Konflik Palestina Vs Israel
Takut Diserang Hizbullah Lagi, Pemukim Israel Utara Tak Yakin Aman meski Gencatan Senjata
Pemukim di Israel utara enggan kembali ke rumah karena tak yakin kesepakatan gencatan senjata bisa menghentikan serangan Hizbullah.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.com - Channel 12 Israel melaporkan pemukim di wilayah utara tak akan segera kembali ke rumah mereka masing-masing, meski gencatan senjata dengan Hizbullah telah terwujud, Rabu (27/11/2024).
Saluran itu, dikutip Al Mayadeen, mencatat serangan Hizbullah telah membuat pemukim Israel utara trauma dan dilema.
Banyak dari pemukim tak yakin, apakah ada tempat kembali untuk mereka.
Seorang komentator politik Israel di Kan Channel, menguraikan apa yang disebutnya sebagai "masalah" dalam perjanjian gencatan senjata dengan Lebanon.
Ia menilai Israel kekurangan zona penyangga untuk menjauhkan penduduk Lebanon selatan dari garis konfrontasi - khususnya perbatasan dengan Palestina yang diduduki - yang menurutnya penting untuk menjamin keamanan pemukim.
Komentator itu juga berpendapat, perjanjian gencatan senjata tak punya ketentuan yang jelas yang memungkinkan Israel untuk "menyerang Lebanon sebagai respons terhadap setiap pelanggaran.
Baca juga: Israel Utara Luluh Lantak karena Hizbullah, Ribuan Bangunan Hancur, Rezim Netanyahu Sengaja Tutupi?
"Perjanjian itu tidak menjamin hancurnya proyek ekonomi Hizbullah."
"Lucu sekali, tentara Lebanon dan UNIFIL akan menegakkan perjanjian gencatan senjata itu di Lebanon selatan," tegasnya.
Lebanon Siapkan Tentara Siaga di Perbatasan
Sementara itu, militer Lebanon pada Rabu, mengatakan pihaknya sedang bersiap menyiagakan pasukan ke wilayah selatan, setelah gencatan senjata dengan Israel mulai berlaku.
Dalam sebuah pernyataan, militer Lebanon mengatakan berdasarkan permintaan pemerintah, tentara akan dikerahkan ke wilayah selatan dalam koordinasi dengan UNIFIL dan dalam pelaksanaan resolusi PBB 1701, dilansir Anadolu Ajansi.
Resolusi 1701, yang diadopsi pada 11 Agustus 2006, menyerukan penghentian total permusuhan antara Hizbullah dan Israel dan pembentukan zona bebas senjata antara Garis Biru dan Sungai Litani di Lebanon selatan, dengan pengecualian untuk tentara Lebanon dan UNIFIL.
Tentara Lebanon mendesak warga untuk menunggu sebelum kembali ke desa dan kota garis depan "tempat musuh Israel masuk, menunggu penarikan mereka sesuai dengan perjanjian gencatan senjata."
Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, berlaku beberapa jam setelah Presiden AS, Joe Biden, mengatakan proposal untuk mengakhiri konflik telah dicapai, di tengah harapan, proposal tersebut akan menghentikan serangan udara Israel terhadap kota-kota Lebanon dan mengakhiri pertempuran lintas perbatasan yang telah berlangsung selama setahun.
Lebih dari 3.760 orang tewas dalam serangan Israel di Lebanon dan lebih dari 1 juta orang mengungsi sejak Oktober lalu, menurut otoritas kesehatan Lebanon.
Gencatan Senjata Buat Hizbullah Unggul?
Sebelumnya, pemimpin di wilayah Israel utara, menilai perjanjian gencatan senjata hanya akan membuat Hizbullah unggul.
Kepala Dewan Permukiman di Metula di Israel utara, David Azoulay, menepis klaim, yang mengatakan Israel telah mencapai tujuan perang dan menyebut pernyataan itu sebagai "kebohongan".
"Mengapa pemerintah paling sayap kanan dalam sejarah Israel mengarah kepada perjanjian gencatan senjata dengan Hizbullah?" ujar dia.
Wali Kota Kiryat Shmona, Avichai Stern, menyatakan kekhawatiran, gencatan senjata bisa mengulang skenario Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.
Ia mendesak pemimpin Israel untuk menghindari menempatkan pemukim di wilayah utara dalam risiko.
"Kami bisa saja menjadi sandera berikutnya. Saya tidak mengerti bagaimana kita telah beralih dari kemenangan total ke penyerahan total," kata Stern.
Baca juga: Jebakan Hizbullah Berhasil, 6 Tank Merkava Israel Hancur, IDF Pilih Mundur dari Al-Bayyada
Ketua "Forum Pemukiman Garis Depan" di sepanjang perbatasan dengan Lebanon, Moshe Davidovich, mengkritik pemerintah Israel karena membuat keputusan yang "melebihi kemampuan kami."
Ia berpendapat, "Kami tidak dapat kembali ke utara dengan aman berdasarkan kesepakatan gencatan senjata."
"Kami ingin hidup aman, dan pemerintah telah gagal menyediakannya," tegas dia.
Dalam komentarnya kepada Channel 12 Israel, Davidovitch menggambarkan dampak operasi Hizbullah terhadap permukiman utara.
Menurutnya, "Jalan-jalan hancur, dan perang telah menghancurkan mata pencaharian, ekonomi, pariwisata, dan pertanian."
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.