Seperti Apa Hidup di Kota Pintar Bertabur QR Code di Jerman?
Bertabur QR code, Kota Ahaus di Jerman jadi laboratorium nyata digitalisasi perkotaan. Setiap tahun, sekitar 1.000 pengunjung ingin…
Sistem di bar ini juga berjalan dengan sedikit staf: bartender hanya menyerahkan minuman apa yang telah dibayar terlebih dahulu oleh tamu secara online. Tidak perlu membahas apa yang tertulis di tatakan gelas bir atau siapa yang boleh minum alkohol, karena data pribadi tentang usia sudah disimpan di akun chayns.
Pada malam harinya, pemilik bar pulang tanpa harus menyetorkan uang tunai ke bank. Sementara itu, toko secara otomatis memesan stok persediaan.
Pertanian, klub olahraga, dan lain-lain menggunakan rantai untuk menjual produk mereka tanpa uang tunai atau untuk menyediakan akses ke tempat mereka. Namun fokusnya adalah pada industri katering, yang tengah menderita kekurangan pekerja terampil. Menurut Tobit, hampir 80 persen pemilik restoran bekerja dengan chayn: dari toko kebab hingga hotel. Para tamu melakukan hampir semuanya sendiri.
Voucher lokal sebagai 'mata uang'
Di Ahaus, lebih mudah menguji sesuatu dalam mode beta karena pemerintah kota dan penduduk ikut terlibat. "Kami terlibat di laboratorium yang sesungguhnya. Kami adalah kelinci percobaan, tetapi kami memiliki hal-hal yang tidak dimiliki orang lain," kata pimpinan Ahaus Marketing & Tourismus GmbH, Benedikt Hommöle.
Konsep yang sering ditiru sebagai pintu masuk digitalisasi adalah voucher kota. Menurut Tobit, lebih dari 70 kota madya telah memperkenalkan 'mata uang lokal digital' semacam itu. Di Ahaus, pendatang baru dan pemenang kuis mingguan diberi hadiah dan hari ulang tahun mereka dirayakan. Pengusaha membayar subsidi bulanan dalam bentuk ini.
Akan tetapi, uang itu hanya dapat dibelanjakan di dalam kota dan hanya untuk jangka waktu yang singkat. Ada sekitar 200 titik penerimaan. "Dengan ini Anda dapat membeli makanan anjing, memesan roti gulung, dan memasang ban baru. Uangnya tetap berada di kota," kata Benedikt Hommöle. Kota ini menghasilkan hampir 800.000 euro dengan cara ini setiap tahunnya.
Tidak heran jika hampir semua orang di Ahaus memiliki chaynsID. Pandemi Covid turut mendorong digitalisasi, termasuk di sini. Selain itu, kota ini dekat dengan perbatasan Belanda, dan pembayaran digital jauh lebih umum di negara tetangga itu.
"Ini masa depan, ya?" Di akhir tur, Margarete mengatakan ia ingin mengajak anak-anaknya ke sini.
Bagi sebagian besar pengunjung, Ahaus tekesan seperti fiksi ilmiah belaka. Tapi baru-baru ini, Sommer kedatangan sepuluh wali kota dari Belanda. "Buat Jerman, ini lumayan!" simpulnya.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.