Akankah Kesepakatan AS-Saudi Picu Perlombaan Nuklir di Timur Tengah?

Perkaranya, pemerintah Arab Saudi sebelumnya telah menolak usulan tersebut.

AS jauhkan Cina

Kelsey Davenport, direktur kebijakan nonproliferasi di Arms Control Association, AS, meyakini keinginan Saudi menguasai teknologi nuklir sudah digariskan jauh sebelum "adanya dorongan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel."

Lagipula, AS bukan satu-satunya negara yang mampu menjual teknologi tersebut kepada Riyadh, menurut Herrera. "Ada negara lain yang juga sudah mengajukan tawaran di atas meja," kata dia kepada DW, merujuk kepada Cina.

Selain keuntungan komersial, kesepakatan nuklir dilihat sebagai upaya Washington menjauhkan Cina dari sekutu terdekatnya di Timur Tengah. Davenport meyakini, perundingan dipercepat karena "pemerintahan Presiden Joe Biden ingin agar kesepakatan ditandatangani sebelum pemilihan presiden.”

Pakar lain berpendapat, keterikatan yang lebih erat dengan Arab Saudi menjamin pengaruh yang lebih besar bagi AS terhadap keputusan Riyadh menyangkut harga minyak.

Lantas apakah pengayaan uranium di Saudi akan memicu perlombaan nuklir di Timur Tengah? "Ada risikonya," kata Herrera, "jika Anda memberi salah satu aktor akses terhadap teknologi nuklir, maka perlombaan akan dimulai,” ujarnya, sembari menambahkan pagar pembatas dan pengawasan yang maksimal akan mampu menimalisir risiko pengembangan senjata nuklir.

Tapi Davenport tidak yakin pengawasan ketat akan membatasi risiko perlombaan nuklir. "Tidak dapat dihindari bahwa akan terjadi peningkatan proliferasi di kawasan ini, namun pengayaan yang dilakukan oleh Saudi membuat hal ini lebih mungkin terjadi," tukasnya.

rzn/as