Kisah anak-anak yang terdampak mpox di pusat wabah cacar monyet di Kongo - 'Penyakit ini membuat kami sangat takut bahwa kami semua akan jatuh sakit'
Setelah WHO menyatakan darurat kesehatan masyarakat akibat penyebaran kasus mpox atau cacar monyet yang cepat, semua mata tertuju…
Hal yang sama juga dirasakan oleh Bosco Sebuke, 52 tahun, yang memiliki 10 orang anak.
“Kami sudah paham [soal cacar air], tetapi kami sangat takut karena kami berdesak-desakan di tempat penampungan. Kami tidur dalam kondisi yang sangat buruk, kami berbagi tempat tidur, jadi pencegahannya sulit dan karena itu, kami takut,” kata dia.
Wabah yang terjadi di Kongo timur dipicu oleh varian baru yang disebut Clade 1b. Varian ini telah menyebar ke negara-negara tetangga Kongo.
Minggu lalu, pemerintah Kongo mengatakan bahwa mereka berharap vaksin akan segera tiba dari Amerika Serikat dan Jepang. Hingga saat itu, negara ini belum memiliki vaksin walau mereka berada di pusat penyebaran virus.
Matabaro, ayah dari Amani yang masih berjuang pulih dari cacar air, mengatakan bahwa dia berharap vaksin akan segara tiba.
Namun distribusinya akan sangat terbatas dan, seperti yang dikatakan oleh Dokter Ngadjole, vaksinasi hanyalah salah satu aspek untuk mengurangi penyebaran virus.
“Tindakan [termudah] yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kebersihan. Ketika kita meningkatkan kebersihan di rumah tangga, ketika kita meningkatkan kebersihan di level masyarakat, sangat mudah untuk mengurangi risiko penularan," kata Dokter Ngadjole.
Ibu Sirangunza menggemakan pemikiran sang dokter: “Beri tahu para pemimpin kami untuk mengirimkan obat, sabun, dan tindakan perlindungan lainnya agar kami tidak tertular.”
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.