Senin, 13 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Resmi Undur Diri, Umumkan Tak Akan Lagi Pimpin Jalur Gaza Setelah Perang Usai

Militan Hamas mengumumkan tidak akan lagi memerintah Jalur Gaza setelah konflik dengan Israel yang telah berlangsung sejak 2022 berakhir. 

|
Anews/File
SAYAP MILITER HAMAS - Seorang petempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, dalam sebuah parade militer beberapa waktu lalu di Jalur Gaza. Hamas mengumumkan tidak akan lagi memerintah Jalur Gaza setelah konflik dengan Israel yang telah berlangsung sejak 2022 berakhir.  

Ringkasan Berita:
  • Hamas resmi mundur dari pemerintahan Jalur Gaza setelah perang dengan Israel berakhir
  • Keputusan ini menjadi bagian dari rencana perdamaian global
  • Hamas tetap menjadi bagian dari struktur sosial dan politik Palestina

 

TRIBUNNEWS.COM – Kelompok militan sayap kanan Palestina, Hamas mengumumkan tidak akan lagi memerintah Jalur Gaza setelah konflik dengan Israel yang telah berlangsung sejak 2022 berakhir. 

Pernyataan ini disampaikan oleh pejabat senior Hamas menjelang Konferensi Perdamaian Internasional yang dipimpin oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Mesir, pada Minggu (12/10/2025).

Dalam pernyataannya, sumber senior Hamas yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan mengatakan bahwa kelompok tersebut telah “melepaskan kendali atas Jalur Gaza” dan tidak akan berpartisipasi dalam masa transisi pemerintahan setelah perang.

“Bagi Hamas, memerintah Jalur Gaza adalah urusan yang sudah selesai. Hamas tidak akan berpartisipasi dalam fase transisi, tetapi tetap menjadi bagian integral dari masyarakat Palestina,” ujar pejabat itu, dilansir dari Jerusalem Post.

Pernyataan ini muncul di tengah proses gencatan senjata tahap pertama dan rencana perdamaian baru yang digagas oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dengan dukungan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi. 

Menandai perubahan besar dalam posisi politik Hamas yang selama hampir dua dekade menguasai Gaza sejak 2007. 

Keputusan Hamas untuk melepas pemerintahan di Gaza muncul di tengah gencatan senjata kemanusiaan, rencana pembebasan sandera, serta upaya internasional membentuk tatanan politik baru di wilayah yang hancur akibat perang.

Adapun rencana digelar dengan tujuan untuk mendemiliterisasi Hamas, membentuk pemerintahan sipil baru di Gaza, dan menempatkan wilayah itu di bawah pengawasan internasional untuk menjamin stabilitas jangka panjang.

Berbeda dari situasi sebelumnya, sumber-sumber internal Hamas menyebut tidak ada perpecahan di antara pimpinan senior terkait keputusan untuk mundur. 

“Kali ini, semua pimpinan sepakat bahwa Hamas harus menyesuaikan diri dengan realitas baru dan mendukung gencatan senjata jangka panjang,” ujar pejabat Hamas lain yang juga dikutip oleh AFP.

Meski demikian, sejumlah pejabat Hamas menegaskan bahwa kelompok itu masih akan tetap menjadi bagian dari “struktur sosial dan politik Palestina”, meskipun tidak lagi memegang kendali pemerintahan.

Baca juga: Qatar: Pembicaraan Hamas–Israel Soal Isu Sulit Ditunda Sementara

Perjalanan politik Hamas

Perjalanan politik Hamas di Gaza bermula dari kemenangan besar dalam pemilihan legislatif Palestina pada 2006, yang mengubah peta kekuasaan di wilayah tersebut. 

Kemenangan itu menandai kebangkitan Hamas sebagai kekuatan politik dominan, menyaingi Fatah yang selama bertahun-tahun memimpin pemerintahan Otoritas Palestina.

Namun kemenangan itu juga memicu ketegangan. Perselisihan politik antara Hamas dan Fatah berujung pada bentrokan bersenjata yang memuncak pada pertengahan 2007, ketika Hamas merebut seluruh kendali pemerintahan di Gaza. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved