Pengungsi banjir Sumbar terancam tiga gelombang penyakit, mulai dari penyakit menular hingga stres pascatrauma - 'Jika ada hujan saya sangat takut'
Banjir bandang dan lahar di Sumatra Barat, yang sejauh ini menewaskan 59 orang, telah menyebabkan setidaknya 3.396 jiwa mengungsi.…
Usai banjir lingkungan terdampak berubah menjadi panas. Situasi yang disebutnya tidak seimbang, kotor, dan penuh sesak oleh para pengungsi turut berperan menyebarkan penyakit ISPA.
"Apalagi kalau daya tahan tubuh turun, gampang kena. Karena ISPA bisa dari virus atau bakteri. Makanya kebersihan dijaga, kalau perlu warga diberikan masker dan vitamin."
"Untuk orang dewasa diberikan suplemen vitamin C dan bayi serta balita dikasih vitamin A."
Tapi selain infeksi saluran pernapasan, petugas kesehatan juga harus bersiap dengan penularan campak pada bayi dan balita – kelompok yang disebutnya sangat rentan.
Menurut Lucky, dalam kondisi tempat pengungsian yang padat pihak otoritas kesehatan perlu memerhatikan adanya penyakit ini.
Sebab jika satu anak saja ketahuan mengidap campak, semua anak yang berada di satu lokasi tersebut harus diimunisasi.
"Satu saja kena campak semua harus divaksinasi."
Gelombang kedua, penyakit yang kemungkinan datang adalah leptospirosis, tetanus, dan hepatitis A.
Masa inkubasi penyakit-penyakit itu berlangsung antara tujuh sampai sepuluh hari setelah banjir.
Leptospirosis atau penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui kontak langsung dengan kotoran hewan terutama tikus.
Geala yang biasanya timbul adalah demam, kelelahan, nyeri otot, mual, muntah, dan kulit kekuningan.
"Kita bisa kena dari infeksi atau luka di kaki atau tangan."
Itu mengapa dia menyarankan kepada warga, relawan atau tim pencari mengenakan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah.
Akan tetapi leptospirosis, sebutnya, lazim terjadi di area dengan penduduk yang padat, sering banjir, dan manajemen limbah yang kurang baik, serta sanitasinya buruk.
Dalam beberapa kasus, dia mencatat, kasus leptospirosis tertinggi ada di perkotaan dengan populasi padat seperti Jakarta.
"Tapi kalau di Sumbar saya rasa risikonya lebih rendah ada kasus leptospirosis karena permukiman tidak sepadat Jakarta."
Gelombang ketiga, penyakit yang berpotensi muncul setelah banjir adalah demam berdarah serta penyakit komorbid pada orang lansia seperti hipertensi, diabetes, dan stroke.
Demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti cenderung lebih aktif saat suhu tinggi yakni di musim panas.
Kasus demam berdarah disebut bisa muncul dalam beberapa minggu setelah banjir.
Khusus untuk mencegah penyakit ini, Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, Sumarjaya, menyebut tenaga kesehatan biasanya akan melakukan fogging.
Fungsi fogging, menurutnya, tak cuma untuk membunuh jentik-jentik nyamuk tapi juga mencegah penularan penyakit melalui serangga seperti lalat.
"Makanya kami akan lihat kalau di pengungsian lebih dari lima hari akan dilakukan fogging agar tidak ada penyakit menjangkiti tempat-tempat pengungsian," ujar Sumarjaya.
Potensi gangguan stres pascatrauma?
Kepala Bidang Penanggulangan Bencana di Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Lucky Tjahjono, menyebut berbagai studi dan data statistik membuktikan setiap bencana akan menyebabkan warga terdampak mengalami stres.
Kondisi tersebut bisa diakibatkan karena kehilangan anggota keluarga, harta benda, atau mata pencaharian.
Dalam kasus-kasus bencana di Indonesia, katanya, dari korban yang terdampak biasanya terdapat 20%-30% di antaranya harus ditinjau kesehatan mentalnya bahkan dirujuk ke psikolog.
Sumarjaya mengakui keadaan tersebut.
Itu kenapa biasanya warga yang tinggal di pengungsian dalam jangka waktu yang lama akan diberikan dukungan berupa layanan psikososial.
"Kalau istilah sekarang trauma healing. Biasanya standar kita, satu klaster dari 20 orang itu disediakan satu psikiater, dua psikolog, dan dua perawat jiwanya," jelas Sumarjaya.
"Tapi tingkat stres untuk korban banjir biasanya tidak terlalu tinggi. Berbeda dengan gampa bumi atau tsunami lebih tinggi tingkat stresnya karena berlangsung cepat dan seketika."
Merujuk pada catatan Kemenkes, korban banjir bandang dan lahar menempati lokasi pengungsian di fasilitas umum milik pemda seperti sekolah.
Pengungsi terbanyak ada di Kabupaten Tanah Datar yang mencapai 2.039 orang, kemudian di Kabupaten Agam terdata ada 1.159 orang, dan Kota Padang Pariaman sebanuak 198 orang.
Untuk pos kesehatan, Kemenkes menempatkan di Kabupaten Agam mengingat kondisinya yang paling parah.
Pos kesehatan utama berlokasi di SDN 08 Kubang Dui Kuto Panjang, lalu ada juga pos kesehatan Galuang Kapala Kato yang terletak di depan kantor wali nagari Sungai Pua, dan terakhir pos kesehatan Galugua berada di depan puskesmas IV Koto.
Wartawan Halbert Caniago di Sumatra Barat berkontribusi untuk liputan ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.