Modal Asing ke Tiongkok Menurun dalam 3 Tahun Terakhir
Penurunan PMA sebesar 13,4% secara year on year termasuk signifikan, dan dipengaruhi berbagai alasan.
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penanaman modal asing (PMA) ke Tiongkok berperan penting menyokong pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Termasuk, menyediakan modal, teknologi, dan peluang kerja.
Dikutip dari Financial Post, Kamis (6/3/2025), Tiongkok mesti menelan pil pahit karena pada Januari 2025, PMA turun 13,4 persen secara year on year.
"Menandai awal tahun terlemah dalam tiga tahun terakhir," tulis Financial Post.
Data dari Kementerian Perdagangan Tiongkok menunjukkan penurunan tajam investasi, yang linier dengan kepercayaan investor.
Hal ini meningkatkan kekhawatiran tentang prospek ekonomi Tiongkok, lingkungan regulasi, dan posisi global.
Alasan Penurunan Modal Asing
Penurunan PMA sebesar 13,4% secara year on year termasuk signifikan, dan dipengaruhi berbagai alasan.
Pertama, iklim investasi yang 'mendingin' di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Kedua, citra ekonomi Tiongkok yang secara struktural dinilai melemah.
Termasuk, kekhawatiran tentang kebijakan regulasi, ketegangan geopolitik, dan kondisi pasar. Selanjutnya, pergeseran sentimen investor terhadap destinasi alternatif di Asia dan sekitarnya.
Menurut Kementerian Perdagangan, total arus masuk PMA pada Januari 2025 turun ke level terendah sejak awal 2022.
Penurunan ini menunjukkan bahwa perusahaan multinasional dan investor asing mengambil pendekatan yang hati-hati terhadap Tiongkok.
Mereka bahkan mengevaluasi kembali strategi investasi jangka panjang mereka.
Beberapa faktor telah berkontribusi terhadap penurunan arus masuk PMA ke Tiongkok. Ini termasuk ketidakpastian regulasi, ketegangan geopolitik, ekonomi domestik yang melambat, dan meningkatnya persaingan dari destinasi investasi alternatif.
Selama beberapa tahun terakhir, Tiongkok telah menerapkan peraturan yang lebih ketat pada perusahaan teknologi, firma asing, dan lembaga keuangan. Dorongan pemerintah untuk kemandirian yang lebih besar di sektor-sektor penting, ditambah dengan tindakan keras regulasi pada keamanan data dan arus modal asing, telah membuat investor waspada.
Penegakan regulasi yang tidak konsisten dan pembuatan kebijakan yang tidak transparan, semakin menambah kekhawatiran tentang stabilitas jangka panjang. Ketegangan yang sedang berlangsung antara Tiongkok dan ekonomi Barat, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah menghalangi investasi asing.
Sengketa perdagangan, larangan teknologi, dan kekhawatiran atas keamanan rantai pasokan telah menyebabkan banyak perusahaan multinasional mempertimbangkan kembali strategi investasi mereka.
Selain itu, hubungan Tiongkok dengan Taiwan dan sengketa wilayah di Laut Cina Selatan telah meningkatkan risiko geopolitik. Sehingga, membuat investor berhati-hati dalam menanamkan modal di kawasan tersebut.
Meskipun Tiongkok tetap menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, pemulihan pascapandemi berjalan lebih lambat dari yang diharapkan. Permintaan konsumen tetap lemah, kesengsaraan sektor properti terus berlanjut, dan hasil industri menunjukkan tanda-tanda stagnasi.
Langkah-langkah stimulus ekonomi pemerintah telah menghasilkan hasil yang beragam, dan kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan jangka panjang telah membuat investor asing enggan memperluas kehadiran mereka di Tiongkok.
Tiongkok menghadapi persaingan yang semakin ketat dari tujuan investasi alternatif di Asia, seperti India, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia.
Negara-negara ini menawarkan biaya tenaga kerja yang kompetitif, kebijakan yang pro-bisnis, dan insentif bagi investor asing.
Karena perusahaan berupaya untuk mendiversifikasi rantai pasokan, banyak yang memilih Asia Tenggara dan Asia Selatan daripada Tiongkok sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk mengurangi risiko geopolitik.
Dampak penurunan modal asing
Penurunan PMA memiliki beberapa implikasi bagi ekonomi Tiongkok, yang memengaruhi sektor-sektor utama seperti manufaktur, teknologi, dan jasa. Perlambatan investasi asing yang berkepanjangan dapat berdampak luas.
Investasi asing menyediakan modal penting bagi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Penurunan PMA dapat memperlambat proyek infrastruktur, kemajuan teknologi, dan peningkatan industri.
Arus masuk modal yang lebih rendah juga dapat memengaruhi penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan upah, yang memengaruhi ekonomi yang lebih luas.
Penurunan signifikan dalam investasi asing juga dapat menyebabkan arus keluar modal, yang memberikan tekanan ke bawah pada yuan Tiongkok.
Mata uang yang lebih lemah dapat meningkatkan tekanan inflasi, mengurangi daya beli konsumen, dan mempersulit strategi manajemen ekonomi pemerintah. Selain itu, pasar keuangan dapat mengalami volatilitas karena sentimen investor melemah.
PMA memainkan peran penting dalam mendorong inovasi teknologi serta penelitian dan pengembangan (R&D) di Tiongkok. Penurunan investasi asing dapat memperlambat kemajuan dalam kecerdasan buatan, manufaktur semikonduktor, dan energi hijau.
Jika Tiongkok kesulitan menarik investasi teknologi tinggi, daya saing jangka panjangnya di pasar global dapat terpengaruh. Industri Tiongkok yang berorientasi ekspor bergantung pada investasi asing untuk meningkatkan kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi, dan berintegrasi ke dalam rantai pasokan global.
Penurunan PMA dapat menghambat perluasan bisnis berorientasi ekspor, sehingga mengurangi pangsa Tiongkok di pasar internasional.
Penurunan PMA ke Tiongkok bukan hanya masalah domestik; tetapi juga berdampak global.
Investor menilai ulang portofolio mereka, dan perusahaan multinasional mendiversifikasi operasi mereka untuk mengurangi ketergantungan pada satu pasar.
Perlambatan arus masuk PMA Tiongkok dapat mempercepat strategi "Tiongkok Plus Satu", di mana perusahaan memperluas operasi di negara-negara Asia lainnya sambil mempertahankan sebagian kehadiran di Tiongkok.
Siapa ambil untung?
Tren ini menguntungkan pasar berkembang seperti Vietnam, India, dan Indonesia, yang secara aktif menarik investasi asing.
Seiring dengan berkurangnya keterlibatan investor asing di Tiongkok, rantai pasokan global mengalami penataan ulang yang signifikan.
Perusahaan memprioritaskan diversifikasi regional untuk mengurangi risiko yang terkait dengan ketegangan geopolitik, pembatasan perdagangan, dan ketidakpastian regulasi.
Menurut para ahli, untuk melawan penurunan PMA, Tiongkok dapat memperkenalkan langkah-langkah kebijakan baru untuk menarik investasi asing.
Langkah ini dapat mencakup pelonggaran pembatasan kepemilikan asing, pemberian insentif pajak, dan peningkatan transparansi dalam kerangka regulasi.
Pemerintah juga dapat fokus pada sektor-sektor strategis seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, dan transformasi digital untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor.
Penurunan investasi langsung asing ke Tiongkok sebesar 13,4 persen dari tahun ke tahun pada bulan Januari menggarisbawahi meningkatnya kekhawatiran tentang tantangan regulasi, risiko geopolitik, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Ketika perusahaan multinasional menilai kembali strategi investasi mereka, Tiongkok menghadapi peningkatan persaingan dari negara-negara Asia lainnya.
Baca juga: Rp 1,3 Triliun Modal Asing dalam Sepekan Melayang
Implikasi dari perlambatan PMA ini melampaui batas wilayah Tiongkok, yang memengaruhi perdagangan global, pola investasi, dan dinamika rantai pasokan.
Cara Mudah Refund Tiket Kereta Cepat Whoosh, Bisa Lewat Online atau Offline |
![]() |
---|
Pemerintah Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen di 2026, Ini Alasannya Menurut Ekonom |
![]() |
---|
Timnas Voli Indonesia Debutan Terbaik di Piala Dunia Voli U21 2025 Putri, Ungguli Chile dan Vietnam |
![]() |
---|
Setiap Krisis Selalu Hadirkan Peluang Baru bagi Industri Properti Indonesia |
![]() |
---|
Daftar Kepala Negara yang Ucapkan Selamat HUT ke-80 RI, Ada Xi Jinping hingga PM Singapura |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.