Masa Obon Jepang, Penduduk Tokyo Pulang Kampung
Bon dikenal sebagai upacara yang berkaitan dengan agama Budha Jepang, tapi banyak sekali tradisi yang tidak bisa dijelaskan dengan dogma agama Budha
Editor:
Eko Sutriyanto
Bon Odori
Acara menari bersama yang disebut Bon Odori (盆踊り, tari Obon) dilangsungkan sebagai penutup perayaan Obon.
Pada umumnya, Bon Odori ditarikan bersama-sama tanpa mengenal jenis kelamin dan usia di lingkungan kuil agama Buddha atau Shinto. Konon gerakan dalam Bon Odori meniru arwah leluhur yang menari gembira setelah lepas dari hukuman kejam di neraka.
Bon Odori merupakan puncak dari semua festival musim panas (matsuri) yang diadakan di Jepang. Pelaksanaan Bon Odori memilih saat terang bulan yang kebetulan terjadi pada tanggal 15 Juli atau 16 Juli menurut kalender Tempō. Bon Odori diselenggarakan pada tanggal 16 Juli karena pada malam itu bulan sedang terang-terangnya dan orang bisa menari sampai larut malam.
Belakangan ini, Bon Odori tidak hanya diselenggarakan di lingkungan kuil Shinto. Penyelenggara Bon Odori sering tidak ada hubungan sama sekali dengan organisasi keagamaan. Bon Odori sering dilangsungkan di tanah lapang, di depan stasiun kereta api atau di ruang-ruang terbuka tempat orang banyak berkumpul.
Di tengah-tengah ruang terbuka, penyelenggara mendirikan panggung yang disebut yagura untuk penyanyi dan pemain musik yang mengiringi Bon Odori. Penyelenggara juga sering mengundang pasar malam untuk menciptakan keramaian agar penduduk yang tinggal di sekitarnya mau datang. Bon Odori juga sering digunakan sebagai sarana reuni dengan orang-orang sekampung halaman yang pergi merantau dan pulang ke kampung untuk merayakan Obon.
Belakangan ini, jam pelaksanaan Bon Odori di beberapa tempat yang berdekatan sering diatur agar tidak bentrok dan perebutan pengunjung bisa dihindari. Penyelenggara Bon Odori di kota-kota sering mendapat kesulitan mendapat pengunjung karena penduduk yang tinggal di sekitarnya banyak yang sedang pulang kampung. Ada juga penyelenggara yang sama sekali tidak menyebut acaranya sebagai Bon Odori agar tidak dikait-kaitkan dengan acara keagamaan.
Hatsu-obon dan Niibon
Hatsu-obon atau Niibon adalah sebutan untuk perayaan Obon yang baru pertama kali dialami oleh arwah orang meninggal yang baru saja peringatan 49 harinya selesai diupacarakan. Perlakuan khusus diberikan untuk arwah yang baru pertama kali merayakan Obon dalam bentuk pembacaan doa yang lebih banyak.
Tradisi di berbagai daerah
Kendaraan dari terong dan ketimun untuk arwah leluhur. Persembahan permen jelly aneka warna untuk diletakkan di altar keluarga. Ada berbagai tradisi unik di berbagai tempat di Jepang sehubungan dengan perayaan Obon.
Di daerah tertentu ada tradisi membuat kendaraan semacam kuda-kudaan yang disebut Shōryō-uma dari terong dan ketimun. Empat batang korek api atau potongan sumpit sekali pakai (waribashi) ditusukkan pada terong dan ketimun sebagai kaki.
Terong berkaki menjadi "sapi" sedangkan ketimun menjadi "kuda" yang kedua-duanya dinaiki arwah leluhur sewaktu datang dan pulang. Kuda dari ketimun bisa lari cepat sehingga arwah leluhur bisa cepat sampai turun ke bumi, sedangkan sapi dari terong hanya bisa berjalan pelan dengan maksud agar arwah leluhur kalau bisa tidak usah cepat-cepat pulang.
Di beberapa daerah dilangsungkan upacara Segaki di kuil agama Buddha untuk menolong Gaki (setan kelaparan) dengan mendirikan pendirian altar yang disebut Gakidana dan mendoakan arwah orang yang meninggal di pinggir jalan.
Lampion Obon
Indonesia-Japan Executive Dialogue 2025 Perkuat Peluang Investasi Jepang di Indonesia |
![]() |
---|
Kematian Grass Wonder dan Tradisi Berkabung Fans Umamusume |
![]() |
---|
Tanggal 9 Agustus Diperingati sebagai Hari Meledaknya Bom Atom di Nagasaki, Ini Sejarahnya |
![]() |
---|
Kasus Pembunuhan Wanita Jepang di Imari Gegerkan Warga, Komunitas Indonesia Ikut Resah |
![]() |
---|
Moeldoko: Pertemuan Maestro Jepang dan Indonesia jadi Soft Diplomacy untuk Perdamaian |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.