Ancaman Kebebasan Berpendapat dalam RUU Media Sosial Nepal
Para kritikus menilai rancangan undang-undang media sosial di Nepal dapat mengekang kebebasan berpendapat, dengan sejumlah aturan…
"RUU ini dapat mengekang suara mereka dengan mengkriminalisasi anonimitas dengan definisi yang tidak jelas dan kontrol pemerintah yang berlebihan.”
RUU 'dapat mengekang kritik'
Banyak kritikus menduga bahwa RUU ini dimaksudkan untuk membungkam perbedaan pendapat dan mengekang kritik publik, yang telah berkembang karena kinerja pemerintah yang buruk meskipun memiliki mayoritas parlemen yang kuat.
Di saat para influencer media sosial telah meluncurkan tagar #BolnaDeSarkar (Biarkan kami berbicara, pemerintah), partai-partai politik besar dan organisasi-organisasi media berita utama sebagian besar tetap bungkam.
Taranath Dahal, ketua Forum Kebebasan Nepal, mengatakan kepada DW bahwa partai-partai oposisi tidak memiliki alasan untuk menentang RUU tersebut karena mereka mendorong langkah-langkah serupa ketika mereka berkuasa.
Ia mengatakan bahwa media arus utama mungkin juga merasa bahwa jumlah pembaca dan pendapatan mereka menurun karena penggunaan media sosial yang luas.
"Saya yakin mereka akan memahami implikasi yang lebih besar, yang bertujuan untuk mengatur semua komunikasi berbasis internet yang juga mencakup jurnalisme, dengan langkah-langkah hukuman,” kata Dahal, yang juga mantan ketua Federasi Jurnalis Nepal.
"Jika disetujui, ini akan menekan perbedaan pendapat dan (menargetkan) lawan-lawan politik.”
Dahal berpendapat bahwa RUU tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional utama, termasuk kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
"Dari definisi media sosial yang tidak jelas hingga aturan yang luas, RUU ini sangat cacat. RUU ini mendekati regulasi dari perspektif kriminal daripada memperlakukannya sebagai masalah perdata,” kata Dahal.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Pemerintah Nepal, yang dipimpin oleh Perdana Menteri KP Sharma Oli, tetap bersikeras untuk mendorong RUU ini.
Menteri Informasi Nepal, Prithvi Subba Gurung, telah mempertahankan RUU tersebut, dengan alasan perlunya mengekang cyberbullying dan pelanggaran daring lainnya.
"Kami tidak bisa tonmggal diam jika ada yang mengancam persatuan nasional, kedaulatan, atau harmoni sosial melalui media sosial," ujarnya.
"RUU ini bukan tentang membatasi kebebasan berekspresi, tetapi tentang mengatur kekacauan, anarki, dan ketidaksopanan di internet."
Setelah Rastriya Sabha (Majelis Nasional, majelis tinggi) menyetujui RUU tersebut, anggota parlemen akan dapat mengusulkan amandemen.
Setelah itu, RUU tersebut akan diserahkan pada Pratinidhi Sabha (majelis rendah, atau Dewan Perwakilan Rakyat) untuk pembahasan lebih lanjut sebelum dikembalikan ke Rastriya Sabha untuk ditinjau. Setelah itu, RUU tersebut akan dikirim ke kantor presiden untuk ditandatangani menjadi undang-undang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.