Kisah anak-anak yang terdampak mpox di pusat wabah cacar monyet di Kongo - 'Penyakit ini membuat kami sangat takut bahwa kami semua akan jatuh sakit'
Setelah WHO menyatakan darurat kesehatan masyarakat akibat penyebaran kasus mpox atau cacar monyet yang cepat, semua mata tertuju…
Lain halnya dengan yang terjadi di sebuah rumah sakit di Kavumu, yang jaraknya sekitar 80 kilometer barat daya Munigi.
Sebanyak 800 pasien telah dirawat di sana sejak Juni. Delapan orang di antaranya meninggal dunia, dan semuanya berusia di bawah lima tahun.
Ansima Kanigo yang baru berusia 2 tahun tertular cacar air dari salah satu di antara empat saudaranya. Mereka semua menderita penyakit tersebut.
Ibunya, Nzigire Kanigo, 35, awalnya tidak tahu apa itu cacar monyet.
“Ini adalah kali pertama saya melihat penyakit ini. Ketika anak saya sakit, orang tua lain mengatakan kepada saya bahwa itu mungkin campak, kami mulai mengobatinya tapi gagal. Jadi kami memutuskan untuk datang ke sini,” kata Nzigire.
“Tuhan memberkati dokter yang telah membawa obat-obatan... Tiga [anak] sudah sembuh, mereka sudah di rumah. Hanya dua yang sekarang dirawat di rumah sakit ini. Saya berterima kasih kepada Tuhan.”
Direktur medis di rumah sakit tersebut, Dokter Robert Musole, mengatakan bahwa wabah ini tidak boleh dianggap remeh oleh pihak berwenang.
“Situasinya sangat serius, dan kami sangat kewalahan, karena kami memiliki kapasitas yang kecil, tetapi kami sangat dibutuhkan,” kata Dokter Musole.
“Tantangan pertama yang kami hadapi dalam respon ini adalah akomodasi pasien. Tantangan kedua adalah ketersediaan obat-obatan yang tidak kami miliki.”
Ada beberapa kamp di wilayah timur Republik Demokratik Kongo. Kamp-kamp ini dihuni oleh jutaan orang yang meninggalkan rumah mereka karena konflik kelompok-kelompok pemberontak di wilayah tersebut.
Mereka umumnya tinggal berdesakan di bangunan-bangunan darurat dalam kondisi yang buruk dan tanpa sanitasi yang baik. Ini adalah tempat yang "sempurna" bagi cacar monyet untuk merajalela.
Petugas kesehatan telah mengunjungi tempat-tempat seperti kamp Mudja di dekat Gunung Nyiragongo untuk mengedukasi orang-orang soal apa yang harus dilakukan ketika mereka melihat gejala-gejalanya muncul. Misalnya, membatasi kontak dengan orang lain.
“Penyakit ini membuat kami sangat takut bahwa kami semua akan sakit,” kata Josephine Sirangunza, yang tinggal di kamp tersebut bersama lima anaknya.
Menurutnya, pemerintah perlu menyediakan sejumlah kebutuhan dasar untuk membantu menghentikan penyebaran penyakit ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.