Kamis, 28 Agustus 2025

Konflik Suriah

Akar Masalah Perang di Suriah: Rusia-Iran Vs AS-Israel? Pemerintah Vs Oposisi Bersenjata

Perang kembali berkecamuk di Suriah beberapa tahun lalu perang di Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan diklaim campur tangan Rusia dan AS.

|
Editor: Hasanudin Aco
AFP/MUHAMMAD HAJ KADOUR
Pejuang antipemerintah berpatroli di Aleppo tengah pada tanggal 30 November 2024. - Para jihadis dan sekutu mereka yang didukung Turki menerobos kota kedua Suriah, Aleppo, pada tanggal 29 November, saat mereka melancarkan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah yang didukung Iran dan Rusia. (Photo by Muhammad HAJ KADOUR / AFP) 

 

TRIBUNNEWS.COM, RUSIA -  Perang saudara di Suriah kembali terjadi.

Terbaru pemberontak Suriah telah mendeklarasikan kemenangannya di sejumlah kota penting.

Pasukan pemberontak itu bahkan telah merayakan kemenangannya di kota Homs yang dianggap strategis.

Ini merupakan kota terbesar ketiga di Suriah.

Kota vital menghubungkan wilayah utara dan selatan negara itu melalui ibu kota Damaskus.

"Terdapat perayaan besar di kota Tripoli di Lebanon utara setelah pemberontak merebut Homs," demikian Reuters memberitakan pada Sabtu (7/12/2024).

Langkah ini menyusul laporan bahwa Presiden Suriah Bashar al-Assad telah meninggalkan negara itu, meski dibantah oleh pemerintahan resmi Suriah.

Serangan Mendadak 27 November 2024 Lalu

Perang di Suriah kembali berkecamuk setelah serangan cepat pemberontak Suriah dimulai pada tanggal 27 November  2024 pekan lalu.

Serangan itu dipimpin oleh kelompok Sunni Islamis Hay'at Tahrir al-Sham dan didukung oleh faksi-faksi oposisi lainnya, termasuk Tentara Nasional Suriah yang didukung Turki. 

Sejak saat itu pemerintah telah mengalami serangkaian kekalahan besar.

Sejumlah kota direbut pemberontah termasuk  Aleppo, Hama, dan Daraa, dan terbaru Homs.

Pemberontak semakin dekat ke ibu kota Damaskus meskipun militer Suriah berulang kali meyakinkan akan melakukan serangan balik.

Berita populer internasional, di antaranya konflik Suriah yang memulai babak baru. Ibu kota Damaskus dikepung, keberadaan presiden tidak diketahui.
Ibu kota Damaskus dikepung, keberadaan presiden tidak diketahui. (Kolase Tribunnews)

Rusia dan Iran Dukung Pemerintah?

Rusia, Iran, dan faksi-faksi koalisi Poros Perlawanan yang dipimpin Iran termasuk milisi Muslim Syiah yang bermarkas di Irak, awalnya menjanjikan dukungan bagi pemerintah Suriah

Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani adalah salah satu dari dua pemimpin Arab, bersama Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, yang menyampaikan dukungannya bagi Assad pada awal kemenangan pemberontak.

Ketika pasukan dan milisi Irak memperkuat posisi di sepanjang perbatasan sepanjang 370 mil dengan Suriah yang satu dekade lalu dikuasai oleh kelompok militan Negara Islam ( ISIS ), juru bicara pemerintah Irak menekankan bahwa Baghdad tidak akan menoleransi ancaman lintas perbatasan apa pun.

"Irak masih menjadi bagian aktif dari koalisi internasional untuk mengalahkan ISIS di Suriah dan Irak," kata juru bicara tersebut dikutip dari Newsweek.

Israel dan AS Dukung Pemberontak?

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi pekan lalu mengatakan serangan pemberontak di Suriah adalah bagian dari rencana AS-Israel untuk mengganggu stabilitas kawasan.

Berbicara kepada Menlu Rusia Sergei Lavrov melalui panggilan telepon, Abbar mengatakan serangan pemberontak itu sangat mengerikan.

Iran menganggap pergerakan terkini "kelompok teroris di Suriah" sebagai bagian dari "rencana rezim Zionis dan Amerika Serikat untuk mengganggu stabilitas kawasan Asia Barat."

Menteri luar negeri Iran dan Rusia juga menyuarakan dukungan untuk  Suriah selama serangan oleh kelompok pemberontak dan menekankan perlunya kerja sama antara Iran, Rusia, dan Suriah, menurut pernyataan tersebut dikutip dari JPost.

Lalu siapakah para pemberontak itu?

Serangan mendadak dalam sepekan ini dimotori  oleh Hayat Tahrir Al-Sham.

Faksi pemerintah menyebutnya pemberontak dan beberapa media mengatakan mereka adalah oposisi  bersenjata.

Kelompok ini sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra.

Mereka merupakan organisasi sayap resmi Al Qaeda dalam perang Suriah.

Abu Mohammed al-Jolani adalah Hayat Tahrir Al-Sham dengan basis pertahanan mereka di wilayah Idlib.

Awal Mula Konflik di Suriah

Konflik yang terjadi di Suriah tidak dapat terlepas dari fenomena Arab Spring yang mulai muncul pada tahun 2010.

Arab Spring merupakan gelombang gerakan revolusioner yang disebabkan oleh banyaknya rezim otoriter yang berkuasa di kawasan Timur Tengah.

Pada tahun 2011, gelombang fenomena Arab Spring mulai menjalar di Suriah.

Hal ini menjadi penyebab bangkitnya gerakan revolusioner Suriah melawan pemerintahan otoriter Bashar al-Assad.

Latar belakang

Akar konflik Suriah berawal dari ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Bashar al-Assad.

Bashar al-Assad adalah penerus rezim Assad sekaligus keturunan dari Hefedz al-Assad.

Rezim Assad terkenal dengan pemerintahan otoriter yang berlangsung di Suriah selama lebih dari 30 tahun.

Beberapa faktor yang menjadi latar belakang konflik di Suriah, yaitu:

Konflik Suriah berawal pada 11 Maret 2011 ketika kelompok remaja menggambar slogan anti pemerintahan di kota Daraa.

Slogan tersebut berisi ajakan untuk menggulingkan rezim Bashar al-Assad.

Pemerintah Suriah menanggapi peristiwa tersebut dengan kekerasan.

Kepolisian Suriah memenjarakan dan menyiksa seluruh pemuda yang dianggap terlibat dalam penyebaran slogan anti pemerintah.

Tindakan represif kepolisian mengakibatkan aksi protes tambah meluas hingga ke kota-kota lain di Suriah.

Cepatnya persebaran informasi disebabkan oleh perkembangan internet serta teknologi komunikasi.

Masyarakat memperoleh informasi dari media sosial yang ada pada saat itu.

Memasuki tahun 2012, situasi politik Suriah semakin memanas.

Dalam buku Prahara Suriah: Membongkar Persekongkolan Multinasional (2013) karya Dina Y Sulaiman, Bashar al-Assad menginstruksikan kepada polisi dan militer untuk menghalalkan segala cara dalam menghalau aksi protes masyarakat.

Selain itu, terjadi pula perang saudara antara masyarakat pro-pemerintah dan golongan revolusioner di berbagai kota Suriah.

Ratusan ribu orang tewas dalam perang dan jutaan warga mengungsi ke perbatasan negara tetangga.

Pada tahun 2014, muncul kelompok oposisi baru yaitu ISIS dan Jabhat al-Nushra. 

Mereka berupaya untuk mendirikan negara Islam di Suriah dengan melakukan teror kepada masyarakat dan pemerintahan Suriah.

Di bawah pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi, ISIS mampu menguasai sebagian besar wilayah Suriah pada tahun 2015-2017.

Eksistensi ISIS di Suriah mengakibatakan kekhawatiran dunia Internasional.

PBB dan negara-negara besar dunia ikut turut campur dalam membasmi keberadaan ISIS pada akhir tahun 2015.

Pada Maret 2019, ISIS berhasil dikalahkan dan wilayah Suriah berada dalam pengawasan Dewan Keamanan PBB.

Sumber: Reuters/Newsweek/Kompas.com/JPost/Tehran News

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan