misi militer dengan kekuatan yang lebih luas, persenjataan yang lebih besar, dan bersifat multinasional," kata Harb.

Peta area tugas Satgas Maritim bentukan AS di kawasan perairan teluk.
Peta area tugas Satgas Maritim bentukan AS di kawasan perairan teluk. (TC)

Tantangan Ansarallah untuk CTF 153

Niat Washington sudah jelas, setidaknya sejak Februari 2022, ketika AS mengawasi latihan militer angkatan laut yang diikuti 60 negara, termasuk Israel – pertama kalinya negara pendudukan tersebut berpartisipasi dalam latihan bersama negara-negara Arab yang tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan negara tersebut.

"Combined Task Force (CTF) 153 adalah kekuatan keempat dari jenisnya dalam kerangka "Combined Maritime Force" (CMF), sebuah aliansi pasukan multinasional dari 39 negara yang didirikan pada tahun 2002 di bawah komando Armada Kelima di Bahrain, yang konon untuk memerangi aktivitas dari aktor ilegal dan terorisme internasional di laut.

CMF mencakup tiga gugus tugas lainnya (150, 151, dan 152).

Negara-negara yang berpartisipasi antara lain Australia, Belgia, Brasil, Prancis, Jerman, Yunani, India, Irak, Italia, Jepang, Korea Selatan, Norwegia, Kuwait, Portugal, Qatar, Singapura,Spanyol, Thailand, Turki dan Inggris.

Menurut Defense News, sejatinya AS tidak perlu membentuk satuan tugas baru; ada satuan tugas di dalam Gabungan Pasukan Maritim, yaitu CTF 153, yang dapat difungsikan.

Halaman
1234
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan